Chapter 5

1.4K 147 35
                                    

Jika kamu tahu etika berteman dengan seorang wanita, kamu tidak akan membuatnya jatuh cinta, untuk kemudian pergi meninggalkan banyak luka tikam di hatinya. Hukum tidak akan mengadili apa yang kamu gores dalam relungnya. Karena itu tidak tampak nyata, hanya sebentuk luka tak kasat mata. Tapi, tunggulah saja hingga karma melakukan tugasnya.

(DF.06 Dee Felicia Chesta)

***

Dee mengusap air mata yang entah sejak kapan membanjiri pipi mulusnya. Sebuah film korea berhasil membuat perasaannya seperti diaduk-aduk. Begitulah kebiasaan Dee jika sudah berdua dengan Dean——nonton. Kisah sederhana, hanya seputar kehidupan anak dan ibu. Namun, tak tahu kenapa film tersebut membuat Dee larut di dalamnya.

Jika biasanya Dean siap meluncurkan keisengannya setiap Dee menangis, kali ini Dean terkesan kalem. Dee sedikit curiga, pasalnya Dean tak bersuara seperti biasa. Ketika menoleh, rupanya pemuda itu sudah tertidur. Suasana di sini emang mendukung sekali untuk tidur. Sejuk karena semilir angin, dan sepi.

Laki-laki itu duduk bersandar di kursi dengan posisi kepala menengadah, serta mulut yang sedikit terbuka. Sungguh tidak elegan.

Dee mengambil tempat pensil bulu-bulu dalam tasnya kemudian dengan jahil mengusapkannya pelan tepat pada hidung sahabatnya. Semula Dean hanya merubah posisinya saja, tapi lama-lama dia sepertinya merasa terusik dengan apa yang Dee lakukan.

Kedua netra pemuda itu terbuka perlahan, mengerjap beberapa kali, menguap setelahnya. Dean jadi terlihat menggemaskan ketika sedang seperti itu.

"Udah selesai filmnya?" tanya Dean.

"Lo ngantuk banget, ya?" Dee malah balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Dean sebelumnya.

Dean mengangguk. Karena semalaman ia belajar, jadi sekarang dirinya sangat mengantuk. Padahal rencananya hari ini ia ingin melakukan banyak hal dengan Dee. "Ah, gue malah tidur padahal rencananya mau ngajakin lo bikin video bareng."

"Lo harus tahu kalau gue gak suka tampil di depan orang banyak."

"Lah, kan cuma kita berdua?"

"Nanti kan ditonton banyak orang, De. Yang subscribe di chanel lo banyak banget."

"Cuma berapa biji."

Dee menghela napas. "Ya udah kapan-kapan deh. Sekarang gue balik, ya, De. Takut Mama nyariin. Kerepotan juga nanti kalau Mama sendiri di rumah."

"Gue antar, ya?"

"Gak usah. Masih banyak angkot kok jam segini."

Dean hanya mengangguk kecil. Memaksa pun percuma. Lagi pula Dean mau mengantar gadis itu naik apa? Motor satu-satunya dipakai oleh sang kakak, sementara naik mobil pasti tidak akan diperbolehkan.

***

Pukul 20.09 WIB Dio sampai rumah. Kedatangannya disambut hangat oleh Diandra. Lelaki itu membuka jaket yang dikenakannya, kemudian menyampirkannya di lengan sofa. "Mama sendiri? Adek mana?"

Diandra duduk di samping putranya. "Adek udah tidur dari tadi."

Dio mengernyit mendengar penuturan sang mama. Jarang sekali adiknya itu tidur sebelum Dio pulang. Pasti ada yang tidak beres. Atau mungkin ... Dean hanya lelah saja? Terdorong oleh rasa penasaran Dio kembali bertanya, "Adek tumben jam segini udah tidur, Ma?"

"Badannya agak panas, dari sore tadi juga udah tiduran terus," sahut Diandra. "Abang mau makan sekarang apa mandi dulu?"

"Mau lihat Adek dulu."

Diandra mengangguk saja. Dio memang sangat menyayangi Dean. Mungkin karena Dean satu-satunya yang dia punya, jadi setiap merasa ada yang tidak beres dengan sang adik, Dio langsung disergap rasa cemas berlebih. Satu-satunya dalam artian keluarga kandung. Diandra adalah ibu sambung, biar bagaimanapun tetap tak bisa menggantikan penuh sosok hangat yang telah melahirkan Dio juga Dean.

Perempuan itu mengikuti Dio yang kini masuk ke dalam kamar si bungsu.

"Dek," panggil Dio sembari menepuk pelan pipi adiknya.

Dean tak bergerak apalagi menyahuti panggilan sang kakak. Dean tidur begitu nyenyak.

"Gitu tuh, Bang, dari tadi. Adek tidurnya nyenyak banget. Susah dibangunin."

"Udah minum obat 'kan, Ma?"

Diandra mengangguk. "Mama kasih paracetamol aja. Tadinya mau beli antibiotik, tapi kata Adek gak boleh sembarangan minum antibiotik."

Demam memang erat kaitannya dengan suatu infeksi. Itu merupakan bentuk peringatan sistem kekebalan tubuh agar kita sadar terjadi sesuatu pada tubuh kita. Namun, banyak orang yang keliru dengan langsung tembak menggunakan antibiotik, besar harapan demam lekas mereda. Padahal itu bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. Alasannya, bakteri mungkin saja kebal terhadap antibiotik yang sama apabila orang tersebut kembali sakit.

"Ya udah, gak pa-pa, Ma. Sekarang biarin istirahat aja. Kalau misal besok masih belum turun demamnya, kita ajak berobat."

"Abang mandi ulu, gih. Nanti langsung makan. Jangan sampai semua sakit."

Dio mengangguk. Ia memang sedikit lelah dan tadinya ingin langsung beristirahat. Namun, mendengar sang adik sakit, Dio khawatir. Demi Tuhan, Dio tidak ingin kehilangan siapa pun lagi dalam hidupnya.

***

Erlita Nadira
Si syg ngambek terus.

12 like 8 komentar

Dee geleng-geleng melihat status facebook teman sekelasnya itu. Erlita punya kekasih, tapi masih sering tempel sana-sini.

Leon boedak kasep
J4m4n skr9 n93t1k kyk pake kalkulator. D484r 4n4k 4l4y.

2 like 5 komentar
Meong buluk LO ALAY BOTOL

Ridho Zatnika Gak ngaca

Tiara Andini Leon suka gak ngaca. Tulisannya sendiri alay.

Dee menyimpan ponselnya di atas meja belajar. Tak ada lagi status Faiz yang muncul di beranda facebook-nya karena sudah cukup lama akun lelaki itu ia block. Berusaha melupakan seseorang tidak boleh setengah-setengah. Harus total. Tadinya Dee malah ingin turut melenyapkan barang pemberian Faiz, tapi rasanya sayang karena apa yang diberikan berkaitan dengan club bola kesayangannya.

Semua orang yang tahu mengenai perasaannya pada Faiz memandangnya hina sekarang. Seolah mencintai sosok sesempurna Faiz adalah hal terbodoh. Dee yang bukan apa-apa mencintai Faiz yang punya segalanya.

Semua menyalahkannya. Padahal jika Faiz tahu etika berteman dengan seorang wanita, maka tidak akan ada yang jatuh cinta padanya. Buktinya bukan hanya Dee yang menyukai Faiz. Tiara Andini——yang dulu sahabatnya——pun menyukai Faiz. Dee sangat percaya pada Tiara kala itu. Menceritakan perasaan yang ia punya pada Faiz. Tapi, setelah ketahuan kalau Tiara merasakan hal yang sama, perlahan malah gadis itu yang menjauhinya. Dan bicara pada semua orang kalau selama ini Dee terlalu percaya diri merasa dicintai oleh Faiz. Sebenarnya siapa yang salah?

Dee tidak ingin dipermalukan lagi. Mulai sekarang, Dee akan serius belajar, agar orang tuanya bangga. Itu saja.

Daripada

Bersambung ....

Double F || RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang