Janji 29 - Mulai Salah Tingkah

35.6K 4.3K 447
                                    

Jarum jam di kamar Jendra menununjukkan pukul sepuluh malam, tatkala cowok itu baru saja mematikan lampu belajar dan menggantinya dengan lampu tidur.

Hari ini terasa panjang bagi Jendra. Banyak hal tak terduga terjadi secara berurutan hari ini, mulai dari Nirma yang membawakan makanan untuknya, Nessa yang merundung Nirma hingga membuat ia kelabakan mencari di penjuru sekolah, hingga pengakuan Nirma yang menyaksikan secara langsung, ia mengalahkan Giri tahun lalu.

Ada gelenyar aneh di hatinya saat menyadari, orang yang dimaksud Nirma dalam tulisannya, adalah Jendra sendiri. Campuran antara senang dan bingung. Jujur, ia senang karena ada yang kagum padanya, bahkan sejak lama. Namun, di saat yang bersamaan, Jendra bingung karena tidak tahu harus melakukan apa.

Memang, hatinya sedikit tersengat saat tahu ada laki-laki yang menyukai Nirma. Namun, saat itu ia yakin, hanya perasaan konyol karena merasa aneh saja ada cowok yang menyukai gadis aneh seperti Nirma.

Sayang, gelenyar aneh itu semakin menjadi-jadi saat ia membaca secarik kertas berisi tulisan untuk seseorang yang Nirma kagumi dari jauh. Kilasan kebersamaanya dengan gadis itu, terus-menerus muncul di pikirannya.

Nirma yang tak gentar saat ia terus mengomentarinya dengan kalimat-kalimat ketus, Nirma yang terus berlatih untuk membuktikan padanya bahwa ia tidak bodoh, Nirma dengan mata yang berbinar, tampak antusias mendengar impiannya, dan Nirma yang mengkhawatirkan konsentrasinya akan buyar karena menyelamatkan gadis itu dari Nessa.

Potongan-potangan adegan itu muncul seperti sebuah film, hingga ia menyadari satu hal. Ia mulai peduli pada Nirma. Jendra tersenyum miris menyadari hal tersebut.

"Kenapa gue jadi mikirin dia terus gini? Masak iya, gue mulai suka sama dia?" gumamnya entah pada siapa.

Menghela napas berat, Jendra menggeleng dan berucap pada dirinya sendiri, "Ingat impian-impian lo, Jen. Pacaran cuma menghambat impian lo aja."

Jendra kembali teringat masa-masa pacarannya bersama sang mantan, yang nyatanya berakhir karena Jendra terlalu sibuk dengan kegiatannya, hingga pacarnya saat itu merasa terabaikan.

Tapi, Nirma bukan cewek ribet kayak gitu. Dia bahkan khawatir banget gue enggak konsen sama seleksi akhir, padahal dia sendiri hampir celaka gara-gara gue.

Jendra memijat pelipisnya pelan dan menarik selimutnya hingga sebatas dada. Namun, rentetan denting dari ponsel, membuat ia batal memejamkan mata. Dengan enggan ia menyambar ponsel yang tergeletak di atas nakas. Nama Dion terpampang di layar ponselnya.

Sudiono Saputro: Jen, jangan lupa. Helm gue yang dibawa cewek lo balikin ya.

Rajendra Wardhana: Gara-gara mulut lo yang ember itu, Nirma celaka.

Sudiono Saputro: Sorry, Bro. Habisnya tadi pada tanya, yang bikin eclair siapa? Ya gue bilang aja Nirma. Nah, mereka tanya, Nirma siapa? Masak gue bilang tukang jual gorengan? Ya gue bilang cewek lo lah, biar cepet.

Sudiono Saputro: Tapi, Nirma enggak apa-apa, kan? Bisa gawat kalau Kak Giri tahu.

Rajendra Wardhana: Dia bukan pengadu. Bahkan lo jauh lebih ember daripada dia.

Sudiono Saputro: Cie ... belain terus nih. Sekalian aja jadian beneran.

Rajendra Wardhana: Lo gila!

Sudiono Saputro: Dude! Lo bilang dia cewek lo di depan Nessa. Enggak sampai satu jam udah nyebar kali.

Jendra menelan liurnya susah payah. Ucapan Dion ada benarnya juga. Jika setelah mengatakan hal itu, mereka tak tampak sering bersama, pasti akan terasa janggal, dan Nessa akan kembali dengan kenekatannya. Ia tak ingin Nessa menganggu Nirma lagi.

JANJI [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora