Saturdate with Nirmala

51.8K 4.2K 375
                                    

"Halo, Gengs. Jumpa lagi sama gue Davindra Rasjid, dan teman gue yang masih awet jomblonya−"

"Arista Puspadewi. Bakal nemenin kalian semua di acara...."

Davin dan Rista dengan kompak berujar, "Saturdate with Linus!"

"Selama satu bab ke depan, kami berdua bakal nemenin kalian para jomblo yang kesepian. Kalian bisa kirim salam, tanya-tanya, atau modusin kami berdua juga boleh." Davin tertawa sendiri mendengar leluconnya yang garing.

"Well, hari ini kita kedatangan tamu nih. Dia cewek separuh normal banyak anehnya." Rista mengangkat jari telunjuk dan tengahnya seraya komat-kamit mengucapkan 'peace' pelan. "Gue enggak tahu, kenapa dia yang aneh gitu malah jadi tokoh utama? Kenapa enggak gue aja sih? Gue kan, lebih cantik. Lebih normal juga. Iya kan, Vin?"

"Udah banyak tokoh utama kayak lo kali, Ris." Ucapan Davin membuat Rista memasang tampang pura-pura kesal padanya. "Enggak usah didengerin ya, Nir. Rista bercanda doang." Nirma hanya cengar-cengir mendengar pembelaan Davin pada partner siarannya. "Yuk, silakan perkenalan dulu."

Dengan semangat empat lima, Nirma mendekat ke arah mikrofon yang tertanam di meja siaran. "Halo, gue Nirmala Larasati Kuntjoro. Biasa dipanggil Nirma. Sekarang kelas X IIS 2."

"Tiap kali gue dengar nama lo, gue jadi inget tokoh Nirmala di majalah Bobo. Anggun, cantik, kayak putri gitu." Rista mulai mengutarakan opininya. "Nah, kenapa nama lo Nirmala? Kan enggak cocok sama tingkah laku lo yang aneh itu."

Nirmala menatap Rista dengan sebal. "Enggak usah jujur-jujur banget kali, Kak. Mana gue tahu bakal dikasih nama Nirmala? Gue kan, masih bayi. Mana bisa request nama ke orang tua? Kalau bisa request sih gue penginnya dikasih nama Tiffany kek, atau Jessica gitu. Tapi, orang tua gue Jawa tulen, makanya gue dikasih nama Nirmala, yang artinya suci atau murni gitu."

Rista dan Davin hanya memutar matanya bosan, mendengar bualan Nirma. "Oke deh, asal lo senang aja," ucap Rista kemudian.

"Giliran gue yang tanya ya?" Davin kini mengambil alih monopoli mikrofon. "Kenapa sih lo sering banget bikin janji-janji aneh? Mana sering makan korban lagi."

Nirma cengar-cengir mendengar pertanyaan Davin yang begitu menohoknya. "Itu... sebenarnya dulu gue sering janji sama diri gue sendiri buat semacam motivasi gitu, Kak. Misal, gue bakal beli es krim kalau selesai ngerjain PR Fisika. Terus misalnya lagi, gue bakal ngasih duit lima puluh ribu ke pengemis, kalau gue dapet nilai Matematika di atas KKM[1]. Semacam itu lah. Tapi, lama-lama jadi kebiasaan dan kadang mulut itu kerjanya lebih cepat daripada otak. Jadi, udah terlanjur janji tanpa mikir akibatnya gitu."

Davin dan Rista sama-sama mengangguk paham mendengar penjelasan Nirma. "Terus, kenapa sih lo sering nyebut-nyebut boxer merah Kak Giri?" Rista yang penasaran, tak kuasa lagi membendung pertanyaan yang ingin ia tanyakan dari tadi.

"Gimana enggak kebayang terus kalau di setiap sudut rumah, selalu ngelihat dia pakai boxer merahnya?" gerutu Nirma sebal. "Bayangin aja, Kak. Semua boxer dia tuh warnanya merah. Katanya lebih pede kalau pake warna merah gitu."

Nirma berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Mas Giri itu kalau di rumah suka semena-mena sama gue. Udah kayak majikan sama pembantu. Gue nyuci, nyeterika, ngepel, masak, benerin genteng, eh, salah, yang terakhir gue ngarang. Yah, pokoknya gue yang ngerjain semua. Dia cuma gosok-gosok mobil kesayangannya sama main game tujuh milyar itu!" Nirma tampak menggebu-gebu mengutarakan kejengkelannya. "Tapi, dia sayang banget sama gue. Dia yang maju duluan kalau ada yang gangguin gue. Kayak waktu kemarin masalah sama Kak Jendra Gue udah jelasin itu cuma salah paham, eh si Kolor Merah enggak percaya."

JANJI [Completed]Where stories live. Discover now