Chapter 16: Letters & Paintings

815 131 6
                                    

-Edmund-

Paginya parade dimulai. Rakyat Telmar terlihat antusias melihat kami walaupun ini sudah hari kedua kami di sini. Rasanya seperti dulu, kami merasa dibutuhkan dan diinginkan, mengingat saat perang dunia kedua masih berjalan, keberadaan anak-anak cukup menyusahkan tapi melihat keluargaku gembira membuatku lupa dengan semua hal buruk yang sudah kami lewati bersama selama ini. Hanya satu yang membuatku merasa tak berdaya, saat Aslan bilang akan memulangkan kami.

Kemarin malam setelah Luna kembali ke ruangannya, Aslan mendatangiku. Aku pikir aku hanya akan mendapatkan ucapan selamat malam, tapi Aslan tidak akan pernah melakukan "Hanya 'Selamat Malam'." Dia memberitahuku banyak hal, menjawab pertanyaan-pertanyaanku tentang perempuan yang baru aku temui beberapa minggu yang lalu tanpa sengaja hampir mati tenggelam. Tentang kenapa dia membawanya kesini.

Aslan hanya menjawab, "Ada hal yang tidak kau sangka begitu terikat sampai bahkan takdir pun tidak punya pilihan lain."

Sunggu itu bukan satu-satunya hal yang membuatku merasa begitu penuh harapan atau bahkan memberiku sedikit kebahagiaan selama berada di sini. Narnia jelas merubah banyak hal dalam hidup kami, salah satunya saat aku kembali ke kamarku, aku mendapatkan setumpuk surat di atas meja. Sebagian memiliki nama tertera dan sebagian lagi tidak. Jujur awalnya aku hanya akan mengabaikannya tapi setiap kali aku membaca surat-surat itu aku tidak bisa menahan tawa dengan kata-kata yang ditujukan untukku.

Mulai dari yang biasa seperti "Terima kasih atas jasa-jasamu." Sampai yang agak... menarik seperti... "Datanglah kerumahku di seberang toko bunga dan akan aku berikan padamu hatiku." atau "JADIKAN AKU RATUMU!" yang tertulis di secarik perkamen raksasa yang dibawa beberapa gadis kemarin sore saat aku berkeliling dengan Luna di pemukiman rakyat. Mereka memanggil-manggil namaku, tapi aku bukan tipe orang seperti Peter yang bisa dengan santainya menerima panggilan "Kasih Sayang" seperti itu. Sungguh iu terlalu terang-terangan. Aku mulai berpikir apa sebaiknya aku kabur saja dari gadis-gadis Telmar itu... dan Luna? Dia tidak cemburu tapi dia malah kabur duluan sambil tertawa terpingkal-pingkal ke istana sebelum aku meminta tolong saat dikerubuni gadis-gadis Telmar.

Surat terakhir yang aku baca membuatku malas berpikir dan memilih untuk tidur. Tertulis banyak kata-kata metafora yang cukup asing untuk dijadikan metafora surat penggemar seperti "Dirimu adalah jiwa yang bebas. Membuatku ingin membelenggumu dengan cinta. Kau bagaikan burung yang terbang di bawah mahari, begitu bersinar, tinggi, dan bebas. Matamu berkilau bagaikan sungai Beruna." Dan sebagainya.

Pertama, aku bukan penggemar berat metafora, aku tidak yakin kalau burung bisa naik kuda seperti aku menunggangi kuda. Kedua, oh tidak, bahkan saat aku jatuh cinta, aku tidak ingin di "Belenggu", aku hargai perasaanmu tapi tidak ada tempat untuk "Cinta" saat kau membelenggu orang yang kau "cintai". Ketiga, terakhir kali aku melihat kaca, aku yakin warna mataku cokelat dan bukan biru... SUNGAI BERUNA WARNANYA BIRU!

CUKUP! Sudah cukup tertawanya hari ini.

Saat aku terbaring menatap langit-langit kamar, aku memperhatikan lukisan-lukisan rumit tergambar di sana dan semakin aku perhatikan, semakin jelas ada keanehan di situ. Gambar dua pria, yang satu terlihat lebih tua dari yang lain. Di antara dua pria itu terdapat gambar sebuah jam besar. Mataku terasa semakin berat, dan saat itu juga aku merasa seperti melihat jarum jam pada gambar itu bergerak mundur lalu maju lagi dan merubah gambaran kedua pria menjadi sosok yang lebih muda. Pria yang satu memakai pakaian kerajaan dan mahkota silver. Aku yakin dia Raja atau semacamnya dan dia memberikan sepucuk surat pada pria yang lebih tua darinya itu.

Tunggu...

Bukankah itu...

Mahkota kerajaanku?

Lost in Time: The Beginning (BOOK 1 - TAMAT)Where stories live. Discover now