Mie ramen pengganjal perut

57.5K 5.6K 71
                                    


Galuh langsung tertidur ketika pekerjaannya telah usai. Bangun-bangun sudah jam 10 malam, ia  melewatkan acara mandi dan makan malam. Franda saja sudah bergelung dengan kasur dan guling tidur memunggunginya

Tanpa sadar gadis itu mengelus-elus perut, usus-ususnya dah pada demo minta jatah untuk diisi. Di tempat asing, bangun jam 10 malam perut keroncongan dimana mana coba mau cari makan? kalau di Jogja tinggal jalan 5 langkah kita ketemu warung angkringan, jual nasi kucing 2ribu rupiah.

Kalau  di Jepang ??alhamdulilah saat turun  ke lobi hotel ada mesin penjual mie instan. Galuh masih disayang Allah gak dibiarkan perutnya meronta-ronta kelaparan. Gimana gak disayang? Ibadah Galuh gak putus, solatnya juga jarang bolong kecuali kalo lagi halangan, bulan merah datang.
Mesin mie, mesin minuman ada praktisnya hidup di sini. Apa jadinya mesin-mesin ini kalo ada di negara Indonesia? Sudah dijarahi, isinya diambil, mesinnya dirongsokin. Jembatan Suramadu yang baru dibangun aja, skrupnya dah pada ilang di kiloin.

"Mbak Dian belum tidur?". Galuh membeli mie dan menuangkan air panas ke dalam cupnya. Ketemu Dian yang mengotak-atik ponsel canggihnya. Galuh rasa di jaman modern ini hubungan manusia dan ponsel lebih penting ponsel.

"Habis telpon anak luh, kangen". Galuh kemudian duduk di lobi hotel sambil menunggu mienya matang. Beruntung masih punya keluarga untuk dihubungi sedang Galuh mau telpon takut, di suruh pulang. Biar cuma lewat telpon gertakan si romo masih mempan, buat galuh tunduk menciut takut.

"Anaknya umur berapa tahun mbak? ".

"Umur 4 tahun, cewek luh.dia gak bisa tidur kalo gk sama saya". Jawab Dian diselingi menyeruput kopinya. Dian  menunjukkan foto putrinya yang ada di layar ponsel. Mirip Dian begitu cantik dna tentu menggemaskan.

Gini banget jadi emak-emak, apa- apa inget anak. Jadi kangen kan sama ibu. Apa kabarnya beliau, sehat-sehat saja bukan.

"Jadi pingin punya anak mbak. Umur 4 tahun pasti lucu-lucunya". Galuh membayangkan anak Dian sama dengan dirinya dulu, yang pasti cerewet, dipenuhi pita rambut dan giginya banyak yang ompong karena terlalu banyak makan manis.

Jadi ingat falsafah Jawa bahwa anak perempuan itu harga diri dan anak lelaki kebanggaan keluarga. Itu yang selalu ayah dan ibunya tanamkan tapi dengan minggatnya dia dari kedaton dan memutuskan sepihak pertunangannya. Galuh merasa tidak pantas menyandang gelarnya sebagai raden ajeng, harga diri keluarganya pasti sudah terinjak injak.

"Emang udah punya calon?". Galuh yang tadinya melamun kini menoleh mendengar pertanyaan itu. Dia hanya tersenyum simpul. Calon? Dia baru saja minggat dari calon suaminya dan tidak berminat buat cari pacar. Ia belum memikirkan mau berumah tangga diusianya yang baru 22 tahun. Galuh pingin kerja, pingin keluar dari doktrin-doktrin kebangsawanannya yang mengikat kebebasannya sebagai manusia

"Kerja dulu yang bener baru mikir mau punya suami". Bukan Galuh yang menjawab tapi seorang lelaki yang tengah asyik menyeruput mie instan miliknya. Galuh yang baru sadar mie nya sudah berpindah tangan,menatap lelaki itu geram.

"Pak Juna, baru balik pak?". Sapa  Dian .

"Laper pak?". Sindir Galuh yang dongkol karena mie nya diembat tanpa permisi.

"Ada mie nganggur ya saya makan. Saya belum makan tadi". Juna  tak berperi kebawahan,emang situ doang yang laper sini perutnya juga udah konser dangdut.

"Dasarnya pak juna aja yang clamitan". Emosi Galuh bertambah karena perut lapernya." Bisa sih gak bapak hargai privasi orang?". Orang bilang kadar gula seseorang mempengaruhi emosi ternyata benar adanya.

"Pelit banget jadi cewek, kalau cewek pelit-pelit gak ada yang mau".

"Siapa bilang? Emak- emak rata-rata pelit udah punya suami semua. Tanya aja sama mbak Dian". Galuh jelas tak mau kalah dan si Dian sudah hilang ngacir entah kemana.

assistanku putri keratonWhere stories live. Discover now