Part 5

1.4K 120 19
                                    


B

ingung. Itulah yang tengah dirasakan oleh Kristal saat mobil memasuki hutan yang sepi, dingin dan gelap. Berbeda dengan Rian dan ketiga saudaranya yang tampak tenang. Sebenarnya Kristal panik juga, dia takut kalau keempat pria itu akan menculiknya lalu mengambil organ dalamnya dan menjualnya.

“Kami tidak akan macam-macam,” kata Rio. Dia memberikan seringai pada Kristal sampai gadis itu bergidik ngeri. “Paling hanya satu macam.”

“Aku..aku rasa aku tidak jadi bekerja di rumah kalian, bisakah kalian membawaku kembali ke sekolah?” Kristal semakin panik saat merasa tidak ada tanda-tanda kalau mobil akan berhenti, malah bergerak cepat di atas tanah yang tidak ditumbuhi pepohonan, mungkin sengaja dibuat jalan. Rian yang berada di samping Kristal tiba-tiba menggengam tangannya. Sontak, Kristal berusaha melepasnya. “Jangan sentuh aku!”

“Manusia yang telah memasuki hutan ini tidak akan bisa keluar lagi, kecuali atas izin dariku.”

Kristal terdiam, meresapi ucapan Rian, dia merasa ada yang ganjal dari kalimat itu. Tapi apa? Lamunannya buyar saat melihat sebuah gerbang menjulang tinggi di depan mobil, gerbang itu terbuka dengan sendirinya membiarkan mobil bebas untuk masuk. “Apakah itu otomatis terbuka? Tidak mungkin orang dapat membuka gerbang sebesar itu.”

“Jangan banyak tanya, cepat keluar!”

Gadis itu mencebikkan bibirnya kesal. Rio selalu saja begitu padanya. Kristal keluar dari mobil dan berjalan di belakang Rian. Rasa kesalnya tadi menguap begitu saja saat melihat sebuah rumah—tidak! Ini bukan rumah, melainkan sebuah istana baginya. Bangunan di depannya begitu megah dan menakjubkan, ada unsur-unsur kuno di setiap dinding bangunannya.

“Ayo.” Rian menarik tangan Kristal masuk ke dalam bangunan itu.

Begitu pintu terbuka, mulut Kristal ikut terbuka. Matanya tak sedetik pun berkedip. Kemudian dia beralih pada wanita-wanita berpakaian hitam putih dengan wajah pucat yang berdiri berjajar. Mereka membungkukan badan saat keempat lelaki di depan Kristal itu berjalan melewati mereka. Tetapi Kristal juga melihat beberapa dari mereka meliriknya dengan tatapan seakan mau memangsanya hidup-hidup. Tubuhnya tiba-tiba merinding, ditambah lagi dengan aura yang dirasakannya sejak masuk ke tempat itu begitu dingin dan mencengkam.

“Duduk!”

Kristal langsung duduk di sebelah Rian dengan mata yang masih berkeliaran meneliti rumah itu.

“Dasar kampungan!” celetuk Rio yang membuat gadis itu menancapkan pandangan pada meja di depannya.

“Kurasa pelayan di sini sudah cukup banyak. Kenapa kalian ingin aku bekerja di sini?” tanya Kristal dengan dahi berkerut.

“Memang pelayan kami sudah banyak, tapi kami ingin kau menjadi pelayan pribadi kami.”

“Pelayan pribadi?” ulang Kristal.

“Iya. Maka dari itu, sejak kau menyetujui untuk bekerja pada kami, kau harus tinggal di sini. Melayani kami sampai kami tidur.”

“A-apa? Tidak! Aku tidak jadi bekerja di sini. Batal! Aku ingin pulang.” Kristal berdiri dan menatap nyalang keempat pria itu. Dia melangkah menjauh sampai sebuah suara dengan nada dingin menghentikannya. Badannya memutar, membalas tatapan mata Rian yang menusuk.

“Kau tidak akan bisa keluar dari sini. Coba saja!” seringai kecil terbit di wajah tampan dan pucatnya, tak jauh berbeda dengan ketiga saudaranya yang menatap remeh Kristal.

“Mungkin sebelum kau keluar dari hutan ini, tubuhmu sudah lebih dulu menjadi santapan binatang-binatang liar di luar sana,” ujar Alder.

Tangan gadis itu terkepal erat, menahan emosi yang meledak-ledak. “Kalian.. bajingan!”

***

“Kristal, pilihkan baju tidurku!”

“Kristal, siapkan air hangat untukku mandi!”

“Kristal, tolong ambilkan bolaku!”

“Kristal, bacakan cerita ini!”

Kristal menggeram frustasi, rambutnya sudah berantakan, wajahnya kucel dan keringat membanjiri tubuhnya. Dia mengangkat kedua tangannya, pasrah. “Aku lebih memilih mati di tangan para binatang itu. Aku lelah, aku ingin pulang dan istirahat.” Dia duduk di tangga terakhir sambil menunduk.

“Ini.”

Deg. Gadis itu mendongkak dan melihat minuman dingin yang amat menggoda di hadapannya. Kemudian dia lebih mendongkak lagi dan mendapati Rian yang sedang mengamatinya. Sejenak mereka bertatapan, sebelum akhirnya Kristal menerima botol itu. “Terima kasih,” ucapnya lalu meneguk habis isinya sampai habis.

Rian terkekeh kecil. Kristal kaget dan sempat terpana akan ketampanan pria itu. Lengannya tiba-tiba ditarik oleh Rian hingga berdiri. “Ayo kita beristirahat.” Belum sempat Kristal menyela, dirinya sudah lebih dulu ditarik dan masuk ke dalam ruangan besar nan megah, ini bahkan lebih besar dari kamar milik Alder, Eric dan Rio.

“Apa maksudnya ini? Kau sedang tidak mengajakku untuk tidur bersama kan?” tanyanya was-was.

“Disini sudah tidak ada kamar kosong lagi. Semuanya sudah penuh oleh pelayan-pelayan rumah ini,” jawab Rian sambil menarik paksa Kristal dan membaringkannya di ranjang. Tak lupa pula ia menyelimutinya, mengingat udara di malam hari begitu dingin.

“T-tapi..”

“Tidak ada tapi, cepatlah tidur!”

“Setidaknya biarkan aku membersihkan diri dulu.”

Rian menghela napas dan menunjukkan kamar mandi beserta walk in closetnya pada Kristal. “Ambil saja handuk dan pakaian ganti di sana.”

Kepala gadis itu mengangguk. “Baiklah, terima kasih,” ucapnya namun tak dibalas oleh Rian, karena pria itu langsung meninggalkannya. Sontak dia mencebik karena kesal. “Dasar pria arogan! Sudahlah, lebih baik aku mandi dulu.”

***

Legendary DreamWhere stories live. Discover now