Part 3

1.5K 103 5
                                    

[SUDAH REVISI]

Sepulang sekolah, Kristal memutuskan untuk pergi ke perpustakaan dulu untuk mencari referensi sejarah. Tempat itu cukup sepi, hanya ada satu atau dua orang yang meminjam buku. Matanya dengan teliti mencari buku. Tapi bulu kuduknya tiba-tiba berdiri saat merasa ada angin yang berhembus di lehernya dan terasa dingin. “Apa AC-nya dinyalakan? Padahal sekarang sudah memasuki musim dingin.” Diabaikannya hal itu, dia memekik senang menemukan buku yang dicarinya, tapi sayang buku itu berada di rak yang tinggi. Bahkan setelah dia berjinjit dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi, buku itu belum bisa ia gapai.

Tiba-tiba ada tangan yang mengambil buku itu. Kristal membalikkan badan dan wajahnya langsung bertabrakan dengan dada bidang seorang lelaki. Wangi lelaki itu menguar, tercium hidungnya. Perlahan Kristal mendongkak dan matanya langsung beradu dengan sepasang mata tajam nan dingin.

“Ini.”

Kristal menerima buku yang disodorkan itu. “Terima kasih, Rian.” Baru saja Kristal mau pergi, tangannya dicekal lebih dulu dengan kuat hingga tubuhnya berbalik. Dia meringis, “kau ini apa-apaan sih?”

Rian menyudutkan Kristal di rak buku, masih dengan tatapan yang tak mau lepas sejengkal pun dari wajah Kristal. “Kenapa kau begitu ketus pada kami?” tanyanya.

Gadis itu melengos sambil berdecih. “Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kalian begitu arogan dan sombong?” didorongnya tubuh Rian, berharap pria itu dapat menjauh, tapi ternyata nihil. “Bisakah kau menyingkir? Kau membuatku risih.”

“Kau harus bertanggung jawab, Kristal,” ucap Rian tiba-tiba.

“Bertanggung jawab? Apa maksudmu? Jangan mengada-ngada.” Kristal kembali mendorong dada Rian dan kali ini lelaki itu mengalah membiarkan Kristal pergi yang terus menerka-nerka apa maksud dari ucapan Rian. “Apa maksudnya? Aku kan tidak melakukan kesalahan padanya atau ketiga saudaranya itu.” Ya, semua orang sudah tahu kalau ternyata mereka bersaudara. “Sudahlah, daripada memikirkan kata-katanya, lebih baik aku membeli es krim dulu sebelum bekerja.”

Kristal adalah pekerja paruh waktu di salah satu restoran bintang lima di kota itu. Sejak kedua orang tuanya meninggal dunia, Kristal dituntut mandiri untuk tetap hidup. Meskipun orang tuanya meninggalkan uang tabungan begitu banyak, tapi bisa saja sewaktu-waktu uang itu akan habis. Dia punya sanak saudara, tapi mereka berada di negara yang berbeda dengan Kristal.

Usai memakan habis es krimnya, Kristal langsung menuju ke tempatnya bekerja. Sebuah restoran yang berdiri sudah sejak lama dan memiliki banyak cabang. Tidak ada yang tahu siapa pemilik restoran itu, keberadaannya sangat misterius di mata masyarakat. Tapi Kristal tak peduli, yang penting ia punya pekerjaan dan mendapatkan uang.

“Kristal, kau baru datang?” tanya perempuan berambut hitam legam dengan paras cantik yang selalu menarik perhatian setiap kaum adam. Dia adalah Ms. Karina, bosnya di restoran ini. Matanya melirik ke belakang tubuh Kristal sebelum kembali memandang gadis yang mengangguk sebagai jawaban. “Ya sudah, cepatlah ganti pakaian dan segera bekerja. Semangat!”

Kristal menundukan kepalanya kecil sambil tersenyum kikuk, lalu pergi ke ruang ganti. Di ruangan itu hanya ada dirinya saja, karena teman-temannya sudah selesai berganti. Disaat mau melepas seragamnya, dia merasa ada seseorang yang mengamatinya. Kepalanya menoleh cepat ke tembok yang membatasi ruang ganti dengan toilet. “Tidak ada siapa pun,” gumamnya. Kristal melanjutkan kembali kegiatannya mengganti baju. “Kenapa akhir-akhir ini aku terus merasa diawasi? Apa benar aku hanya berhalusinasi?”

“Sepertinya kau butuh psikiater, Kristal.” Suara itu membuat Kristal terlonjak kaget. “Sedari tadi kau terus berbicara sendiri.”

“Apa kau tadi mengintipku mengganti baju, Ana?” tanya Kristal.

Ana mengerutkan kening lalu menggelengkan kepalanya. “Aku baru datang dan ya..aku masih normal. Untuk apa mengintipmu?” Perempuan itu melipat kedua tangannya di atas perut. “Aku ke sini karena mendapat perintah dari Ms. Karina untuk mengumpulkan seluruh karyawan.”

“Ada apa? Kenapa dikumpulkan? Tidak biasanya. Apa gaji kita dinaikkan?” tanya Kristal dengan penuh harap.

“Aku sih inginnya begitu. Tapi sayang sekali, bukan itu tujuannya mengumpulkan kita. Katanya, bos besar alias pemilik restoran besar ini datang untuk pertama kalinya. Restoran juga sudah ditutup.”

Kristal mendesah kecewa. “Ya sudah, ayo.”

***

“Jadi dia?” Karina meletakkan lima buah gelas dengan minuman berwarna merah pekat di atas meja. Dia menyesap salah satunya dengan anggun. Lalu kembali memusatkan pandangan pada lawan bicaranya yang hanya mengangguk. “Syukurlah. Dia gadis yang baik hati dan mandiri.”

“Tapi dia juga galak dan ketus pada kami.”

Karina tertawa kecil. “Dia juga irit bicara dan agak kaku jika sedang berbincang denganku. Tapi aku melihat kalau dia adalah wanita yang apa adanya alias tidak bersembunyi dibalik topeng.”

“Ya, tidak seperti seseorang yang pura-pura baik kepada saudaraku hanya karena dia kaya raya, lalu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain.”

“Kenapa hari ini kau terus meledekku seperti itu?”

“Sudahlah, ayo kita ke bawah. Mereka pasti sudah menunggu dan pastinya juga ada dia.” Karina meneguk air putih dan menyemprotkan pewangi mulut untuk menyamarkan bau amis di mulutnya. Mereka berdiri dan keluar dari ruangan bercat putih itu. Dilanjutkan dengan melangkah ke ruang utama restoran.

Para karyawan sudah berbaris rapi di sana dengan senyum merekah menatap kelima orang itu. Kecuali seorang perempuan berponi yang memejamkan matanya dengan kepala mengangguk-angguk. Salah satu dari kelima orang itu maju dan mengangkat dagu si perempuan.

“Tertidur disaat jam kerja?”

Perempuan itu langsung membuka matanya dan melotot kaget. “Rian?” bisiknya. Kemudian menolehkan kepalanya pada Ms. Karina dan ketiga orang di sampingnya. “Jangan bilang..”

“Perkenalkan, keempat lelaki tampan ini adalah pemilik perusahaan Hariel, termasuk restoran ini.” Ms. Karina memperkenalkan. “Kristal, bagaimana bisa kau tertidur di waktu sepenting ini?”

Tatapan horror Kristal layangkan pada Rian. Kemudian melepaskan tangan lelaki itu yang masih bertengger di dagunya. Dia beralih pada Ms. Karina. “Maaf, Ms,” ucapnya sambil membungkukkan setengah badan—dia masih menggunakan adat dari tempat kelahirannya, Korea.

Rian menjauh dari Kristal dan berdiri di samping Eric. Keempat lelaki itu memandang mata setiap karyawan dengan dingin hingga mereka pun menunduk takut. Semenjak kedatangan keempat lelaki itu, ruangan menjadi mencengkam dan membuat bulu kuduk mereka meremang.

“Saya punya peraturan tambahan.” Rio memandang seorang perempuan dengan pakaian yang amat ketat dan minim. “Gunakan pakaian yang sopan, jauh dari kata minim, ketat dan kekurangan bahan. Bagi perempuan yang berambut panjang, tolong disanggul dengan rapi. Sedangkan yang laki-laki tolong pangkas dengan baik rambutnya, saya tidak ingin pelayan restoran ini dianggap sebagai perkumpulan anak nakal.”

“Kau, ikut kami,” tunjuk Alder pada Kristal.

Semua menatap iba pada Kristal, sedangkan Kristal tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti mereka menuju ruangan Ms. Karina.

***

Legendary DreamWhere stories live. Discover now