Seokmin mengerang malas. Ia tahu kakaknya itu memang seorang pekerja serabutan yang gemar memodifikasi mobil, atau hanya sekedar membetulkannya. "Mobil siapa kali ini?" Tanya Seokmin sembari melirik ke arah garasi rumahnya yang terbuka lebar. Menampakkan beberapa mobil tua Peugeot dan Hyundai yang kelihatannya sudah beberapa kali mengalami kecelakaan. "Seungcheol?"

Soonyoung menggedikkan bahu. Ia merebut surat-surat dari tangan sang adik dan memilahnya dengan antusias. "Lee Seokmin, Lee Seokmin, Lee Seokmin, tagihan listrik, Lee Seokmin, pajak mobil— nah, Kwon Soonyoung!" memang Seokmin dan Soonyoung itu bukan saudara kandung, mereka satu ibu namun berbeda ayah. "Ahh— yang benar saja? Sekali kesempatan aku dapat surat itu kenapa harus dari perpustakaan kota? Sudah setahun, ku pikir mereka lupa jika aku meminjam buku aransemen."

Seokmin hanya tersenyum meremehkan mendengar keluhan Soonyoung yang seolah selalu ada di tiap harinya. Mereka berjalan berdampingan menuju ke dalam rumah, dengan Soonyoung yang masih berdecak sebal dan tangan-tangan hitam ber-oli yang memegang surat-surat itu. "Eoh, benar juga. Omong-omong, kau tidak pergi sekarang? Ku dengar Jeonghan sudah berangkat beberapa jam yang lalu."

Tak butuh waktu sekian detik untuk membuat tubuh Seokmin menegang di tempat. Ia tidak bisa rileks tiap nama pemuda cantik itu terdengar olehnya. "Hmm ya, jadwalku esok hari.".

Bohong. Jadwalnya berangkat untuk menjadi dokter di luar negeri memang besok, tapi alasan sebenarnya lah yang membuatnya berdiri kaku di ambang pintu rumah. Soonyoung bukan tipe orang yang sensitif dengan hal yang ada disekitarnya, hingga ia hanya mengangguk-angguk mengerti sambil berjalan melewati Seokmin yang masih terdiam.

Soonyoung meletakkan surat-surat itu di atas meja, lalu melirik Seokmin dengan santai. "Seungcheol akan kemari setelah dari bandara, tolong beri tahu dia untuk segera ke garasi saja."

.

Mencubiti bibir bawah adalah kebiasaan Jisoo yang menandakan dirinya sedang memutar otak kreatifnya. Jisoo itu tidak jenius dalam bidang akademik, makanya menghitung laba rugi bukanlah keahliannya. Ia terus mengamati dengan raut frustasi 3 tumpuk buku bertabel yang penuh angka-angka di atas meja kerjanya. Kelima jari di tangan kirinya mengetuk-ngetuk lengan kursi secara bergantian.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Benar. Kim Mingyu itu bukan sekedar kepala pelayan. Dia adalah butler yang telah terlatih secara fisik serta intelejensi-nya. Jisoo melihat Mingyu dengan sumringah, lalu menangguk-angguk semangat dengan kedua telapak tangannya yang mendorong tumpukan buku catatan akuntan ke hadapan Mingyu. Setelah pelayan pribadinya itu mengambilnya, Jisoo menggerakkan jemarinya dengan semangat.

"Tolong berikan padaku besok siang, aku akan menyusul Seungcheol ke bandara."

Sebenarnya Mingyu tidak setuju dengan permintaan Jisoo, karena berarti Tuan mudanya itu akan pergi ke bandara dengan taxi yang notabene bukan dirinya lah yang menjadi supir. Mingyu tidak akan percaya siapapun jika bukan dirinya, Seungcheol, atau supir bus yang menjadi tumpangan Jisoo. Jisoo juga tampaknya mengerti dengan raut kegelisahan Mingyu di depannya, lalu ia memberikan senyum semanis mungkin sebelum kembali menggerakkan jemarinya.

"Tenang saja, aku bersama Jun."

Lalu sekejap Mingyu mengangkat kedua alisnya tak suka. Jun? Asisten —sialan— pribadi Joshua Hong? Oh, Mingyu tak pernah menyukai pemuda Cina itu karena Minghao, sahabat sekaligus cinta pertamanya sangat mengejar-ngejar sosok vampir itu. Ahh— mendengar namanya saja kesal, dan sekarang ia harus kalah langkah karena pekerjaannya seolah diambil oleh dengan Jun.

"Aku yang akan mengantar anda, Tuan."

.

Hal yang paling mengejutkan yang pernah terjadi di hidup Seungcheol adalah ketika menemukan sebuah telur di dalam perut kalkun panggang yang baru keluar dari panggangannya. Lalu sekarang, Seungcheol kembali tak berkedip ketika melihat istrinya yang melambai semangat ketika mobil Chevrolet yang dikendarai Mingyu telah menghilang di tikungan.

RECORDS -Cheolsoo-Where stories live. Discover now