Hanya Sebuah Awal

28 5 1
                                    

"Permisi, Lam."

Merasa namanya dipanggil, laki-laki itu langsung menoleh ke samping kanan. "Diandra," sapanya.

Diandra tersenyum. Alam sedikit menggeser tubuhnya, memberikan jalan untuk Diandra agar ia bisa menempelkan sebuah cerita pendek yang berjudul "Cermin"

"Siapa yang buat, Di? Elo?"

"Tim yang buat."

Alam ber-oh ria. Hubungannya dengan Diandra semakin membaik, Diandra tak pernah merasa tak enak hati lagi pada Alam karena insiden satu tahun yang lalu itu.

"Masih sering digangguin sama Re?" tanya Alam. Bukan untuk menggoda atau membahas masalah yang sudah lalu.

"Masih. Annoying boy!"

Alam terkekeh. "Kalau nanti dia nggak ganggu lagi, pasti lo bakalan kangen."

"Justru gue bahagia dan sujud syukur kalau iblis itu nggak ganggu gue lagi. Hidup gue aman, tenang dan damai."

"Benci sama cinta itu beda tipis. Yang benci bisa jadi cinta."

Diandra memutar bola matanya. "Sekarang lo jadi ikut-ikutan godain gue sama Re."

"Re itu asik lagi, dia baik. Nggak se-annoying yang lo kira."

"Tapi faktanya dia kayak gitu, Lam."

"Itu karena elo belum dekat sama dia. Coba deh sekali-kali akur, terus ajak ngobrol. Pasti lo suka," kata Alam memberikan saran.

"Suka gimana?"

"Suka berteman sama dia atau artian suka yang lainnya. Falling in love, maybe?"

Diandra berdeham. "Gue ke kelas duluan ya, Lam. Jangan lupa nanti sore ada latihan!" pamitnya tanpa merespon perkataan Alam sebelumnya.

***

"Nyari apa, Fi?" tanya Re begitu melihat Fiona melangkah masuk ke ruang musik.

"Nyari buku kumpulan puisinya Diandra. Katanya kemarin ketinggalan pas lagi latihan di ruangan ini sama anak musik."

"Oh itu, ada nih sama gue." Re segera memberikan buku yang bersampul biru milik Diandra. "Kok bukan dia aja yang ngambil?"

"Males ketemu sama lo, Re," jawaban Fiona membuat Re terkekeh. Dugaan yang tepat pada sasarannya.

"Diam-diam dia tau ya rutinitas gue setiap pagi yang selalu ada di ruang musik ini. Galak tapi gemesin," ujar Re terkekeh geli.

"Dia sering ceritain hal buruk tentang gue ke elo, Fi?" tanya Re yang sekarang terlihat serius.

"Bukan sering lagi, tapi selalu. Setiap ada kesempatan selalu cerita tentang betapa menyebalkannya seorang Doremi."

"Mungkin kedengarannya aneh, tapi gue suka kalau dia benci sama gue." Re tersenyum. Senyum yang tidak dimengerti oleh Fiona.

"Re, lo sehat? Masa ada orang yang benci sama lo dan menurut lo itu hal yang menyenangkan?" Fiona meminta penjelasan dari bibir Re. Karena mau berpikir seperti apapun, ia tidak tetap mengerti.

Lagi. Re kembali memberikan senyun yang terkesan misterius bagi Fiona. Ia mendekati Fiona dan berkata,  "Ini masih awal aja."

****

Diandra menghela napas setelah mengetahui peran yang harus ia mainkan. Ia menjadi pemeran utama dan berpasangan dengan laki-laki itu. Seketika selera makannya hilang, bakso dan es teh manis yang ada di depannya tidak lagi menggoda.

Cerita Tentang kitaWhere stories live. Discover now