Tujuannya pergi hanya karena teks yang masuk dari Jihoon, teman semasa kuliah sekaligus adik dari pemilik kedai Suga(r), Yoongi. Sebenarnya hanya untuk minum kopi bersama di studio musik milik produser mungil itu, tapi Jisoo sangat setuju mengingat hawa pengap ketika perhatian Seungcheol hanya tertuju pada Jeonghan.

Aish. Jeonghan memang cantik, ia akui. Sangat cantik malah dan Jisoo iri. Bagaimana mungkin seorang lelaki memiliki wajah yang lebih cantik dari Kim Tae Hee? Reflek Jisoo meraba permukaan pipinya sendiri. Halus, tapi ia yakin tak akan sehalus kulit Jeonghan. Jisoo itu juga tidak putih, kulitnya pucat seperti mayat.

Masa bodoh, Jisoo menyukai wajahnya yang manis. Sekarang ia masih sering digoda Mingyu karena manis kok.

.

Hujan turun dengan deras, mengetuk-ngetuk jendela apartemen Seungcheol yang bersuasana mencekam. Setelah kepergian Jisoo, Jeonghan tampak sedikit lebih diam. Apalagi setelah ia mengatakan jika dirinya akan berangkat seminggu lagi. Rasanya Seungcheol ingin sekali membentak Jeonghan di depan wajahnya, menyadarkan pemuda cantik itu bagaimana kehidupan seorang Choi Seungcheol setelah kepergiannya nanti.

"Kau tidak mengerti, Cheol." Lirih Jeonghan. Ia sudah merapatkan diri pada sang kekasih yang hampir collapse karena amarahnya ketika mendengar tenggat waktu kebersamaan mereka yang sedikit.

"Apa yang tidak ku mengerti disini? Kau akan pergi, dan meninggalkanku begitu saja."

"Aku tidak meninggalkanmu!" Seungcheol terkesiap mendengar pekikan Jeonghan. Wajah cantiknya memerah setelah meledakkan emosinya. "Apa kau pikir hanya karena jarak ribuan kilometer aku akan meninggalkanmu? Aku tetap akan pulang, Cheol. Aku akan pulang, karena rumahku adalah dirimu!"

Seungcheol merasakan hatinya menghangat. Sudah lama sekali sejak terakhir kali Jeonghan berkata manis seperti itu. Biasanya Seungcheol yang selalu berucap kata-kata cinta untuk kekasih cantiknya. "Benarkah? Bagaimana caranya kau pulang?"

Jeonghan memutar matanya malas. "Duh. Ku ingatkan ya, dunia sudah modern dan sekarang ada benda raksasa bernama pesawat yang bisa melintasi negara."

Seungcheol terkekeh. Tangannya beranjak mengusak lembut helaian surai Jeonghan yang tampak berkilau. "Kau benar. Maafkan aku karena tak ada cukup uang untuk menjengukmu ke sana nanti." Lirihnya, dan Jeonghan tak suka itu. Ia tidak suka ketika Seungcheol merasa rendah diri karena seakan-akan tak mampu membahagiakan Jeonghan dengan materil.

Pemuda cantik itu mendengus. Memilih memeluk erat Seungcheol sembari menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang kekasih. Menghirup kuat-kuat wangi sabun herbal Seungcheol yang menenangkan. "Aku tak butuh uang. Kita tak butuh kertas-kertas keparat itu. Bersama tak melulu harus berjarak 2 meter atau 2 kilometer. Berjuta-juta kilometer pun jika kita saling mencintai, itu tak masalah."

Ahh— Sejujurnya, Seungcheol merasa Jeonghan terlalu klise saat ini. Ia tertawa canggung, namun tangannya membalas pelukan Jeonghan dan semakin merapatkan jarak di antara mereka. "Kau bukan akan pergi ke matahari, sayang. Kau hanya ke Jerman." Lanjutnya di sertai kekehan keduanya.

Sangat harmonis. Kedua sejoli itu bahkan dapat menyelesaikan konflik di antara mereka dengan cepat. Hanya dengan pelukan hangat dan kata-kata manis yang konyol.

.

"Serius? Kau pulang sekarang? Bahkan kopi mu belum habis." Tanya Jihoon. Ia baru saja menyelesaikan satu bait lagu dari salah satu anggota personel boygroup kelas atas.

Jisoo meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Tangannya bergerak dengan perlahan, berusaha agar Jihoon dapat mengerti maksudnya. Beruntung Jihoon adalah pelajar yang cepat, tak seperti Yoongi yang agaknya cukup malas mempelajari bahasa baru Jisoo.

RECORDS -Cheolsoo-Onde histórias criam vida. Descubra agora