Chapter 6 : Downpour Incursion

566 95 15
                                    

Warning : Chapter ini akan didominasi oleh narasi. Jadi mohon dibaca baik-baik :)

Terima kasih, selamat membaca^^

.

.

.

.

.

Hal aneh yang terkadang ada dalam manusia adalah ; ketika di waktu padat jam kerja merengek untuk merasakan liburan, namun ketika liburan panjang telah tiba tak sedikit yang mengeluh agar liburan cepat berakhir karena mereka tak mau mati karena kebosanan. [Name] awalnya tidak termasuk orang-orang yang demikian. Awalnya. Sebab ini baru hari kedua di mana ia diberi waktu libur, tetapi gadis yang terkenal dengan sebutan The Dancing Knife ini sudah bingung hendak melakukan apa. Di hari pertama ia sangat menikmati waktu liburnya---[Name] menghabiskan waktu di bar dan naas,  kesenangannya itu berakhir di kamar hotel musuh sendiri.

Untuk mengatasi kebosanan, ia memutuskan membeli beberapa perlengkapan untuk apartemennya di supermarket. Jaket pun dikenakan, sebab ia sedang tidak ingin menggunakan mantel tebal di luar sana, meskipun cuacanya dingin. Hari-hari penghujung musim gugur, angin musim dingin yang mungkin sedang dalam perjalanan sudah dapat dirasakan.

[Name] sudah berada di depan pintu apartemen sekarang namun dilangkahkannya kembali kaki itu menuju ke dalam. Mengambil barang yang bak jiwa raganya, itu adalah pisau lipat seorang The Dancing Knife. Tidak mungkin ia akan berpergian tanpa ada benda tersebut, 'kan?

Terakhir, ia akan mengunci pintu apartemen dan mulai berjalan menuju supermarket selamat sampai tujuan. Itulah yang ada di rencana 'belanja di supermarket' miliknya. Hingga [Name] menyadari sesuatu.

"Ne, Dazai-san. Sampai kapan kau mau menguntitku terus?"

[Name] berhenti di salah satu jalanan yang sepi usai dari supermarket. Tentu, ia menyadari. Sedari tadi ada yang menguntitnya dan orang itu pastilah Dazai. Sampai bayangan yang menampakkan diri itu tak hanya satu, bola mata [Name] membulat.

Bukan orang itu, lalu siapa?

"Kalian?!"

Belum sempat ia memikirkan kenapa para anak buah ayahnya berada di sini, mereka sudah menerjang ke arahnya. Refleks, [Name] melompat dan menghindari setiap pukulan yang mengarah padanya. Di sela-sela aktivitas itu, sebelah tangan ia gunakan untuk meraih pisau lipat di dalam saku jaket, kemudian dengan gesit di tusukkan benda tersebut ke semua orang yang berusaha menyerangnya.

Satu persatu tumbang dengan memegangi setiap luka goresan yang menganga di sekujur tubuh mereka, yang mana mereka tak menyadari dalam beberapa detik saja semua luka goresan tersebut tiba-tiba terbentuk oleh gerakan cepat seorang [Name].[Name] tidak mengerti kenapa ada serangan mendadak dan ia dijadikan target. Tetapi ketika ia mendongak dan mendapati jumlah mereka semakin banyak ia semakin merasa terdesak.

Awan hitam bergulung-gulung, guntur menggelegar seolah suaranya dapat membelah langit dan air mulai berjatuhan menghantam bumi dengan derasnya. [Name] tahu ia tak memiliki cara lain selain menghadapi mereka; melawan dan membuka jalan untuknya kemudian kabur. Hanya itu satu-satunya yang terlintas di pikiran [Name].

Tak menghiraukan hujan yang mengguyur tubuhnya tanpa ampun, demikian pula [Name] kembali menghadapi lawan---yang ia yakini adalah para anak buah ayahnya sendiri---dengan tanpa ampun juga. Tak peduli dengan napas gadis itu yang sudah terengah-engah, ia tetap berusaha menghantam mereka dengan pukulan, tendangan, dan serangkaian teknik bertahan beladiri lainnya, hingga merasa mendapat waktu yang tepat [Name] mulai menggunakan pisaunya untuk mengakhiri serangan.

SerendipityWhere stories live. Discover now