Chapter 4 : Distortion

594 109 6
                                    

Matahari yang terik menyinari siang hari kota pelabuhan Yokohama. Hawa panas dari sengatan sang surya semakin bertambah, kala faktanya, sinar matahari juga terpantul oleh hamparan laut luas yang langsung terhubung dengan Samudera Pasifik itu. Demikian pula di Kantor Agen Detektif Bersenjata, hawa panas khas musim panas semakin terasa nyata. Pasalnya, Dazai yang baru selesai mendapatkan perawatan akibat luka parah---yang hampir-hampir membuatnya sekarat tadi malam---malah uring-uringan sendiri di kantor.

Semua orang di sana tak berani bersuara, hanya berani melirik sepintas Dazai yang berjalan mondar-mandir gelisah dengan kepala ditundukkan dan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku mantelnya sambil berceloteh---memaki---sendiri.

"Dazai, bisakah kau berhenti?" Setengah menaikkan nada, rupanya Kunikida cukup berani menyuarakan diri. Pria itu sudah muak dengan kelakuan Dazai yang sedari tadi mengganggu fokusnya mengerjakan beberapa tumpukan berkas. Dazai memutar badan cepat ke arahnya.

"Mana bisa aku tenang Kunikida?!!" Ia mengambil napas dalam, kemudian menghelanya kasar. Kembali menanggapi Kunikida yang tadi menegurnya seraya berjalan menghampiri meja pria berkacamata tersebut. "Kau melihat sendiri, tadi malam aku terkapar seolah aku benar-benar dikalahkan oleh gadis tengil itu! Hei!! Dia hanya gadis tengil!! Dan--ARGH!"

Dazai mengacak rambutnya frustasi. Harga dirinya sebagai mantan anggota port mafia yang handal juga sekarang menjadi andalan Agen Detektif Bersenjata, telah dijatuhkan oleh lawannya yang bergender wanita dan masih muda---dengan semudah itu. Lelaki tersebut tak henti-hentinya merutuki diri sendiri. Bahkan anggota baru, Atsushi, memandangi heran senior yang merekrut dirinya hingga ia bisa kemari. Pemuda itu baru mengetahui sisi Dazai tersebut, karena ia beranggapan bahwa Dazai bisa selalu setenang air menghadapi masalah, lawan, dan kasus apapun. Kali ini---what the hell is going on? Atsushi dan anggota lain, minus Ranpo, hanya bisa bertanya-tanya dalam hati setelah ungkapan panjang Dazai yang ditujukan ke Kunikida tadi. Dikalahkan oleh lawannya? Bagi mereka terdengar mustahil.

"Tenangkan dirimu bodoh! Bagaimana kau bisa menyelesaikan sebuah perkara kalau hanya uring-uringan saja?!" Kunikida sampai berdiri dari kursinya, menatap sinis Dazai sambil berkacak pinggang.

Pria jangkung berambut cokelat itu memejamkan mata untuk beberapa detik lamanya, berusaha menjernihkan pikiran. Dazai berangsur tenang, kemudian membuka matanya yang teduh dan kembali menatap Kunikida.

"Maaf sobat, setan gedung Gestard tadi merasukiku. Jadi, aku punya ide bagus untuk bisa lebih menjernihkan pikiranku." Ujar Dazai. Suaranya kembali tenang, dengan sebuah senyum simpul terukir di wajah berkharismanya.

"Hm, Dazai. Aku dapat laporan, target kita sudah kembali ke Tokyo. Dan ternyata kemarin adalah tugas terakhirnya. Bagaimana menurutmu?" Ranpo angkat suara, setelah meyakini pria itu sudah tidak lagi termakan emosi. Kunikida menyahut dengan penuh penekanan.

"Kita serahkan saja ke kepolisian Tokyo."

"Tidak. Dia sudah memakan korban warga Yokohama, tentu saja kasus ini masih ada di tangan kita." Dazai menoleh bergantian ke arah dua pria partner kerja kasus yang mereka tangani. Sebuah seringaian terpatri jelas di bibir pria itu. Jeda sejenak Dazai pun melanjutkan, "Mana mungkin aku melepas buruanku sendiri? Terlebih lagi dia satu-satunya yang pernah mengalahkanku?"

Ia bergeming dari tempatnya, berjalan menuju pintu keluar.

"Dazai! Mau kemana kau? Jangan bertindak gegabah dengan langsung turun tangan memburunya lagi sebelum ada penyelidikan lebih lanjut! Hei!" Mengabaikan larangan Kunikida di belakangnya, Dazai tetap melangkahkan kaki. Namun sebelum membuka pintu ruangan itu, ia menoleh.

"Siapa bilang aku akan bertindak bodoh seperti itu Kunikida-kun? Sudah kukatakan tadi, aku tahu apa yang bisa menjernihkan pikiranku. Dan aku akan melakukannya sebentar lagi, yakni percobaan bunuh diri."

SerendipityWhere stories live. Discover now