Eleven

103 20 2
                                    

"Jangan pergi,"

•••

Aku menatapnya dari samping, dia lucu sekali ketika mengenakan beanie seperti sekarang, membuatnya terlihat sangat menggemaskan.
Akhir-akhir ini dia memang sering mengenakan beanie, mungkin sedang sayang pada beanie-nya itu.

"Kenapa, ada sesuatu di wajahku?"

Aku terkekeh, ekspresinya sangat lucu.
Mengambil ponsel dari saku celananya, dan mengarahkannya pada wajahnya, seperti berkaca.

"Tidak ada Calum, aku hanya merasa lucu saja dengan wajahmu ketika mengenakan beanie seperti ini,"

Aku menyentuh ujung beanie atasnya.

"Aww, shhh,"

Dan tiba-tiba dia seperti meringis.
Ada apa? Apa aku membuatnya sakit?

"Ada apa?"

Dia terkekeh, dia mengerjaiku rupanya.

"Itu tidak lucu tuan Hood,"

Aku memanyunkan bibirku.
Bisa-bisanya dia mengerjaiku, dia tidak tahu betapa takutnya aku.
Takut benar-benar menyakitinya, atau membuatnya terluka.

"Aku hanya bercanda Liv,"

Dia merangkulku, menarikku ke dalam dekapannya.
Ini bukan pertama kali, akhir-akhir ini juga dia sering memelukku secara tiba-tiba, dan aku tidak mengerti apa alasannya.
Untungnya aku mulai terbiasa, jantungku mulai terbiasa dengan perlakuannya padaku.

"Calum,"

"Hmm?"

"Kemana saja satu minggu kemarin?"

Dia belum menjawab, aku hanya bisa mendengar detak jantungnya yang tiba-tiba berdegup lebih kencang, seperti ketakutan.

Apa yang terjadi Calum?
Jangan membuatku cemas.

"Aku hanya ada sedikit urusan yang tidak bisa ku tinggalkan, jangan khawatir. Aku baik-baik saja, apalagi ketika kau selalu mengirimiku pesan penyemangat meskipun aku tidak membalas,"

Aku lega.
Dia tidak pergi, dia membaca semua pesanku, dia ada, untukku.

"Apa kau rindu?"

Apa yang dia katakan?
Tentu saja aku rindu, kau menghilang selama satu minggu tuan Hood.

"Diam-mu ku anggap sebagai jawaban -Iya- dan aku juga rindu padamu,"

Calum fucking Hood.
Aku bahkan selalu merindukanmu setiap saat, merindukan suaramu, senyumanmu, tingkahmu, dan semua yang ada pada dirimu.

"Apa kau akan pergi lagi,"

Aku tidak tahu apa yang aku katakan, tapi itulah yang ingin aku katakan padamu Calum.

"Hmm, kau maunya bagaimana?"

Dia gila.
Tentu saja aku tidak mau, tidak mau kau pergi lagi, aku tidak mau kehilanganmu, aku tidak siap dan tidak akan pernah siap.

"Tidak Livia Hood, semoga saja aku tidak pergi lagi,"

Livia Hood?
Calum jangan coba membuatku benar-benar gila, kau ingin membuat nafasku berhenti sekarang juga.
Kau tak tahu betapa aku bahagia mendengar itu, itu yang aku harapkan suatu saat nanti.

Mendapatkan bahwa ada nama panjangmu dibelakang namaku, aku ingin kau yang menemani hidupku, mengganti nama belakangku dengan nama belakangmu, Calum Hood.

"Jangan pergi,"

Dia terkekeh, dan tetap menarikku untuk tetap berada di pelukannya.
Ini nyaman, tempat ternyaman setelah pelukan Ayah dan Ibu.

"Katakan lagi Liv,"

Dia menunduk, menatapku, yang kini menengadah menatapnya.

"Jangan pergi,"

"Lagi,"

"Calum, jangan pergi,"

"Livia, katakan lagi,"

"Jangan per-gi,"

Aku tidak tahan.
Aku tidak mau kau pergi Calum, tidak mau.

"Lagi,"

"Jangan pergi dariku, karna aku tidak akan sanggup jika harus tanpamu,"

Dia menarikku, semakin dalam ke dalam pelukannya.
Dan aku dapat merasakan, sebuah kecupan pada pucuk kepalaku.

Aku mencintaimu, Calum Hood.

•••

Tiramisu Ice Blended • Calum HoodWhere stories live. Discover now