3. Move On

6.7K 251 1
                                    

Sakit jantung Papi hampir kumat pasca mendengar penjelasan yang Victor utarakan perihal pembatalan pernikahannya. Beruntung undangan belum disebar, jadi Mami bisa menenangkan Papi dengan alasan itu.

Victor sendiri sampai sekarang masih belum pulih dari kebekuan batin setelah insiden kemarin malam. Memang tidak ada pertengkaran. Tapi kata-kata yang diucapkan Sherin begitu tajam menusuk. Bagai ribuan sembilu yang mampu membuatnya gila.

Kepribadian Victor yang cenderung tenang dan pendiam membuat emosinya menggumpal. Tersumbat. Sulit untuk dikeluarkan apa lagi dilampiaskan. Terlebih, restoran yang dikelolanya akan buka cabang baru di Bandung. Masih perencanaan. Tapi setidaknya itu cukup untuk mengalihkan perhatian Victor.

Tapi, siapa pun pasti akan susah move on dari calon istri yang mendadak minta putus di tengah rencana pernikahan yang semula akan berlangsung beberapa minggu lagi. Dalam hati, Victor bersyukur masih bisa mengolah hati. Setahunya, kebanyakan mereka akan jadi gila setelah mengalami kejadian serupa, bahkan sampai ada yang bunuh diri lantaran tidak sampai hati.

Siang ini ia menyelesaikan pembatalan acara. Mulai dari menghubungi pihak studio, gedung, Kantor KUA, catering, butik, salon, sampai undangan yang sudah jadi dan lunas pun ia enggan mengambilnya. Mulai sekarang Victor benar-benar butuh kekuatan ekstra untuk bisa move on. Dan itu ia mulai dari acara di Bandung.

Besok malam ia mengadakan pertemuan penting dengan photograper, kepala hotel, dan pimpinan redaksi, serta dua orang client yang menunjang berdirinya cabang baru. Sudah dipesannya beberapa snack untuk acara tersebut.

Sebenarnya Victor bisa saja datang besok. Check in pada siang atau sore harinya. Tapi masalah hati yang pelik membuatnya check in hari ini. Berharap disini ia akan menemukan minimal solusi dan jalan keluar dari masalahnya itu.

Victor berdiri kaku di balkon kamar hotel yang dipesannya. Netranya terarah pada taburan gemintang di permukaan langit gelap di atas sana, namun kosong. Ia tak sadar pikirannya kembali ke masa lalu. Pada momen kebersamaannya dengan Sherin.
                                       
Sherin itu gadis baik. Victor bertemu dengannya di hotel ketika berlibur bersama keluarga di Pangandaran. Dan sejak saat itu, restoran milik Papi Victor mulai bekerja sama dengan hotel milik Papa Sherin.

Tapi mengapa setiap momen harus berakhir pada kenangan?

Saat check in sore tadi, Victor merasa seperti déjà vu. Tentu saja itu mengingatkannya pada pertemuan pertama dengan Sherin lebih dari empat tahun lalu.

Ketukan di pintu membuat lamunan Victor buyar. Ia bergegas menghampirinya dan menerima pesanan makan malam. Victor membawanya ke ruang tv. Tipe kamar yang dipesan selalu tipe suite, lebih nyaman karena bisa dipakai beramai-ramai. Apa lagi Victor dan meeting tidak pernah terpisahkan. Pertemuan besok malam pun akan ia adakan disini, bukan di ruang khusus seperti meeting room.

Selesai makan, Victor meraih sebuah majalah di meja. Sambil mendengarkan musik dari sebuah acara yang sedang tayang di salah satu stasiun televisi, ia membuka halaman majalah secara acak. Dan ia menemukan serangkaian huruf: DEMI MOVE ON, PRIA ASAL AMERIKA INI TELER BERHARI-HARI DI BAR.

Bar?

Bagi Victor memang tidak asing. Sebagai pengelola restoran, ia juga sempat keluar masuk Bar, Diskotek, dan semacamnya. Entah sekedar mendatangi meeting, pesta ultah teman, atau hanya sekedar survey.

Tapi sampai mabuk di Bar? Itu bukan Victor. Ia bukan tipe pria pemabuk. Tapi nyatanya, ia pun goyah. Entah mengapa otaknya memberi tugas demikian. Mendadak. Lalu, sebuah ide gila benar-benar tampak di pikirannya yang kalut.

Segera, ia mengirimi pesan pada seluruh partner penyukses berdirinya resto cabang baru, yang akan menghadiri acara besok malam, bahwa ia membatalkannya. Setelah itu, Victor melangkah. Hendak mewujudkan si ide gila.#

Pernikahan Mendadak [Terbit]Where stories live. Discover now