3

1K 28 5
                                    

"Assalamu'alaikum, teman teman" sapa Shafa dengan sedikit lesu. "Lhoh, kamu kenapa kok lesu kaya gini, nggak kaya biasanya", ucap Mala khawatir dengan sikap Shafa pagi ini.

"Nggak kenapa kenapa kok, Cuma tadi malam aku nggak tidur, Cuma tidur 3 jam subuh tadi." Ucap Shafa dengan malas

"Memangnya ada apa ?, kamu sedang memikirkan sesuatu ya ?", tanya Zahra. Shafa bingung harus menceritakan kejadian tadi malam atau tidak, setelah berfikir panjang dan dengan pertimbangan akhirnya Shafa memutuskan untuk menceritakan semua ini kepada sahabat sahabatnya.

"Jadi gini, tadi malam Aabi datang sama sahabatnya dan bermaksut buat nge-jodohin aku sama anak sahabatnya itu." Ucap Shafa dengan malas

"Hah, apa kamu dijodohin ? sama siapa ? cerita dong Fa, kita juga pengen tau ya nggak temen temen ?" tanya Adel sambil meminta persetujuan Mala dan Zahra. Mereka hanya mengangguk tanda setuju.

Shafa sedikit menghela nafas, "Tapi sebelum aku cerita, kalian harus janji dulu nggak akan heran ataupun kaget. Janji ?" ucap Shafa sambil menunjukkan jari kelingkingnya. "Iya, Janji" jawab ketiga sahabatnya serentak dan membuat tautan antar kelingking mereka.

"Jadi tadi malem, keluarga Om Wangsa sahabat Aabi dateng. Yang aku tau katanya Cuma makan malem eeh setelah ngobrol panjang lebar ternyata niat utama kedatangan keluarga Om Wangsa itu ngelamar aku buat anak laki lakinya" Shafa berhenti bicara sejenak

"Terus namanya siapa ?", tanya Mala yang sudah penasaran. "Namanya Ka.."(tteeett...tteeett tteettt...) baru saja akan mengatakan namanya bel tanda masuk telah berbunyi.

"Bel sialan ganggu orang aja. Namanya siapa Fa ?" tanya Mala kembali dengan rasa penasarannya.

"Namanya Ka...", kembali Shafa mengulangi siapa namanya, malah yang tengah akan disebut namanya sudah datang.

"Assalamu'alaikum, selamat pagi anak anak", sapa Kahfi. "Waalaikumsalam, selamat pagi Pak", jawab semua serentak.

"Dasar, datang mbok ya nanti aja. Orang mau bicara disela terus", gerutu Zahra

"Lhoh Pak, bukannya ini jadwalnya Ekonomi ? kok yang masuk pak Kahfi ?", tanya Deni sang ketua kelas "Pak Dwi kemana ?", sambungnya.

"Sebentar, saya mau bicara malah kamu sela. Sabar dong bro", jawab Kahfi dengan candaan. "Karena Pak Dwi ada penyuluhan, mata pelajaran Ekonomi hari ini saya yang ampu. Ada yang keberatan ?", sambung Kahfi sambil bertanya.

"Bapak bisa mengampu mapel ekonomi memangnya ?", tanya Zahra. "Bisa saja, kenapa tidak", jawab Kahfi, "Baiklah kita mulai pelajaran hari ini."

~~

Tet..Teeettt...ttteeeeetttttt

Bel istirahat berbunyi, keempat sahabat itu memutuskan tetap tinggal didalam kelas daripada harus mengantri begitu banyaknya, selayaknya Kahfi yang tetap diam dalam duduknya dengan menghadap laptop. Kahfi tengah merevisi tugas ekonomi hari ini.

"Pak, kok nggak ke kantor istirahat ?", tanya Zahra antusias. "Kamu ngusir saya Ra ?", jawab Kahfi melucu. "Eeh, bukan begitu Pak. Maaf", tukas Zahra sedikit takut.

"Lain kali kalau udah nggak ada banyak orang jangan panggil saya 'Pak', memangnya saya bapak kamu", ujar Kahfi. "Lha terus harus manggilnya gimana ?", tany Adel

"Ya terserah kalian, yang penting jangan panggil pak, om, atau kakek, apalagi kakek buyut. Saya masih muda belum tua tua banget", ucap Kahfi sambil terkekeh geli. Kahfi ingin mengobrol bersama ke empat sahabat itu, mungkin kiranya mereka sudah tau tentang hubunganku dan Shafa sekarang, pikir Kahfi.

Kahfi mendekat dan bergabung dengan Mala, Adel, Zahra, dan Shafa. "Kalau panggil Abang gimana, abang tukang bakso mari mari sini", ujar Mala sontak Zahra, Adel, dan Mala sendiri tertawa renyah. Lain dengan Kahfi yang malah cemberut ditertawai, juga dengan Shafa yang hanya tersenyum.

Senyumnya manis, bersyukur aku mempunyai calon istri seperti kamu Fa. Baik, sholehah, cantik pula, wajahnya juga meneduhkan. Batin Kahfi yang sedari tadi hanya memandangi wajah teduh Shafa

"Aiiih, jangan panggil saya abang. Panggil saja saya kakak, atau nama saja. Tapi saran saya panggil nama saja, cocok ?", jelas Kahfi. "Cocok dah kalau begitu", jawab Mala

"Saya mau balik ke kantor dulu, Shafa nanti pulang bareng saya. Kata ayah, saya disuruh antar kamu ke rumah. Nanti juga ada hal yang mau dibicarakan", tukas Kahfi. Sontak ketiga sahabat Shafa melongo dengan perkataan Kahfi.

"Lhoh, memang kalian saudaraan ?", tanya Adel. "Tidak, minta penjelasan dengan Shafa. Saya harus buru buru", ucap Kahfi yang segera meninggalkan mereka bertiga.

"Fa, ada apa sih ?", tanya Zahra. Shafa hanya bisa geleng geleng kepala terhadap sikap Kahfi tadi

"Hah, pak Kahfi itu laki laki yang tadi malam datang ke rumah. Perjodohan dan lamaran, dia calon suami ku nantinya", ucap Shafa pasrah

Ketiga sahabatnya terkejut dengan apa yang dibicarakan Shafa, "Yakin Fa. Ini nggak mimpi kan ?", ucap Zahra. "He.em ini nggak mimpi, aku bilangnya jujur lho ya", jawab Shafa

Setelah banyak pertanyaan dari ketiga sahabatnya, akhirnya mereka mampu menerima kabar tersebut. Mereka langsung mengucapkan selamat kepada Shafa, selamat atas perjodohan Shafa, bukannya sedih mereka mendukung karena mereka yakin Kahfi adalah orang yang baik untuk sahabat mereka, Shafa.

~~

Sekolah telah dipulangkan satu jam yang lalu, lain halnya dengan Shafa yang masih menunggu diparkiran sekolah tepat disamping sepeda motor sport Kahfi. Sudah sejak bel pulang berbunyi tadi Shafa menunggu, tapi tak kunjung datang Kahfi keluar untuk menemuinya.

Setelah berfikir panjang, dan mengumpulkan keberanian. Shafa memutuskan untuk menghampiri Kahfi di kantornya. Saat tiba di ambang pintu ruang guru, Shafa hanya melihat bu Syila yang tengah fokus pada laptopnya, dengan keberanian Shafa memutuskan untuk bertanya keberadaan Kahfi sekarang.

"Assalamu'alaikum, permisi bu. Pak Kahfi nya ada ?", sapa Shafa juga bertanya

"Waalaikumsalam, eh Shafa. Pak Kahfi ?, oh beliau sedang tidur dimejanya. Ada keperluan ?", jawab Syila ramah.

"Ada Bu, boleh saya masuk ?", Shafa meminta izin untuk masuk. "Silahkan boleh kok", masih dengan ramah Syila menjawabnya.

Segera Shafa masuk dan menuju hadapan Kahfi, Shafa sedikit ragu untuk membangunkan ia. Setelah pikir panjang akhirnya seluruh keberanian Shafa terkumpul dan mendorongnya untuk segera membangunkan Kahfi.

Dengan lembut Shafa menggoyangkan bahu Kahfi, ada sedikit rasa takut jika nantinya Kahfi akan marah.

"Pak Kahfi, bangun pak. Ini saya Shafa", ucap Shafa sambil sedikit menggoyang goyangngkan bahu Kahfi. Beberapa saat kemudian Kahfi terbangun dari tidurnya.

"Eeh dek, ini jam berapa ?", ucap Kahfi yang masih setengah sadar.

Hah, pak Kahfi memanggilku dek ?. Ya Allah mimpikah ini, batin Shafa yang masih termangu atas panggilan Kahfi tadi.

"Astaghfirullah, sudah jam 3 rupanya. Shafa ?, mengapa kamu disini ?", ucap Kahfi yang sudah benar benar sadar

"Maaf pak, bukannya tadi anda yang menyuruh saya untuk menunggu di parkiran ?. Dan anda sendiri yang meminta saya untuk pulang dengan 'bapak'?", jawab Shafa takut takut

"Oh iya, saya lupa. Maafkan saya, ya sudah ayo saya antar pulang", ajak Kahfi yang langsung menggandeng tangan Shafa.

Ketika tangan Shafa digandeng oleh Kahfi, jantungnya berdetak lebih kencang juga keringat dingin mulai bercucuran. Apakah ini mimpi ?, batin Shafa yang langsung mencubit lengannya sendiri.

Kini Shafa berada diatas motor bersama Kahfi. Masih dengan peraaan aneh, Shafa memilih untuk bungkam diam seribu bahasa. Begitupun dengan Kahfi yang tetap diam dan terfokus pandangannya ke jalanan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Gantikanku UntuknyaWhere stories live. Discover now