"Dapat ide dari mana gerakan-gerakan macam itu?"

***

Jarum jam tepat menunjuk angka sepuluh pagi. Badanku segar. Habis mandi dan berganti baju. Pagi ini serasa mendapat siraman semangat. Keringat yang keluar deras saat senam tadi telah mengeluarkan jutaan racun dari tubuhku. Kaos bola warna merah dan celana jeans pendek membuatku energik dan manly pagi ini.

Bersiap menuju ruang Kalapas. Kemarin Kalapas tidak berada di tempat sehingga aku urung menemuinya. Keheranan tiba-tiba saja merongrong pikiranku. Tumben-tumbennya Kalapas memanggilku. Tak biasanya. Semoga tidak ada hal buruk menimpaku.

Berjalan gontai melewati teras blok B menyambung blok C dan D. Ruang Kalapas berada di dekat blok D. Sandal jepit pemberian Mbak Lilis ini terasa ringan di kaki. Nyaman.

Tapi apes. Ketika kaki menderap cepat, aku berpapasan dengan Yono si raja blok. Tak sengaja aku menabrak segelas kopi yang ia bawa.

"Pyaaarrrrrr....!!!"

Gelas berisi kopi pecah berkeping-keping. Tumpah ruah ke lantai.

"Hmmm! Wawan?!!!" Amarahnya menggeram.

Aku terpaku memandang tubuh gemuk si Yono dipenuhi tato mulai mengerat. Wajah seramnya menyungut-nyunyut. Hidungnya mengendus asap. Sebentar lagi dia pasti mendampratku.

Benar saja. Kedua tangan bajanya dengan sahutan cepat mencekik leherku. Tubuhku yang kurus begitu saja melambung ke atas.

"Egh, egh, egh." Kutahan cekikan kuatnya. Napasku tertekan. Tangan dan kakiku menyengal bebas. Berusaha mengganyang kepala plontosnya namun tak sampai. Kekuatannya lebih ekstra dari energi yang kukeluarkan.

"To.. tolongg!" Rontaku meminta tolong. Tubuhku menggelinjang sekenanya. Berusaha melepas diri dari cengkraman si bangsat ini.

"Le, lepaskan! Bangsat!" pintaku.

Tetapi si kejam bengis ini terus saja mengangkat tubuhku tinggi-tinggi. Aku tak kuasa.

"Aahggggg." Napasku tertahan.

Di tengah kejaran maut. Seorang bidadari datang menyelamatkanku.

"Lepaskan! Yono!" teriak Nona Ayu datang dari belakang.

Aku tersenyum lega.

Yono menoleh ke belakang mencari muasal suara itu. "Hemm, Nona Ayu?" ucapnya.

Namun terus saja dia menghimpit urat leherku sekencang-kencangnya. Mataku melotot tajam. Tubuhku lemas kehabisan udara.

"Thakkkkk!!!"

Bogem mentah akhirnya mendarat di kepala Yono. Nona Ayu mengetuk kepala gundul Yono dengan sekumpul cincin besar di jemarinya.

"Auh!" Yono kesakitan. Otomatis tikaman tangannya terlepas.

"Huaaaaaaa..." napasku keluar lega. Badan kurusku terpelanting ke lantai. Yono melepas ikatannya. Aku bebas.

"Kamu Yono yah! Tetap saja ulahmu!" bentak Nona Ayu menghajar Yono. Dengan jotosan kuat, Nona Ayu terus saja menyerangnya dari depan. Kedua tangannya menggumpal kuat. Sebuah cincin besar di jari tengahnya menjadi senjata pamungkas. Kedua pipi preman Lapas itu lantas ditabok tanpa ampun oleh Ratu Balqis tidak berjilbab.

"Wah, hebat Nona Ayu ini," pujiku tersenyum-senyum.

"Ampun Nona, ampun," tukas Yono angkat tangan setelah hantaman kaki Ratu Balqis menyodor selangkangannya.

"Kapok loh, Yono! Kapok loh!" Tawaku puas.

Yono pun pergi seraya melempar tatapan bengis padaku. "Hemm, awas kamu, Wan! Suatu saat kamu akan kucincang lagi di gudang bawah!"

Ratu Balqis Tidak BerjilbabМесто, где живут истории. Откройте их для себя