xiii. followers-ku tersaingi. apakah ini akhir dari dunia?

9.7K 2.2K 144
                                    

Aku tidak berani berangkat ke sekolah di hari Senin. Oke, hari Sabtu kemarin, di ulang tahun Elena, memang tidak ada yang menertawaiku atau mengatakan bahwa penampilanku seperti anak kecil. Dan karena tidak ada dress code, banyak juga anak-anak yang hanya datang dengan mengenakan celana jins dengan kaus atau kemeja, jadi penampilanku tidak sepenuhnya melenceng.

Masalahnya adalah, teman-teman sepermainanku semuanya mengenakan dress yang modelnya kurang lebih sama dengan dress hijau jelekku di rumah itu. Dress yang sejujurnya, lebih cocok mereka pakai di resepsi pernikahan mewah. Tapi tentu saja aku tidak mengatakan itu, karena toh, aku juga tadinya akan berpenampilan seperti itu.

Hari itu, aku sadar betul bahwa banyak yang menatapku dengan tatapan bertanya-tanya karena pakaianku yang tidak nyambung dengan pakaian teman-temanku. Selain itu, aku juga tidak mengenakan make up, karena kupikir, kalau Instagram bilang aku bisa mengenakan pakaian apa pun yang aku mau, itu artinya, aku juga bebas berpenamilan seperti yang aku mau, kan? Dan aku ingin berpenampilan seperti ini—tanpa make up, karena aku sedang malas dan tidak berselera mengenakan make up.

Rasanya, malam itu aku benar-benar bebas. Dan aku sadar betul, ini tidak akan kurasakan kalau ponselku masih ada, karena pasti aku akan merekam kejadian ini dan mengunggahnya di story Instagram, berbarengan dengan beberapa selfie-ku. Entah apa yang akan followers-ku katakan kalau mereka melihat penampilanku sekarang. Pastinya, mereka akan protes sana-sini. Tapi sekarang kan, aku tidak sedang memegang ponsel. Diam-diam, aku menghela napas lega (tentu saja aku tidak akan mengakui ini kepada Instagram, Wattpad, dan LINE. Bisa-bisa, mereka malah akan memutuskan untuk tidak mengembalikan ponselku. Biar bagaimana pun juga, aku tetap butuh ponselku!).

Malam itu, aku tidak sempat bertemu Elena. Tapi, kalau teman-teman sepermaiananku—terutama Wanda—saja sudah mengomentari penampilanku yang kata mereka 'tidak niat' apa yang akan Elena katakan? Cewek itu benar-benar terobsesi menyaingiku di Instagram, padahal usaha saja tidak. Aku tidak akan pernah membiarkan followers cewek itu lebih banyak daripada followers-ku.

"Udah, lah, tenang aja. Enggak ada yang bakal ngomongin lo, kok. Percaya diri aja, oke?" kata Instagram, menenangkanku yang sedang panik di Senin pagi. Sejak kemarin, aku memang takut anak-anak di sekolahku membicarakan penampilanku yang terlalu biasa di grup angkatan dan aku tidak tahu karena aku tidak memegang ponsel. Bagaimana kalau aku sudah di­keluarkan dari grup angkatan, grup kelas, grup rumpi teman-temanku, dan banyak grup-grup lainnya. Tidak boleh terjadi!

"Ge-er banget sih," komentar LINE dengan tampang super-bosan sambil tidur-tiduran di kasur.

Sementara itu, Wattpad yang sedari tadi duduk di depan meja belajarku, berkata, "Tenang aja, Key. Gue ngerti kok, kepanikan lo. Tapi lo lihat, kan? Dengan pakai pakaian sesuai pilihan lo sendiri, lo jadi merasa bebas? Emang mungkin ada yang nge-judge lo, tapi itu enggak penting. Iya, kan? Yang penting lo bebas."

Instagram mengangguk. "Lo udah lulus ujian dari gue. Buat nyelesaiin misi, masih ada ujian dari Wattpad dan LINE. Semangat!"

Aku mendesah kesal, tapi akhirnya, aku tetap berangkat sekolah juga.

*

Di sekolah seharian itu, aku tidak mendengar gosip buruk tentangku sama sekali. Malah, waktu jam istirahat pertama, ada seorang cewek yang tidak kukenal datang menghampiri dan berkata bahwa overall dress-ku lucu, dan dari nada bicara serta tampangnya, aku yakin dia tulus, bukannya sedang menyindirku atau apa.

Bahkan, salah satu cowok yang kelasnya ada di sebelah kelasku berkata bahwa aku kelihatan lebih baik tanpa make up berlebih seperti kemarin di rumah Elena.

Ucapan-ucapan itu memang tidak sebanding dengan komentar-komentar penuh pujian followers-ku biasanya, tapi tetap saja, rasanya menyenangkan dipuji walaupun aku sama sekali tidak merasa berusaha untuk dipuji.

Yang benar-benar mengejutkanku adalah, saat pulang sekolah, Elena datang menghampiriku yang sedang berdiri di depan gerbang. Cewek itu tersenyum kecil dan berkata, "Gue cukup kaget sama penampilan lo Sabtu kemarin. Kenapa lo enggak pernah pakai overall dress itu sebelumnya? Dan kenapa lo enggak post itu di Instagram? Overall dress-nya cocok sama lo."

Elena tidak berkata aku cantik atau apa, tapi aku benar-benar terkejut dan merasa agak terharu. Ini adalah pertama kalinya Elena benar-benar berkata sesuatu yang baik kepadaku. Oke, bukannya dia jahat, tapi sebagai saingan, ada perjanjian tidak tertulis di antara kami yang melarang satu sama lain memuji yang lainnya.

Melihatku yang cukup kaget, Elena melanjutkan sambil mengalihkan tatapannya ke jalan raya di depan kami, "Gue cuma ngerasa kalau lo post foto lo pakai overall dress kemarin, gue rasa followers lo bakal naik banyak. Gara-gara gue post foto-foto ulang tahun gue kemarin, followers gue akhirnya lebih banyak dari lo."

Setelah berkata seperti itu, Elena berjalan pergi meninggalkanku.

Apa katanya, followers-nya lebih banyak dariku?!

Aku menunggu perasaan marah, kesal, benci, dendam, iri, syirik, dan berbagai perasaan negatif lainnya muncul, tapi aku tidak merasakan apa-apa. Mungkin karena aku tahu, mau sekesal apa aku terhadap Elena, aku tahu, tidak ada yang bisa kuperbuat untuk menyainginya sekarang.

Dan dalam hati, aku mengakui bahwa aku merasa senang dan bebas. Aku tidak tahu seseorang bisa merasa segini senang dan bebasnya hanya karena bisa menentukan pilihannya sendiri, dan diapresiasi karena pilihannya sendiri itu.[]

22 Desember 2017

When Social Media Comes AliveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora