x. sendiri? tidak kok, aku ditemani teman-temanku (walaupun tidak terlihat)

14.5K 2.8K 324
                                    

Sejak tadi, aku sibuk bertanya-tanya, apakah Papa dan Mama mau membelikanku ponsel baru? Maksudku, tentu saja mereka akan bersimpati dan sebagainya kan, kalau melihatku sangat menderita tanpa ponsel?

Aku sibuk memikirkan ini tepatnya sejak Instagram membuatku kesal—entah yang keberapa kalinya hari ini—dengan menyuruhku untuk makan siang. Oke, jujur saja, aku memang lapar karena kurasa, berurusan dengan media sosial yang hidup cukup menguras energi. Tapi tentu saja, aku sama sekali tidak berniat untuk makan sendirian di mal. Tadinya, aku ingin membeli sesuatu saja untuk dimakan di rumah, tapi Instagram bilang, aku lebih baik makan langsung di tempatnya. Kira-kira dia bilang seperti ini:

"Kalau lo makan langsung di sini kan, latarnya lebih bagus buat difoto dan di-post, Key." Beberapa detik kemudian, Instagram baru sadar dan cepat-cepat menambahkan, "Eh, iya, maaf. Gue lupa lo lagi enggak megang ponsel."

Karena sudah sangat kesal dan Wattpad pun tidak berhenti mengoceh soal keuntungan makan di tempat (mulai dari makanan masih hangat sampai suasana berbeda), aku pun memutuskan untuk mengalah dan makan di salah satu restoran yang ada di mal. Aku memutuskan untuk memilih restoran yang agak sepi, untuk menghindari kalau-kalau ada seseorang yang kukenal atau yang tahu aku, melihatku makan sendirian.

"Lo kok diam aja sih, dari tadi, Key?" tanya Instagram sambil merapikan rambutnya. "Ngomong, dong!"

Aku yang sedang mengunyah kentang goreng, memelotot sekilas ke arah Instagram yang sedang duduk di depanku. "Nanti orang lain nganggep gue gila. Mereka kan lihatnya, gue ngomong sendiri!" desisku pelan.

"Oh iya," kata Instagram. Nada bicaranya membuatku curiga bahwa dia tidak benar-benar lupa, hanya ingin meledekku saja. "Tapi tampang lo jangan bete terus gitu, dong."

"Iya, ekspresif dong, kayak LINE," celetuk Wattpad. "Tapi jangan irit ngomong juga, sih, kayak dia.

"Eh, tapi sebenarnya, LINE tuh, udah lumayan, lho. Lo harus ketemu ayah kita, Key. Dia itu sering banget ngomong, tapi sekalinya ngomong pendek-pendek banget—maksimal 140 karakter, udah termasuk spasi. Gue rasa, LINE itu ngikut sifat Ayah yang itu."

"Tunggu," kataku. "Ayah kalian... Twitter?"

Wattpad mengangguk bersemangat. "Yap! Kalau kami sih, biasanya manggil Ayah Twitter. Nah, kalau lo penasaran sama kita, gue jelasin dikit, ya. Gue anak tengah. Kakak gue Instagram, dan adik gue LINE. Sebenarnya, perbedaan gue sama—"

"Kalau media-media sosial yang lain gimana?" tanyaku, memutuskan bahwa tidak ada salahnya bertanya selama aku masih menjaga volume suaraku agar tidak terdengar oleh orang lain. Aku juga sebenarnya bosan dari tadi duduk-duduk sambil makan tanpa mengobrol dengan siapa pun. Lagi pula, bahasan ini sepertinya menarik.

"Ah! Iya, kita juga kenal sama beberapa dari mereka, tapi enggak semua. Lo harus ketemu tante gue. Namanya Tante Path! Haduh, dia itu rempong banget, deh! Kalau mau tidur, semua orang harus tahu. Nanti bangunnya juga kita harus tahu. Kalau ketemu, dia kadang suka nanya ke gue, tadi pagi dia bangun jam berapa.

"Kalau kebetulan gue tahu, biasanya Tante Path bakal traktir gue nonton. Nah, kalau nonton, itu semua orang juga harus dan wajib tahu dia nonton apa dan sama siapa. Pokoknya Tante Path itu rempong. Tapi baik, sih. Gue sering kok, ditraktir nonton, dibeliin makanan—"

"Ya, intinya kita kenal media-media sosial lain juga," sela LINE sambil memelototi Wattpad dengan garang, isyarat agar cewek berkacamata itu berhenti berbicara.

Karena penasaran, aku bertanya dengan suara pelan, "LINE bukannya adiknya Wattpad, ya? Kok suka melotot-melototin kakaknya, sih?"

Begitu pertanyaan itu keluar dari mulutku, aku langsung menyesal, karena aku sadar betapa bodohnya pertanyaan itu. Kenapa aku harus peduli kepada masalah internal keluarga media sosial aneh ini?

"Ah, gue sih, enggak apa-apa, Key. Udah biasa. Lagi pula, semuanya dukung LINE, kok. Gue pernah ngadu ke Mama Facebook tapi dia malah senang LINE motong ucapan gue. Katanya, gue terlalu banyak omong—"

"Padahal Mama Facebook juga banyak omong," sela Instagram sambil merapikan kausnya.

Tak terasa, makanan di piringku sudah habis. Sebelum beranjak pergi dari restoran itu, aku menatap Instagram, Wattpad, dan LINE kemudian berkata, "Karena gue merasa kalian udah enggak terlalu nyebelin sekarang, apa gue boleh minta ponsel gue balik?"

Melihat Instagram yang memelotot dan siap untuk berceloteh, aku segera melanjutkan, "Oke, kalau enggak boleh enggak apa-apa. Tapi gue mau kalian ngasih sesuatu buat gue lakuin, tapi enggak dadakan dan gue enggak mau kesannya jadi babu kalian."

"Jadi lo mau misi buat dapetin ponsel lo balik?" tanya Instagram.

Aku mengangguk. "Iya."

Instagram melirik ke arah Wattpad dan LINE. Kemudian, cowok itu tersenyum lebar. "Oke, oke. Lo tenang aja. Bisa diatur."

Aku menghela napas, dalam hati berharap, semoga apa pun yang direncanakan oleh Instagram, bukanlah sesuatu yang buruk.[]


a.n
keterangan aja, silsilah medsos bukan berdasarkan ditemukannya medsos tersebut ya, wkwk.

1 Agustus 2017

When Social Media Comes AliveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang