xii. lebih baik seperti anak kecil daripada seperti lumut!

10.7K 2.3K 279
                                    

Aku tidak tahu kenapa akhir-akhir ini aku terus-terusan merasa sial. Yang jelas, apa pun alasannya, aku tahu itu tidak terlalu penting, karena sekarang, aku sedang dihadapkan kepada saat-saat tergenting dalam hidupku: memilih baju tanpa bantuan followers-ku!

Hari ini adalah hari Sabtu, sudah sekitar seminggu sejak kedatangan Instagram, Wattpad, dan LINE dalam hidupku. Untungnya, selama seminggu setelah mereka mengumumkan misi gilanya untukku, mereka tidak banyak bertingkah atau menyuruhku melakukan macam-macam.

Selama aku sekolah, mereka tetap di rumah (mereka berceloteh panjang lebar bahwa mereka akan tahu setiap kegiatanku di sekolah, jadi jangan sampai aku berani-berani pinjam ponsel temanku untuk keperluan pribadi. Mengingat Mama Facebook yang muncul di sekolah, aku tahu bahwa entah bagaimana caranya, mereka memang bisa memantauku di sekolah—membuatku memutuskan bahawa aku tidak akan macam-macam). Begitu aku sampai di rumah, mereka hanya merecokiku dengan kehebohan yang biasa. Intinya, selama seminggu ini, tidak ada hal lain yang mengangguku selain tidak adanya ponsel di genggamanku.

Keluargaku tentu saja heran melihatku tidak membawa ponsel ke mana-mana, tapi aku selalu bisa memberikan alasan seperti tertinggal di kamar, baterainya habis, atau hal-hal seperti itu. Sedangkan kepada teman-temanku, aku beralasan bahwa ponselku sedang disita oleh orangtuaku.

Selama seminggu ini, aku berpikir Instagram, Wattpad, dan LINE sudah melupakan ide gila mereka untuk membuatku percaya diri atau apalah, tapi ternyata aku salah. Hari Sabtu ini, tepat ketika Elena—sainganku di Instagram—merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas dan mengundang satu angkatan ke rumahnya, Instagram memutuskan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk memulai misiku.

Singkatnya, aku harus pergi dengan mengenakan pakaian sesuai keinginanku sendiri.

"Tapi kan, gue udah telanjur nentuin baju yang mau gue pakai sama Wanda," kataku kepada Instagram sambil menunjuk dress berwarna hijau yang sudah aku bahas bersama Wanda kemarin di sekolah. Setidaknya, tidak apa-apa tidak mendapatkan saran dari followers-ku, yang penting, aku masih bisa mendapatkan saran dari temanku yang terpercaya.

Instagram menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak. Itu kan, pilihan Wanda. Gue yakin, di sekolah kemarin, yang ngusulin Wanda. Lo cuma iya-iya aja," katanya dengan tampang sok yakin.

"Enggak, kok!" sanggahku.

Instagram hanya tersenyum. Ia kemudian melangkah menuju lemari pakaianku lalu berkata, "Coba lihat isi lemari lo dan pilih sendiri baju yang benar-benar lo suka dan lo pengin pakai, bukan yang lo pikir bakal dinilai bagus sama orang lain."

"Gimana kalau gue bilang, gue suka dress hijau yang udah gue pilih sama Wanda?" tanyaku sambil melipat tangan di depan dada, memasang ekspresi kesal yang biasanya dipakai oleh LINE kalau cowok itu tidak suka mendengar Wattpad terus-terusan berbicara.

Omong-omong soal Wattpad dan LINE, saat ini, mereka sedang berada di luar kamarku, entah ke mana. Bukannya itu penting, karena toh, kalau mereka ada di sini, mereka pasti akan mendukung Instagram seratus persen. Mau tidak mau, aku harus bersyukur karena tidak harus mendengar ocehan tambahan dari Wattpad dan LINE (terutama dari Wattpad).

Instagram balas menatapku, masih dengan senyum di wajahnya. Ekspresinya seolah-olah mengatakan bahwa dia tahu sesuatu yang tidak kuketahui. "Oh, ya? Ya udah, oke, gue anggap lo benar-benar suka dress hijau itu. Tapi lo tetap harus cari dress lain karena lo udah minta persetujuan Wanda soal dress itu. Padahal gue mau, lo benar-benar pakai sesuatu tanpa ada pendapat orang lain sama sekali."

"Kenapa sih, emangnya?" tanyaku dengan sebal, "kan pendapat orang lain juga penting!"

"Iya, penting. Tapi yang mau gue ajarin ke lo di sini adalah, gimana caranya supaya lo enggak terus-terusan bergantung sama pendapat orang lain," balas Instagram sambil merapikan rambutnya. Ia kemudian melanjutkan, "Nanya pendapat orang emang enggak ada salahnya, tapi bukan berarti lo enggak berhak buat ngambil keputusan sendiri. Lo kan cuma minta pendapat. Keputusan terakhir tetap ada di tangan lo."

Sejenak, aku tertegun dengan nasihat super-bijak dari Instagram. Tapi sesaat kemudian, aku sadar dan segera membalas ucapan Instagram, "Tapi, gimana kalau gue sukanya pakai dress yang disukai orang lain?"

"Well, itu berarti, lo enggak kenal sama diri lo sendiri. Dan itu adalah hal paling menyedihkan yang gue tahu. Bahkan lebih menyedihkan daripada orang yang maksa follow for follow," jawab Instagram dengan nada suara penuh sindiran.

Aku menatap Instagram dengan kesal. Memangnya dia siapa? Berani-beraninya dia bilang aku tidak mengenal diriku sendiri! Dan lebih parah lagi, dia bahkan bilang aku lebih menyedihkan daripada orang yang meminta follow for follow secara paksa! Aku tidak mau disindir seperti itu.

Masih dengan kesal, aku akhirnya melangkah ke depan lemariku dan melihat-lihat baju yang ada di sana. Untungnya, tidak ada dress code di pesta ulang tahun Elena ini, jadi aku bisa bebas memakai baju apa saja.

"Silakan pilih pakaian sesuai kemauan lo," kata Instagram, yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahku. "Pakai pakaian yang membuat lo nyaman. Dan lo akan sadar, kalau lo sebenarnya enggak mau pakai dress hijau yang menurut gue jelek banget itu."

Pakaian yang membuatku nyaman? Aku melihat-lihat isi lemari dan pandanganku jatuh ke overall dress sebetis yang tidak pernah kupakai. Waktu itu, aku membelinya karena menurutku overall dress itu lucu sekali. Tapi, setiap kali ingin memakainya dan menanyakannya kepada followers-ku lewat story, mereka bilang, overall dress itu membuatku terlihat seperti anak kecil.

Aku melirik Instagram yang masih memperhatikanku dengan tampang geli. Dia pasti melihatku memperhatikan overall dress ini dan menganggapku seperti anak kecil. Ha, biar sajalah dia pikir aku seperti anak-anak, aku tidak peduli. Toh, dia juga yang menyuruhku memakai apa pun yang aku mau. Kalau sampai nanti aku ditertawakan, aku tinggal menyalahkan ini kepada Instagram dan menuntutnya untuk langsung mengembalikan ponselku.

Aku pun menarik overall dress itu dari dalam lemari dan menunjukkannya kepada Instagram. "Gue pengin pakai ini. Gue enggak peduli lo mau ngetawain gue karena gue kayak anak kecil, yang jelas, ini yang gue mau pakai. Gue bakal buktiin ke lo kalau gue bisa milih sesuatu untuk gue sendiri.

"Dan oh ya, supaya lo tahu aja, selera gue enggak jelek, oke? Gue juga tahu kok, dress hijau itu jelek, karena warnanya kayak lumut, tapi kata Wanda, warnanya bagus, dan dia yakin pasti banyak yang suka kalau gue pakai baju itu. Jadi kalau lo mau ngetawain pilihan dress itu, ketawain Wanda aja sana!"

Tanpa memedulikan jawaban Instagram, aku pun melangkah menuju kamar mandi. Sebelum aku menutup pintu kamar mandi, aku mendengar Instagram berkata, "Gue emang pengin lo enggak peduli sama pendapat gue atau pendapat siapa pun soal apa yang bakal lo pakai, Key. Dan gue senang akhirnya lo sadar kalau dress hijau itu jelek."

Untuk sesaat, aku tertegun. Sial! Karena kesal, aku tidak sadar bahwa aku benar-benar melakukan persis seperti apa yang dia inginkan.

Tapi, ah, biar sajalah. Aku akan memakai overall dress ini. Diam-diam, aku merasa senang, lega dan... bebas. Akhirnya aku bisa memakai overall dress ini juga![]

a.n
halo! aku kembali HAHA. Apakah masih ada orang di sini? Maaf yaa baru update : D *dilempar kursi*

20 Desember 2017

When Social Media Comes AliveWhere stories live. Discover now