Chapter 4

6 0 0
                                    

Aneh, mengapa diri ini merasa asing dengan sifatnya sendiri?


****

Saat ini Azel sedang berada dihalte sekolahnya. Menunggu sang supir menjemputnya. Bel pulang sekolah sudah berbunyi 30 menit yang lalu, namun mobil yang ia tunggu belum juga nampak.

"Ah lama banget sih! Tadi pagi kan gua udah bilang kalo balik jam segini, masa lupa sih. Kalo tau gini mending gua bawa mobil aja, sekalian bisa mampir ke basecamp" Ujar Azel dengan kesal.

Basecamp yang dimaksud adalah tempat berkumpul geng motor yang dulu didirikan oleh Reno yang diberi nama " Renagia". Berbeda dari geng motor pada umumnya, Renagia sendiri bukan kumpulan geng motor yang anggotanya berandalan, sebaliknya anggota Renagia itu sangat baik, gemar membantu dijalan, dan selalu menghindari masalah. Hal itu karena Reno si mr. Buku membentuk geng ini karena kesamaan cinta mereka terhadap motor dan sirquit bukan untuk jadi penguasa yang biasanya ditakuti dijalan.

Dulu Reno sering membawa Azel dan juga kakaknya kesana, hal itu membuat Azel akrab dengan anggota yang lainnya. Meskipun Reno dan kakaknya sudah pergi karenanya, tapi anggota Renagia yang lain tak pernah menyalahkan Azel bahkan mereka masih trus mendukung dan melindungi Azel sampai saat ini.

Karena sudah bosan menunggu, ia pun memutuskan untuk menelfon supirnya, Pak Roni.

"Halo Pak? Bapak dimana sih? Azel udah pulang sekolah dari 30 menit yang lalu." Katanya setelah telfon tersambung.

"Aduh maaf non, tadi tuan mendadak minta anter saya ke bandara. Mau pulang katanya." Jawab Pak Roni diseberang sana.

Rumah papa disini, bukan Di Singapore pa. Batin azel

"Yah trus aku gimana pak? Harus nunggu bapak gitu? Nunggu itu gak enak pak apalagi nunggu yang pasti. Nyesek." Kata Azel tanpa sadar sambil curhat

"Waduh non kok jadi curhat ya, hehe. Nanti saya telpon Fathir ya buat jemput non disana." Kata Pak Roni sambil tertawa.

Sejak kejadian itu dia memang jarang sekali melihat Azel mau berbicara sepanjang ini, maka bagi dia ini adalah moment yang langka.

"Gak usah deh pak, saya naik taksi aja." Jawab azel kembali dingin setelah menyadari bahwa kalimatnya yang tadi ia ucapkan terlalu berlebihan.

"Oh yaudah kalo gitu, non hati-hati ya"

Setelah Pak Roni mengucapkan itu, Azel pun memutuskan sambungannya.

"Ah kok tadi gua bisa kelepasan gitu ya? Padahal dulu itu emang sifat gua, kenapa sekarang jadi asing banget ya?" Gumam Azel sambil melangkahkan kakinya mencari taksi.

***

Azel tak kunjung mendapatkan taksi dan ini bukan lagi wilayah sekolahnya. Ia tak sadar sudah berjalan cukup jauh.

"Taksi kok gak lewat-lewat ya. Ini dimana lagi? Kepala gua mulai pusing lagi, kayanya gua udah jalan terlalu jauh deh." Kata azel sambil melihat disekelilingnya.

"Gua telfon Reina aja kali ya? Ah tapi gak enak dia kan lagi ada acara keluarga." Azel pun diam cukup lama untuk berfikir.

"Aduh! Kepala gua tambah sakit lagi." Keluhnya ketika sakit dikepalanya semakin terasa.

Azel pun memutuskan untuk duduk dipinggir trotoar. Melihat keatas dan langit pun rupanya sedang tidak bersahabat, cuacanya sangat mendung wajar sekali sekililingnya sepi.

"Lanjut cari taksi aja deh, bentar lagi hujan." Ujarnya lalu berdiri dan berjalan kembali dengan sempoyongan karena merasa keseimbangan tubuhnya berkurang.

My Destruction Where stories live. Discover now