Bagian 21 - Explanations (II)

7 2 0
                                    

"Tidak, tidak. Bukan itu. Kurasa banyak hal-hal janggal yang kutemukan dalam penjelasanmu," aku memejamkan mata sesaat, menenangkan diri. "tapi, sebenarnya bukan itu yang sedari tadi ingin kupertanyakan."

Reloura menghela napas panjang, wajahnya berseri-seri, "Oh, benarkah? Syukurlah kalau seperti itu."

"Sejujurnya, aku pun bingung dengan apa yang diucapkannya tadi." Elve ikut menimpal. Dia sama denganku, entah benar atau tidak. "jadi, hal apa yang sedari tadi ingin kau pertanyakan?"

Selang beberapa kemudian, Reloura memberikan respons atas ucapan Elve. Wajahnya mengerut. kurasa Elve harus segera meminta maaf pada adiknya itu.

"Terima kasih atas pujiannya barusan kakakku yang paling baik," Reloura memutar bola mata malas.

Mendengar kekesalan adiknya barusan, Elve hanya terkikik.

Aku bedeham.

"Yang ingin kupertanyakan adalah, mengapa aku bisa terjebak di dunia Peri seperti ini? Mungkinkah ada hubungannya dengan kehidupanku yang di sana?"

"Soal itu, aku sama sekali tidak mengerti. Karena akar dari semua ini adalah dia, Reloura yang merencanakannya secara detail. Jadi, aku tak bisa menjelaskannya padamu." ungkap Elve, ia seperti mengelak, entahlah.

"Hey!" Reloura menyahut. Sebab merasa dirinya di libatkan. "Benarkan?" dalih kakaknya lagi.

Kadang kala aku dibuat heran dengan tingkah kedua kakak beradik ini, mereka sesekali bercanda, berdebat, dan sangkal-menyangkal.

"Aku benar-benar mohon maaf. Aku tak dapat menjelaskannya secara rinci kepadamu tentang perihal ini. Tapi intinya, kehadiranmu di sini amat-amat dibutuhkan dan membantu kami para Peri Negeri Raa." jelasnya agak melas.

Keterkejutan menyerangku tiba-tiba. Seberharga itukah diriku? Dalam keadaan seperti ini, aku tak berdaya untuk memaksa mereka menjelaskannya secara detail. Aku mencoba berkompromi dengan situasi.

"Tidak apa. Namun bolekah aku bertanya satu hal lagi?"

"Yap, kenapa tidak?"

"Apa maksud dari kata 'dibutuhkan' dan 'membantu' dalam ucapanmu tadi?"

"Itu..."

Rupanya Reloura masih ragu-ragu untuk membeberkan maksud tujuan mereka yang masih membuatku penasaran.

Aku mengernyit, "Kenapa?"

"Baiklah tidak ada jalan lain." wajahnya tampak pasrah, ia sesekali menghela napas.

"Tarron merupakan seorang raja yang kejam juga bengis. Oleh karenanya, kami akan mengadakan kampanye pemberontakan untuk merebut kembali kekuasaan Negeri Raa di tangan yang bersih. Rencananya pemberontakan tersebut akan dilaksanakan dalam kurun waktu dekat,"

"Jadi?"

"Aku sudah berkecimpung dalam dunia pengetahuan Peri cukup lama. Dan suatu ketika aku menemukan sebuah ukiran peninggalan nenek moyang kami, ukiran mengenai masa depan Negeri Raa. Semua yang terjadi saat ini sudah terlebih dahulu tergambar dalam ukiran tersebut. Omong-omong, ukiran tersebut aku yang menyimpannya."

"Di mana?"

"Ruang rahasia. Di ukiran tersebut, para nenek moyang kami mengatakan, bahwa suatu hari nanti akan terjadi sebuah malapetaka di Negeri Raa yang menyengsarakan seluruh rakyat, ialah raja Tarron. Lagi, nenek moyang kami bilang bahwa akan datang seorang penyelamat yang dapat menghentikan seluruh penderitaan yang merajalela. Aku tak tahu dengan jelas penyelamat yang dimaksudnya. Tapi aku percaya itu adalah kau, Tiffani."

Aku benar-benar terpukau, aku tahu ini bukanlah sebuah sanjungan, melainkan mengenai keadaan aktualisasi diriku saat ini. Aku merasa seperti, orang paling beruntung, mungkin

"Ah, benarkah? Kurasa kau salah mengartikan penerjemahan pada ukiran itu," balasku tersipu, aku berusaha menutupinya dengan berlagak santai.

Reloura memijat pelipisnya, mengembuskan napasnya lambat-lambat.

"Benar, untuk apa aku bohong."

Aku membuat raut wajah dramatis sebisa mungkin. "Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghentikan penderitaan di negeri ini. Aku hanyalah manusia biasa diantara miliaran yang lainnya."

Tanpa diduga-duga, Reloura menepak pundakku. Wajahnya serius. "Aku tahu kau pasti bisa, aku yakin itu, Stiff."

"Eh? Tumben kau mengucapkan namaku dengan benar,"

"Yakinlah pada dirimu sendiri untuk orang lain. Sebab, aku sudah terlanjur percaya bahwa kau akan segera bertindak, cepat atau lambat. Entah itu dengan cara bagaimanapun."

Karena terdengar sedikit berlebihan, aku memalingkan wajah." Terima kasih, ucapanmu itu membuatku tambah percaya diri untuk bertahan di dunia Peri ini."

Aura terasa begitu damai, sungguh aneh, ini tidak seperti sebelumnya. Atau mungkin efek sehabis mendengarkan penjelasan yang panjang lebar dari mulut Reloura membuatku sedikit tenang. Mungkin untuk saat ini aku dapat bernapas dengan lega, tidak apa, setidaknya aku merasa lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

"Oh ya, omong-omong apa rencana yang akan kau lakukan berikutnya? Bersama diriku lebih tepatnya,"

"Besok, kita akan membawamu kehadapan Tetua Veruzhan. Aku akan meminta izin padanya, aku harap ia menyetujuinya." balas Reloura kemudian.

"Bagaimana jika tidak?" celetukku.

Tampang keraguan terukir diwajahnya. "Ya, kita ikuti saja bagaimana alurnya nanti."

"Kalau tidak dapat izin, kau akan selamanya berada di sini, bersama kami!" tandas Elve tiba-tiba.

Aku tersentak seketika. Meski aku tahu ia hanya bergurau, aku mencoba untuk diam menanggapi perkatannya tadi. Karena ini bukanlah situasi yang tepat untuk bergurau.

"Maaf, aku hanya bercanda,"

Aku tersenyum kecut, "Ya, aku tahu."

***

Malam sudah makin gelap. Rupanya disini pun juga ada pergantian waktu antara siang dan malam. Udara malam saat ini benar-benar mengundang kantuk untuk datang kepadaku.

"Mataku lelah, aku ingin tidur," lirihku pada mereka berdua yang terlihat masih segar.

Reloura menoleh kearahku, "Kau mengantuk? Tidurlah lebih dahulu."

"Eh, bagaimana dengan kalian?"

Mata Elve mengerling, seperti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. "Masih ada hal yang harus kami lakukan, maka dari itu kau tidur terlebih dahulu."

"Baiklah, tapi aku tak bisa tidur tanpa menggunakan bantal atau guling," ungkapku.

"Tangkap!" Reloura melemparkan sebuah sesuatu yang awam untuk diriku. Benda ini mirip seperti bantal, namun tidak sepenuhnya.

Ah, sudahlah, tidak penting. Perlahan, diriku pun terlelap dalam kesunyian.

***

A/n

Ini cuma curcol, dibaca bermanfaat *maybe, gabaca juga ga rugi :'v

Honestly, Dua chapter terakhir bener2 bikin pikiran saya mess :(. Mulai dari plot sampe dialognya.

Jadi, maaf kalo kalian nemuin banyak kejanggalan di dalamnya. Akhir-akhir ini saya nulis dan update lebih sering karena dalam rangka 'kejar bab', Mengingat cerita VOR ini terdaftar dalam suatu kampanye yang akan mengumumkan pemenang terbaiknya akhir desember nanti.

Sebenernya gak dituntut untuk menamatkan ceritanya,sih, tapi saya pengin aja gitu cerita ini tembus 30+ chap sebelum pengumuman pemenang *ini pd banget :v

Yah, jadi gitu aja. Kalo kalian nemu kejanggalan, anggap aja bener dan gada yang salah, wkwk.

Sekian.

-TETAP BERKARYA WALAU TAK SEORANGPUN BACA-

Vacation On Raa (Fight For The Truth)Where stories live. Discover now