Bagian 6 - Quiet Night

92 12 0
                                    

[Pict : Dyswish]


Begitu sudah kembali, entah apa yang membuat jantungku terus berdegup kencang. Jauh beberapa langkah sebelum aku masuk ke dalam tenda, terdengar jelas suara rintihan seseorang, rintihan yang amat menyayat hati. Aku hafal betul kepemilikan dari suara itu. Kathe. Tunggu, itu artinya dia sudah terlebih dahulu pulang daripada aku dan Alenna? Lalu apa yang terjadi padanya sampai-sampai ia merintih kesakitan seperti itu?

"Rintihan siapa gerangan? Kedengarannya dia sangat kesakitan," tanya Alenna pada diriku, lantaran ia heran dengan suara rintih yang tiba-tiba muncul dikala langit yang mulai gelap.

Aku langsung menilik menatapnya, tanpa langsung membalas pertanyaannya barusan, kemudian terlintas sesuatu di dalam pikiranku, "Ah, suara itu, itu Kathe! Benar, itu suara Kathe! Apa yang terjadi padanya?"

"Aku tidak tahu," jawab Alenna mengangkat bahu kiri, menunjukkan kalau dirinya setengah acuh setengah tidak peduli. "bagaimana kalau kita datangi saja?"

"Sudah semestinya. Ayo!"

Degup jantung yang semula berdebar kini bertukar lalang menjadi sebuah kepanikan. Aku berlari terhuyung-huyung dalam keadaan perut yang masih terasa sakit melilit ini. Meskipun Kathe sudah membuatku kesal tadi pagi, tetap saja ia adalah sahabatku. Yang membuatku panik jika hal buruk terjadi padanya. Kini aku dan Alenna terus berlari, menuju tenda yang jaraknya makin tampak nyata di depan mata.

***

Aku sudah berada tepat di depan pintu tenda, aku mulai melangkah masuk, walau terasa berat. Dan mencoba bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Tentu saja itu tidak akan mudah bagiku untuk saat ini, terlebih lagi hubunganku dan Kathe yang sedang bersitegang. Baikalh, akan aku coba semampuku. Aku harus bisa melawan gengsi ini.

Sesampainya di dalam, aku menyaksikan sebuah kejadian ironi. Ya, benar saja, suara rintihan yang sempat kudengar tadi rupanya milik Kathe, ia merintih pelan, terus merintih, menyelungkupi sesuatu pada lututnya. Setidaknya itu yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Namun, seketika itu juga ia berhenti saat mengetahui keberadaanku dan Alenna yang sedang menyaksikan kondisinya sekarang ini.

"Apa yang terjadi?" tanyaku dengan wajah cemas, bukan pada Kathe langsung, melainkan bertanya pada Mikha yang sekarang berada tepat di sampingnya.

"Untuk kejadian pastinya, aku tidak tahu," balas Mikha mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya sesaat, lalu menghela napas. "karena sedari tadi, dia terus kutanya perihal apa yang membuatnya jadi seperti ini, namun tetap kekeh tidak mau memberikan jawaban padaku,"

Aku mulai menarik kembali tatapanku menuju Kathe yang terus tertunduk sejak aku datang, ia mulai melekukan kaki kanannya yang ramping, lalu mulai menunjukkan sesuatu yang terjadi pada lututnya yang malang--sebuah luka sobek yang cukup parah. Lukanya itu mengalami pendarahan, dan darahnya yang berwarna merah pekat mengalir bercucuran, Kathe mulai menasaknya menggunakan kain tipis berbentuk persegi. Aku menatapnya miris, rasanya ingin-sekali-bertanya-padanya. Tetapi entahlah, amat begitu berat. Sekuat apapun aku berjuang melawan gengsi ini, sama saja. Tidak mau tunggu lama, akhirnya Alenna lah yang bersuara, menanyakannya langsung pada Kathe.

Alenna melangkah menuju ke hadapan Kathe yang masih dalam keadaan terduduk, lalu ia berjongkok, "Apa yang terjadi padamu? Mengapa lututmu terluka parah seperti ini?"

"Tidak apa-apa. Hanya terjadi insiden kecil saja saat aku ingin kembali ke sini dari air terjun Dyswish. Lagipun luka ini tidak terlalu parah dan akan lekas mengering," balasnya lirih, sambil terus menasak darahnya, tidak, lebih tepatnya mulai menekan kain dibagian inti lukanya tersebut.

Aku cukup lega mendengar pernyataannya barusan. Meskipun tak sepenuhnya yakin kalau lukanya akan sembuh dalam jangka singkat, karena waktu liburan kami dihutan ini hanya tinggal menghitung hari lagi, yaitu hari besok.

Vacation On Raa (Fight For The Truth)Where stories live. Discover now