Bagian 16 - Wondering

14 2 0
                                    

Aku pingsan.

Lagi-lagi hal menyebalkan itu terjadi.

Beberapa waktu sebelumnya, aku sempat tak sadarkan diri, karena terinfeksi racun yang berasal dari gigitan seekor ikan. Katanya. Padahal aku ingin sekali melarikan diri, tapi itu tiada guna. Kini aku hanya berserah diri saja pada nasib.
Namun tampaknya waktu berkata lain, aku membuka pelupuk mata lambat-lambat. Kutatap langit-langit diatas, kayan. Pasti aku kembali dibawa kerumah pohon lagi. Sinar senja mentari menyentuh kulitku, membantuku untuk mengumpulkan kesadaran. Mataku menyipit, nyatanya, waktu terus berjalan. Kukira dengan hanya pingsan, aku dapat kembali ke dunia asalku, konyol sekali.

Aku mencoba menegakkan tubuhku, meski tiba-tiba nyeri menjalar secara menyeluruh.

Ah, apa ini? Sebuah daun melekat tepat dan menutupi semua bagian luka yang tadi sempat terkena gigitan. Sdah kusentuh berkali-kali, bahkan kupencet, tak ada sensasi yang muncul. Mulanya aku ingin melepas keberadaan daun itu, namun aku mengurungkan niat.

Entah kenapa, aku pun tak tahu.

Aku masih terdiam dengan keadaan duduk, pikiranku melamun. Di tengah keheningan itu, aku bertanya direlung hati, kemana mereka semua? Di sini sungguh sepi. Tidak ada orang. Namun diluar terdengar jelas suara kegaduhan.

Karena penasaran, aku mulai merangkak, lalu membuka pintu hingga menimbulkan sedikit celah untuk mengintip.

Betapa terkejutnya aku! Reloura dan yang lainnya kedapatan tengah bantah-berbantah bersama sekumpulan orang asing. Aku melihatnya, perempuan congkak itu  juga menampakkan sosok di sana.

Mau apa mereka?

"Kenapa, sih?" saking tak tertahankannya, diriku sampai keceplosan. Suasana tak berubah, unntunglah, artinya mereka tak sadar.

Aku memang tidak bisa mendengar percakapan mereka secara jelas, hanyalah sayup-sahup. Tapi masih ada beberapa kata yang di lontarkan dan terdengar jelas ditelingaku

"...tidak boleh,"

"...paksa,"

"...kubiarkan begitu saja."

Mataku sukses terbelalak setelah mencerna kata-kata yang kudengar tersebut. Aku yakin mereka sedang membicarakan keberadaanku, dan ingin merebut diriku. Air mataku hampir melinang, tapi sekuat mungkin aku menahannya.

Jangan menangis, dasar cengeng!

"Baiklah..."

"...Ya,"

"Secepat mungkin..."

Itulah kelanjutannya, berdasarkan yang kudedengar. Hatiku sedikit lega, lalu sesegera mungkin aku akan meminta penjelasan pada Reloura dan yang lainnya itu.

Mereka telah membuat perasaanku tumpang-tindih.

***

"Hey, Tiff,  sudah sadar rupanya. Pastikan kau tak menguping lagi, kan?" Shelia bergurau, aku mengabaikannya, ini waktu yang salah untuk melakukan hal itu.

Aku murung, dengan wajah datarku. Duduk di sudut ruangan.

Reloura mengernyitkan alisnya, "Kau kenapa, sih?"

"Apa sesuatu terjadi padamu?" aku tahu, Lizzy cemas, "ceritakanlah pada kami,"

Disambung tatapan heran Elve yang tajam.

"Aku tidak apa-apa," aku bangkit, dengan pikiran yang membulat. "Katakan padaku yang sebenarnya."

"Kau tau dia kenapa?" Shelia dengan wajah sangsi mengucapkan itu. "Aku tak tahu," lanjut Lizzy terkikik.

Vacation On Raa (Fight For The Truth)Where stories live. Discover now