32: Yang Tersisa Hanyalah kebahagiaan

27.3K 1.8K 201
                                    

Kita tak pernah tahu, seberapa jauh takdir akan mempermainkan kehidupan kita

Namun yang pasti, takdir akan selalu menuntun kita pada bahagia

Dengan,

atau tanpa dia yang kita cintai

-

-

-

Lima bulan kemudian.

Seringkali, manusia nggak sadar bahwa waktu terus berjalan. Matahari yang bersinar saat pagi dan digantikan oleh bintang-bintang di malam hari selalu menjadi pertanda akan hari yang terus berganti. Semenjak kejadian yang terjadi di Pulau Harapan, hubungan gue sama Kaka bisa dibilang mengalami sebuah peningkatan yang signifikan. Sekarang, gue jadi lebih sayang dan berusaha menghargai setiap kebersamaan yang gue jalani bersama Kaka. Nggak gue sia-siakan lagi setiap detik gue mampu menyentuh kulit lembut cowok itu sebelum kemudian menemukan senyum bening kala membuka mata setiap paginya. Hidup gue kini hanyalah untuk membahagiakan Kaka, dan gue bakal lakukan apapun buat mewujudkan itu.

Usia kandungan Kaka kini sudah nyaris menginjak angka sembilan bulan. Dalam usia kandungan yang demikian, tentu perubahan fisik yang drastis tentu turut terjadi pada tubuhnya. Perutnya yang dulu hanya membuncit seadanya, kini berubah gembung seolah ada bola basket tersembunyi di dalamnya. Tubuhnya yang dulu mungil kini juga terlihat sedikit gemukan. Nggak heran sih, sebab belakangan napsu makan Kaka emang meningkat dengan begitu pesat. Apapun yang terlihat matanya, pasti bakal diminta cowok itu buat memenuhi perutnya. Ngidamnya pun, bisa dibilang cukup aneh untuk orang hamil seusianya. Ketika orang hamil pada umumnya bakal ngidam mangga muda, rujak, sate ayam atau makanan yang bisa dibilang manusiawi lainnya, Kaka justru seringkali meminta buat dibelikan ayam geprek, baso setan pun juga Indomie Abang Adek yang pedesnya kayak setan. Meskipun Kaka terlihat begitu menikmati waktu makanan-makanan tersebut gue sodorin di depannya, tetep aja gue khawatir bahwa kandungan pedas dalam makanan tersebut bakal berpengaruh bagi bayi yang dia kandung ke depannya.

"Jadi Kakak nggak ngebolehin aku buat makan ini semua? Gimana kalau nanti anak kita lahir dalam keadaan ileran karena ngidam mamanya nggak keturutan? Apa Kak Glenn udah siap dengan kemungkinan paling buruk kayak begituan?"

Selain punya hasrat ngidam yang nggak bisa dimasuk akal, Kaka juga sekarang punya tingkat sensitifitas yang luar biasa. Oke, sebagai calon ayah, gue emang nggak pernah bisa ngebantah dan melakukan apapun yang diminta sama bini gue yang lagi hamil tua. Mood swing, kebangun tengah malam karena mual, hingga permintaan ngidam yang nggak masuk akal, semuanya udah pernah Kaka tunjukkan. Dan hal itulah yang lambat laun ngebikin gue mengerti bagaimana perjuangan ayah-ayah di luar sana yang menanti kelahiran putera pertamanya. Untung gue punya Mami yang selalu setia ngasih gue wejangan ketika gue mulai kebingungan kalau Kaka mulai mengeluh kesakitan pas tengah malam. Sebab jika tidak, gue nggak ngerti lagi bakal seberapa menderitanya gue karena kudu mengalami fase yang bener-bener baru pertama kali ini gue mengalaminya.

"Hari ini Mami nyuruh kita ke rumah, Ka."

Gue dan Kaka sedang geletakan di sofa ruang santai siang itu. Gue ngebiarin kepala Kaka rebah di pangkuan sementara cowok itu nggak henti-hentinya nyemilin keripik kentang di dalam stoples besar yang dipeluknya. "Katanya, beliau mau ngasih ide buat desain kamar calon bayi kita."

Ngedenger apa yang gue katakan, Kaka hanya mengulet sejenak tanpa mengalihkan pandangan dari televisi di hadapan kami yang tengah menampilkan adegan Sailor Moon yang tengah bercakap mesra dengan Tuksedo Bertopeng. Gue tahu cowok itu pasti malas. Belakangan, perutnya yang membesar emang secara nggak langsung ngebuat gerakan Kaka jadi terbatas. Dan itu ngebikin dia jadi lebih memilih berdiam di rumah ketimbang melakukan banyak aktivitas yang melelahkan.

[MPREG#2] TARUHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang