Bonus Chapter - Just a Dream

3.5K 257 72
                                    

Jika tidak menyangka, berarti gadis bersurai hitam ini pun sama.

Jika tidak mengira, berarti gadis yang penuh air mata ini juga sama.

Semuanya tampak nyata.

Aneh.

Memang sangat aneh.

Irene menunduk lemas di ujung ranjangnya, menatapi kelopak-kelopak mawar hitam layu yang terlepas dari tangkainya, ia mengamati pula duri-duri yang menancap di batangnya. Begitulah yang ia rasakan sekarang, merasa layu dan sakit seperti tertancap sesuatu yang tajam.

Satu tetes air mata jatuh di salah satu kelopak yang masih indah dan mulus seperti awalnya, ia mengusapnya perlahan.

Apa aku baru saja mencintai seorang monster? Pembunuh? Dia? Willis?

Penuh tanda tanya yang perputar di kepalanya bagaikan komedi putar yang terus berputar mengajak anak-anak berkeliling.

Apa yang ia pikirkan sekarang? Hanya sebuah mawar hitam layu di genggamannya. Ia menyayangi bunga layu yang tak terlupakan, mungkin pula bunga itu menyayanginya juga.

Apa sekarang aku gila?

Tok.. tok.. tok..

Irene menoleh ke sumber suara, pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

"Joohyun-a," panggil seseorang dengan suara yang amat lemas.

"Hm.." jawabnya singkat.

"Sampai kapan kau akan mengurung diri?" tanyanya lagi.

"Sampai aku merasa bahwa ini tidak nyata," jawab Irene dengan suara serak, parau, dan nyaris tidak terdengar.

"Eomma mengkhawatirkan keadaanmu, Eomma tidak bertemu denganmu sejak dua bulan yang lalu."

Irene tertawa kecil, "Aku juga, aku tidak bertemu dengannya sejak dua bulan yang lalu."

Senyap.

Tidak lagi ada yang menjawab setelah perkataan menyedihkan Irene keluar dari mulutnya.

Gadis itu mulai menangis, tanpa suara, hanya air mata yang berderai menjatuhi pipinya yang pucat. Lalu ia tersenyum seketika, dan menurunkan bibirnya lagi.

Mungkinkah aku harus menyusulnya?

Irene berdiri dari duduknya.

Untuk pertama kali sejak dua bulan lalu ia keluar dari kamar yang terasa pengap.

Hyemin, Ibu Irene, terkejut dengan kedatangan anaknya yang baru saja keluar dari kamar. Cepat-cepat Hyemin berdiri dari duduknya, dan memeluk erat tubuh Irene.

"Lupakan kejadian itu, Sayang. Ibu sedih melihatmu begini." Bisikkan itu tidak memengaruhi apapun untuk Irene, ia tetap bersikeras ingin pergi menyusul orang yang jauh di sana.

"Jangan khawatir, Eomma. Aku akan menyusulnya," ujar Irene, sama berbisik.

"Tidak!"

"Lalu aku harus apa?"

"Duduk dan lupakan semuanya, mengerti?"

Irene mengangguk.

"Tapi tidak hari ini," ucap Irene dan kembali melanjutkan jalannya menuju keluar rumah.

--

Kertas-kertas bergambar wajah yang Irene sayangi sudah lebur, hilang menjadi bubuk-bubuk tak terlihat.

"Hey, lama menunggu?" tanya seorang pria mengejutkan Irene yang tengah duduk di kursi taman yang sudah lama tidak ia kunjungi, sejak dua bulan yang lalu.

Black Rose [Hunrene]Where stories live. Discover now