seventeen

2.1K 280 6
                                    

"Kita perlu bicara." Seulgi berjalan keluar tanpa menoleh lagi ke arah mana pun. Kini semua langsung tertuju pada Sehun, pasti semuanya mengira bahwa Seulgi tak mengenal mereka semua.

"Aku keluar sebentar, permisi." Sehun pamit keluar untuk menemui Seulgi.

Seulgi menampakkan wajah yang lebih sering ia tunjukkan, wajah yang terkesan terlihat lebih sinis dari biasanya. Sehun menyimpan kedua tangan di saku celananya, kesan cool-nya sangat muncul saat ini.

"Benar kau menculik Irene?" Tanya Seulgi to the point. Sehun mengangguk, memang jujur tapi itu membuat Seulgi bertambah kesal.

"Kau yang membunuh Joonmyun?" Ia kembali bertanya untuk memastikan, lagi-lagi hanya dibalas anggukkan oleh Sehun.
Seulgi berdecak sebal, ia melipat tangannya di dada. Apa harus ia melaporkan semuanya ke polisi sekarang juga? Padahal ia sudah memperingati Sehun, tapi tetap saja seperti ini.

"Apa? Mau melaporkanku pada polisi? Tak akan mempan, mereka sudah berpuluh-puluh kali mengejarku tapi aku belum tertangkap sampai sekarang," jelas Sehun seakan tahu isi pikiran Seulgi, memang ia sudah menduga pasti Seulgi sedang memikirkan hal itu.

Seulgi menghela nafas, "Akuu hanya ingin memperingati apa yang telah aku katakan saat itu."

"Tentu aku masih ingat, aku tidak pikun."

Seulgi mencoba menahan amarahnya, bagaimana bisa ia bicara dengan orang menyebalkan macam ini? Hanya itu yang ia pikirkan saat ini selain tentang melaporkan pria ini ke polisi.

"Aku lelah mengingatkanmu, ini hanya butuh kesadaranmu," ujar Seulgi lalu kembali masuk ke ruangan Luhan.

Pria dengan wajah kecil dan tampan itu masih belum sadar sedari tadi, matanya masih terpejam. Namun, seperti sudah ada tanda akan sadar, sesekali jari tangannya bergerak, sesekali ia melenguh, namun ia belum membuka matanya, mungkin karena ia terlalu lemas karena kehilangan banyak darah.

"Ah.." suara ringisan memekakkan telinga seisi ruangan ini. Luhan memegang perutnya yang masih berbalut perban. Dengan cepat Irene menghindarkan tangan Luhan dari perbannya, kalau tidak dihindarkan, bisa saja Luhan menekannya karena menahan ngilu.

"Jangan sentuh perbannya," ujar Irene dengan suara kecil yang mungkin hanya terdengar oleh Luhan atau Soojung yang ada di hadapannya.

Mata Luhan sudah sepenuhnya terbuka, baru saja tersadar ia sudah terkejut melihat orang sekitar. Terkejut karena melihat orang menjenguknya.

"Hai, sobat." Kai menyapa dengan senyum miring, dibalas senyuman amat kecil dari Luhan.

Luhan berusaha untuk duduk, Soojung memintanya untuk kembali tertidur dan menaikkan ranjangnya untuk lebih tegak.

"Kenapa ini sangat ngilu," gumam Luhan, ternyata terdengar oleh Irene.

"Kau mendapat 12 jahitan luar dan dalam, pasti akan terasa sangat ngilu," jelas Irene, mata Luhan melebar karena terkejut. Luhan berpikir, seganas dan separah itukah tusukan dari seorang gadis yang dulu ia anggap sebagai gadis lemah karena pingsan saat dihukum lari lima keliling. Ternyata waktu bisa merubah segalanya, seiring berjalannya waktu, semuanya ikut berubah.

Soojung menyimpan wajah sedih dan menyesalnya kembali.
"Luhan, aku benar-benar minta maaf, aku salah, maafkan aku."

Luhan tersenyum. "Ubahlah cara pikirmu, jangan asal membuat kesimpulan."

Dibalik percakapan tersebut, Kai dan Sehun mengerti apa yang dimaksud dari percakapan mereka semua, kecuali Chanyeol yang hanya mengenal Irene dan Luhan disini.

Keadaan semakin membaik setelah Soojung meminta maaf, semua terlihat damai walaupun masih ada diantara mereka yang masih memiliki masalah masing-masing.

"Lebih baik kami pulang, kau beristirahatlah," ujar Kai.

"Kalau begitu, kami pamit," lanjut Chanyeol. Hanya Sehun yang sedari tadi tidak berinteraksi dengan siapapun kecuali Seulgi, itu pun di luar.
Seorang pembunuh tak tahu caranya menjenguk orang sakit, karena biasanya merekalah yang membuat orang sakit atau malah mati.

***

Sudah hampir satu minggu Luhan dirawat di rumah sakit, sehari-harinya hanya tidur, memakan makanan lembut seperti bayi, menonton TV, mengganti perban, dan terus seperti itu siklusnya. Semua terasa membosankan jika dirasakan.

Irene dan Soojung bergantian saling menjaga, kadang Yixing atau Lay yang katanya sahabatnya dari China datang ke Korea demi sahabatnya yang dirawat karena tertusuk, Lay terlihat sangat panik saat tahu temannya terluka cukup parah, apalagi ia adalah orang yang terlalu mudah panik, tidak seperti Luhan yang selalu tenang menghadapi semuanya.

"Sebenarnya, selain tertusuk kau sakit apa? Kenapa hanya memakan bubur?" Tanya Yixing di samping ranjang Luhan sambil memainkan benang selimut yang keluar dari jahitannya.

"Ternyata aku punya maag juga, lambungku tidak terganggu karena tusukan, tapi memang dari dulu aku punya penyakit itu," jelas Luhan, Yixing hanya mengangguk-angguk mengerti, lalu tersenyum karena benang yang ia mainkan akhirnya terputus juga.

"Oh ya, para gadis yang ke sini itu pacarmu? Kau punya banyak pacar? Kau laku juga ternyata," ujar Yixing lagi. Luhan hanya mendengus setengah tertawa.

"Bukan, mereka teman SMA-ku, mungkin salah satunya orang yang aku cintai," jawab Luhan sambil tersipu, telinganya terlihat memerah karena malu. Yixing ikut tertawa, ia tak menduga bahwa temannya juga bisa jatuh cinta, ia kira temannya lebih suka pada sesama. Sudah, lupakan.

Seseorang mengetuk pintu dan menyembulkan kepala dari balik pintunya, Irene tersenyum menyapa Yixing. Irene masuk dengan satu buah jinjingan di tangan kanannya dan tangan kirinya memegang air mineral botol.

"Ini, aku bawakan bubur dan makanan untuk Yixing, kalian belum makan, kan?" Ujar Irene memastikan sambil memberikan kantong itu pada Yixing.

"Ini minum untuk Luhan, maaf aku tak membelikanmu minum, aku tak tahu kau harus minum apa, tapi ruangan ini dekat dengan kantin rumah sakit, kau bisa membelinya disana." Irene menjelaskan semua secara rinci, walaupun hanya dibalas senyuman manis yang menimbulkan lesung pipi milik Yixing.

Irene duduk di sofa lalu mengelurkan ponsel dari sakunya untuk menghilangkan kebosanan, sebenarnya ia bisa pulang, tapi ia akan bertemu Soojung sebelum ia kembali kerumah. Irene mengalihkan pandangan dari ponsel ke Luhan, ia lupa menanyakan sesuatu yang agak penting.

"Lu, sudah mengganti perbannya?" Tanya Irene dibalas anggukan oleh Luhan, Irene tersenyum melihat respon Luhan yang ternyata ia tak melupakan kewajibannya mengganti perban.

"Lukanya cepat kering, Dokter bilang jika lukanya kering sepenuhnya, benangnya akan di cabut," ujar Luhan. Irene mengangguk-angguk mengerti.

"Hai," sapaan itu mengejutkan semua yang ada di dalam ruangan, orang yang mengejutkannya hanya menunjukkan gigi putihnya karena merasa malu.

"Soojung-a, kami terkejut karenamu," ujar Luhan sebelum menyuap suapan pertama dari sendok berisi buburnya.

"Maaf, kukira hanya ada kau disini, ternyata Irene dan temanmu sudah datang." Soojung masuk lalu duduk di samping Irene.

"Ayo ke cafe samping rumah sakit, kita mengobrol, lagipula Yixing disini," ajak Soojung tak sabar. Irene mengangguk.

"Kami pergi ya, kau menunggu di sini, kan?" Tanya Irene ke Yixing, pria itu mengangguk sambil menyuap makanannya.

"Kajja."
.

.

.

.

To be continue..

Heyyy, kambek nih.. seneng ga? Kalo ngga juga gapapa wkwkwk..

Maafkan belum ada hunrene moment lagi, chapter depan ada deh. Maaf juga ini pendek sangat, yah karena kalian tau lah gimana rasanya mentok ide hehe..

Part ini kayanya gajelas ya wkwk

Black Rose [Hunrene]Where stories live. Discover now