nine

2.6K 378 25
                                    

Sehun berlari tanpa mengingat apapun, hanya ingat apa? Irene.
Gadis itu sendirian. Ia tak ingat sama sekali pada gadis itu, ia hanya mementingkan perkelahiannya tanpa memikirkan Irene.

--

Semua berlari menghindari polisi yang berusaha menangkap mereka, berlari tanpa arah yang pasti selamat. Hanya Sehun yang berlari menuju markasnya sendiri, tiga polisi sudah mengejarnya sampai akhirnya ia sampai di rumahnya.

Segera ia berlari ke dalam. Irene yang sedang merenung, tubuhnya terangkat dengan mudahnya.
Irene terkejut melihat Sehun dengan tiba-tiba mengangkatnya.

"Ya! Lepaskan!" Pinta Irene sambil memukul bahu Sehun.

"Diam! Kita terancam!" Sehun balas membentak.

Dengan sangat Cepat, Sehun memasukkan Irene ke mobilnya.

"Tolong jangan berteriak," perintah Sehun. Gadis itu hanya mengerutkan kening bingung tidak mengerti dengan kejadian ini.

Mobil Sehun melesat dengan cepat, mobil polisi tak kalah cepat. Jantung Irene berdetak lima kali lebih cepat, tangannya mencengkram jok mobil. Ia menahan teriakkannya, hingga akhirnya menimbulkan suara tertahan. Matanya terpejam kuat-kuat, kepalanya pusing, makanan dalam perutnya terasa ingin ia keluarkan semuanya.

"Ya! Sehun! Pelankan kecepatannya!" Teriak Irene.

"Jangan berteriak, bodoh!"

Mobil yang ia lajukan semakin cepat, tidak lupa dengan cara mengendara yang berbelok-belok tanpa mengatur kecepatan membuat tubuh Irene tergoncang cukup kencang, tubuhnya terbentur bagian-bagian mobil.
Irene yakin, pasti bagian tubuhnya akan membiru karena terbentur.

Sehun mengalihkan pandangan ke belakang, sudah tidak ada mobil yang mengikutinya di belakang. Sehun dan Irene menghela nafas bersamaan, merasa lega.

"Biarkan aku keluar, aku mual." Irene menepuk lengan Sehun untuk memerintah Sehun.
Sehun meminggirkan mobilnya di dekat trotoar jalan yang tidak terlalu padat, tidak banyak pejalan kaki atau pengguna kendaraan.

Irene berlari ke ujung dekat pohon lebat dengan daun, mengeluarkan isi perutnya yang memaksa ingin keluar. Pertama kalinya ia menaiki nobil dengan kecepatan super, Sehun memang sudah terbiasa di ikuti oleh polisi, sehingga ia mampu menahan rasa pusing atau mual akibat menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang maksimal.
Sehun menunggu Irene di dalam mobil, Irene sudah selesai mengeluarkan semuanya. Bibirnya pucat, keringat banyak mengalir di pelipisnya.

"Rumahmu sudah ketahuan, sekarang kau tinggal dimana?" Tanya Irene masih memijat pelipisnya.

"Markasku tidak hanya satu, masih banyak di daerah lain." Jawabnya santai. Sekarang mobilnya melaju dengan kecepatan yang normal, membuat ketenangan di jantung Irene.

Irene memejamkan mata selama diperjalanan, berusaha mengurangi rasa pusing dan mualnya. Sesekali pria disamping meliriknya yang sedang memejamkan mata atau entah tertidur, sudut bibirnya berkedut menahan senyum. Nampaknya gadis disamping sudah tidur pulas, tidurnya yang seperti itu membuat Sehun enggan membunuh gadis itu.

"I want to kill you, but-- i can't." Wajah Sehun berubah sendu, menatap Irene dengan tatapan yang sulit diartikan. Sehun mengusap wajahnya kasar, berusaha menghilangkan pikiran tak teganya. Mana mungkin seorang pembunuh merasa iba pada targetnya sendiri, bahkan Sehun merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya jika ia harus membunuh Irene. Gadis itu membuatnya urung untuk melakukan sesuatu yang harus ia kerjakan, membuatnya lupa akan tugasnya yang sangat di lihat dengan buruk oleh orang lain.

--

Sehun mengangkat tubuh mungil Irene yang masih lemas dan tertidur, gadis itu tampak nyenyak dengan tidurnya kali ini, wajahnya tenang tanpa ketegangan seperti saat itu. Sehun meletakkan Irene di ranjang yang berbeda, suasana rumah yang lebih bercahaya dibanding rumah sebelumnya.
Sehun menatap Irene sebelum ia pergi, matanya, hidungnya, bibirnya, ia tatap satu persatu seperti sedang memeriksa sesuatu. Sehun terduduk di samping ranjang, mendekat ke arah Irene yang tengah tidur pulas.
Bibirnya menyentuh bibir Irene dengan singkat, sangat singkat.
"You're mine, Bae Joohyun." Bisiknya lalu pergi meninggalkan Irene untuk mengistirahatkan dirinya yang merasa lelah di hari ini.

--

Malam yang lebih ramai tidak seperti biasanya menyambut Irene yang baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia tersenyum saat penuh penerangan di dalam, maupun diluar rumah. Irene terdiam sejenak, mengelus bibirnya yang merasa ada sesuatu yang berbeda.
"Dia menciumku, apa itu mimpi?" Tanyanya pada diri sendiri, ia sadar tak sadar saat Sehun menciumnya secara singkat tersebut, tapi ia merasa ada sesuatu yang aneh dipikirannya.

You're mine.

Bisikan itu, suara bisikan yang Irene kenal. Tubuhnya merinding saat mengingat bisikan yang entah sebenarnya dalam mimpi atau nyata. Irene mengangkat bahunya tidak peduli, walaupun sebenarnya masih berputar di otaknya.

Sehun masuk dengan wajah tenang. Sudut bibirnya terangkat memberikan sedikit senyum disana.

"Kau lapar?" Tanyanya. Pertanyaan itu justru membuat Irene heran sekaligus bahagia karena perubahan Sehun. Irene mengangguk untuk mengiyakan bahwa ia memang butuh makan.

"Ganti pakaianmu, kita akan makan diluar hari ini, cepat tidak perlu menunggu lama." Sehun keluar setelah membicarakan ajakan mendadaknya. Tentu saja membuat Irene terkejut tak bisa berkata-kata, seorang Sehun mengajaknya makan malam bersama di sebuah restoran.
Irene tidak berdandan lama, ia hanya mengoleskan sedikit pewarna bibir agar tidak terlalu pucat. Ia keluar kamar dengan hati-hari, ia takut Sehun kembali berubah menjadi monster pembunuh yang selalu ia lihat. Sehun sudah siap di sofa dengan kunci mobil di tangannya.

"Sehun, a-aku sudah siap." Irene gugup.

"Bagus, ayo pergi."

Menggenggam.

Sehun menggenggam tangan Irene, tentu membuat tubuh Irene membeku seketika. Ia menghentikan jalannya karena terlalu kaget atas perlakuan Sehun.

"Ada apa? Ayo cepat." Ujar Sehun.

Irene menunduk menatap tangannya yang digenggam oleh Sehun, pria itu menyadarinya dan melepasnya dengan cepat. Ia tak sadar akan itu.
Sehun menggaruk tengkuknya yang tak gatal, berpura-pura terbatuk untuk menghilangkan rasa gugup.

"Ayo, cepat, tak punya waktu lama untuk bermalam diluar," ujar Sehun yang membuat seulas senyum di bibir Irene. Gadis itu tersenyum di belakang Sehun, perubahan yang menyenangkan.

"Kita memakai mobil yang berbeda?" Tanya Irene.

"Ya, kita tak bisa memakai mobil yang sama setelah menjadi incaran polisi."

Irene masuk ke mobil tanpa mempedulikan jawaban Sehun. Perjalan terasa sepi akibat kecanggungan di antara mereka, bahkan Irene hanya berdeham untuk memecah keheningan.

Tidak perlu waktu lama untuk sampai di sebuah restoran besar yang mereka kunjungi, Irene terkagum. Sehun membawanya ke tempat yang bisa dibilang banyak pasangan yang berkencan di dalam sana, bukankah mereka jauh dari kata pasangan?
Sehun memesan kursi untuk dua orang dengan hiasan lampu kecil di dekat pohon sekitarnya, seperti tempat khusus pasangan. Saking herannya, Irene tak henti menggumamkan kata 'kenapa' atau 'apa' ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Sehun berubah menjadi manis.

Makanan yang sudah dipesan datang.

"Selamat makan, Sehun." Ujar Irene ragu.

"Selamat makan, Irene." Balas Sehun. Senyum Irene kembali memancar dibawah cahaya lampu kecil yang temaram.
Irene menghentikan pergerakan makan dan mengunyahnya, ia lupa menanyakan sesuatu.
"Emm.. apa maksudmu mengajakku makan malam disini?" Tanya Irene hati-hati tanpa ingin menyinggung perasaan Sehun.

"Karena aku ingin," jawab Sehun. Irene tidak yakin bukan itu jawaban yang sebenarnya, kalau memang ia ingin, ia bisa pergi sendiri atau bersama rekan kerjanya.

"Bohong, aku yakin itu bukan jawaban yang ada di hatimu,"

"Memang, bukan itu jawaban yang sesungguhnya,"

"Lalu?"

"Karena, aku-- menyayangkanmu,"

To be continue..

Sedang tidak punya ide ini teh, jadi gatau bikin apaan ini, eh baper ga baper ga? Ngga ya? Iya da author sendiri juga ga baper wkwk. Maaf buat typo typo. Eh iya, teaser power keren ya? Iyaaaaa! Heuheu.

Btw, happy 1k readers 👏👏 terimakasih yang udah setia sama cerita aneh ini wkwkwk, buat siders sadar diri aja hehehehe...

Black Rose [Hunrene]Where stories live. Discover now