{11}Hasna Amelia Putri

Comenzar desde el principio
                                    

"Kamu udah sholat zuhur?"

"Oh iya ya, nanti deh aku qodho. Udah cape banget."

Nindy menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak bingung melihat Hasna seperti itu, bukan kali pertama Hasna melalaikan sholat seperti ini. Hampir setiap hari ia menunda sembahyang dan berujung menjadi Qodhoan. Apalagi sholat Shubuh. Sudah berapa kali Hasna mendapatkan hukuman dari organisasi karena perbuatannya. Bukan seorang Hasna jika tidak mengelak dan melawan. Hasna memang gadis yang keras kepala. Tak heran jika Nindy tidak memarahinya.

Lagian Nindy merasa tak enak jika harus menegur Hasna, mengingat kejadian satu bulan yang lalu Hasna diceramahi oleh Ustazah Aisya karena kesalahannya yang tak sekali, melainkan berkali-kali. Apa respond Hasna? Tentu gadis tersebut malah memarahi Ustadzah Aisya. Tak peduli siapa Aisya di pondok ini. Yang jelas Hasna tidak suka jika ia harus dinasehati.

💕💕

"Nind, kita makan sore di kantin aja yuk?"

"Hmm boleh juga," balas Nindy seraya merapikan pakaian yang ada di dalam lemarinya.

Santri dan santriwati diperbolehkan makan di kantin untuk mereka yang bosan dengan menu hidangan pondok.

Kantin berada di kawasan perbatasan santri putra dan putri. Tempatnya lumayan luas dan juga menghidangkan makanan yang begitu banyak. Selain itu harga nya juga menyesuaikan dengan anak pondok. Bukanya dari pagi hingga sore jam enam. Makanan menu apapun selalu tersedia di sana. Menyesuaikan jam makan santri, biasa di waktu tersebut kantin lumayan ramai.

Sesampainya Nindy dan Hasna di sana, Hasna langsung memesan makanan kepada Bi Jannah. Nindy pun disuruh Hasna untuk mencari tempat, karena Kantin cukup terlihat ramai dari biasanya. Maklum hari ini adalah hari di mana orang tua boleh mengunjungi anaknya.

Hasna langsung melahap Nasi gorengnya dengan lahap. Nindy hanya bisa terkekeh pelan. Sahabatnya itu memang suka makan. Porsi nya pun tak tanggung-tanggung. Namun, gadis itu tidak pernah ada masalah dengan tubuhnya. Sebanyak apapun ia makan, berat tubuhnya tidak akan mempengaruhi. Nindy menjadi hiri dengan Hasna, mengingat baru makan malam dua hari berturut-turut saja, perutnya terlihat membuncit.

"Hasna, liat itu Gus Raffi!" Pekik Nindy dengan histeris.

Hasna yang membelakangi keberadaan Gus Raffi pun menoleh mengikuti pandangan Nindy. Gus Raffi menangkap keberadaan Hasna dan Nindy. Pria itu pun juga sempat tersenyum kepada Hasna. Gadis itu tiba-tiba menjadi salah tingkah.

"Hallo Gus," sapa Hasna dari tempat duduknya dengan suara yang nyaring.

Raffi tersenyum simpul menanggapi sembari menunduk.

"Makan di sini aja Gus, bareng aku sama Nindy."

Rasanya tak enak jika harus  menolak, mengingat hati perempuan itu terlalu sensitif.

Jika ia menolak tawaran Hasna, bisa jadi ia akan malu, mengingat suara Hasna cukup keras mengajaknya untuk satu meja. Ia pun mendatangi meja Hasna.

"Gimana tadi jalan sama Abi? Seru acaranya?" Tanya Raffi dengan ramah.

"Seru Gus, tapi kurang seru kalo gak ada kamu," jawab Hasna dengan santai sambil menyuap nasi gorengnya.

Raffi tersenyum simpul, ia tidak mau terlalu terbawa perasaan. Walaupun ia merasakan debaran yang berbeda.

Sejak kapan Hasna seperti ini gumamnya. Kemaren saja ia melihat tingkah gadis satu ini seperti malu-malu dengan dirinya. Tapi hari ini, justru sebaliknya.

Nindy membulatkan kedua matanya mendengar jawaban Hasna. Ia tak habis fikir dengan sahabatnya,  jika Hasna seberani itu menanggapi ucapan Gus Raffi. Setahunya Hasna akan menjadi sangat pemalu di hadapan Raffi, ia kadang berubah menjadi gadis yang sangat kalem berbalik dengan sifat tabiatnya.

"Ana duluan ya Hasna, Nindy. Hari ini Ana ada jadwal di mesjid. Assalmualaikum," ucap Raffi lalu meninggalkan kedua gadis tersebut.

"Gimana pun keadaanya, dia itu selalu jaga pandangan sama yang bukan mahromnya," ujar Nindy pelan.

Hasna menganggukkan perkataan Nindy. "Ustaz Syafiq pun begitu, tapi sejak kejadian kemaren aku liat sesuatu berbeda dari beliau," ujarnya sambil tersenyum.

"Berbeda gimana Na?" Tanya Nindy penasaran.

"Hmmm....kepo yaaa??" Hasna menyipitkan kedua matanya.

"Hayo ceritaa! Katanya mau cerita."

"Entar aja, di sini banyak orang."

Nindy menghela nafas. Percuma saja ia memaksa Hasna, gadis itu pasti akan tetap menghiraukan permintaanya.

"Btw, kamu kok tadi tiba-tiba blak-blakkan gitu sama Gus Raffi? Gak biasanya? Sampe aku bingung, seberani itu kamu. Biasanya aja malu-malu. Kali ini malumaluin," desis Nindy

"Gak tau...gugupnya kayak hilang gitu aja," balas Hasna dengan ekspresi yang menggemaskan.

💕💕
"Serius ada yang mirip Syabila?" Hafiz berjalan mendatangi meja Syafiq.

"Hmm," balas Syafiq singkat.

"Kok Ane gak pernah liat?"

"Ente kan jarang ke wilayah putri. Yaudah kapan-kapan main ke sana, sama Ane," ujar Syafiq yang menanggapi perkataan Hafiz sembari sibuk dengan catatan-catatan yang diberikan Buya Yusuf.

"Ane jadi penasaran. Bisa sekarang ke sana juga?"

Syafiq menghela napas panjang. "Ini udah hampir maghrib Fiz. Antum gak mau pulang?"

"Ya Ane nungguin Ente dari tadi, kalo udah selesai ya Ane pulang. Kurang setia apa sih Ane sama Ente?"

Syafiq tersenyum simpul menanggapi. "Nih sudah selesai."

"Jadi kita ke wilayah putri?"

"Terserah," balas Syafiq dengan malas.

Syafiq yang lebih dahulu beranjak dari kantor Hafiz pun berusaha menyusul jalan Syafiq yang lumayan cepat. Saat ke duanya memasuki wilayah putri, keduanya tak lepas dari pengamatan santriwati.

Keduanya acuh tak acuh walau merasa tak nyaman dijadikan sasaran mata semua orang yang di hadapan mereka. Syafiq menjadi bingung sendiri, tujuannya ke sini untuk apa. Masa iya harus terang-terangan mencari Hasna? Yang ada akan menimbulkan kesalah pahaman.

"Fiz, kita ngapain ke sini?" Syafiq menghentikan langkahnya.

"Loh katanya mau cari siapa namanya yang mirip Syabila itu? Husna? Hasni?"

"Hasna," ucap Syafiq membenarkan perkataan Hafiz.

"Nah iya itu."

"Tapi masa iya kita terang-terangan mau cari dia. Kalo udah ketemu, terus ngapain sama dia?"

"Ente ternyata bawel juga ya. Ya udah kita balik aja lagi."

"Allah Fiz... malu-maluin banget ke wilayah putri kek gini cuma sekedar lewat doang. Dikira orang kita cuma mau—"

"Assalamualaikum ustaz," sapa seorang gadis yang tak asing bagi Syafiq. Pria itu pun melirik ke arah suara. Deg. Hatinya berdebar seketika.

Segenggam Harapan Cinta (Pesantren) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora