Sadness [eccedentesiast sequel]

Start from the beginning
                                    

Taehyung menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan sementara bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang membuat Jimin makin khawatir.

"Ayo," Jimin membiarkan Taehyung melangkah memasuki rumahnya sementara ia tinggal dan menutup pintu.

"Taruh tasmu di kamarku, aku akan pesan delivery untuk makan malam," ujar Jimin.

Taehyung mengangguk pelan dan melangkah ke kamar Jimin, sementara Jimin menatap punggung Taehyung yang seolah mengangkut berton-ton beban tak kasat mata.

"Kapan kau mau berhenti berpura-pura tersenyum, Taehyung-ah?"

---

Taehyung menjatuhkan tasnya begitu saja di lantai kamar Jimin yang dilapisi karpet simpel berwarna cokelat. Pemuda itu menatap kosong ke depan selama beberapa saat sebelum akhirnya meluruh, terduduk di lantai.

Taehyung tak tahu apa yang terjadi padanya. Tubuhnya luar biasa lemas sementara dadanya begitu sesak hingga rasanya ia kesulitan bernapas.

Pemuda itu mengepalkan tangannya, lantas membenturkannya pada dadanya.

"Berhenti terasa sesak," bisiknya, setengah memohon, "berhenti terasa sakit."

Ekor matanya sekilas menangkap gunting dan cutter yang tergeletak di atas meja bersama beberapa lembar kertas dan alat-alat kerajinan. Taehyung menatap benda tajam itu kosong. Haruskah?

Pemuda itu beringsrut mendekati meja berkaki pendek itu. Tangannya terulur menggapai cutter.

Bukan sekali dua kali Taehyung berpikir untuk melakukan hal ini. Hampir setiap hari, kala ia merasa begitu frustasi hingga rasanya tidak ada jalan lain untuk mengakhiri segala rasa sakit dan lelahnya selain dengan benar-benar mengakhiri segalanya.

Namun tangan Taehyung terhenti sebelum dapat meraih benda itu.

Selalu seperti ini.

Ia terlalu takut untuk mengakhiri semuanya. Sebut saja Taehyung pengecut, tapi memang begitu adanya.

Tiap ia berusaha--atau paling tidak berniat--mengakhiri segalanya, bayangan itu muncul. Bayangan wajah adik-adiknya, ibunya, ayahnya, keluarganya, teman-temannya.

Ia tidak sanggup membayangkan mereka menangis hanya karena seorang manusia tak berharga seperti dirinya. Ia tak pantas, tak cukup berharga untuk menjadi alasan kesedihan mereka semua.

Taehyung merasakan napasnya memberat, begitu pula matanya. Kepalan tangannya melonggar sementara tubuhnya kembali meluruh di lantai.

Selalu seperti ini.

Tiap kali ia berniat mengakhiri semuanya, selalu berakhir seperti ini.

Ia lelah.

Begitu lelah hingga rasanya tenaga untuk menarik napas pun tidak ada. Taehyung merasa matanya memberat dan sulit untuk dipaksa terbuka.

Pemuda itu menghela napas pelan.

Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis. Mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk mengakhiri semuanya dengan cara seperti ini.

Taehyung meralat kata-katanya.

Masih hidup bukan karena belum mati.

Tapi karena ia terlalu pengecut untuk bisa mengakhirinya sendiri.

---

"Tae."

Taehyung membuka matanya perlahan ketika merasakan seseorang mengguncang bahunya, dan satu yang lain mengusap rambutnya lembut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[BTS FF] VerstandWhere stories live. Discover now