For Reset - Part 40

Start from the beginning
                                    

Daripada aku harus melihat kecanggungan di antara sahabatku, yang membuat kelas menjadi ruang paling asing yang pernah kutempati.

Aku benci itu.

Tidak seperti pagi tadi, siang ini langitnya cerah dan tidak begitu panas.

Lapangan masih di singgahi genangan-genangan kecil dan rerumputan masih sedikit terlihat basah akibat terguyur hujan tadi pagi.

Dan aku kembali memikirkan hubungan persahabatanku.

"Sendirian aja, lagi nunggu seseorang atau nikmatin suasana?"

Suara itu, aku merindukannya.

Aku menenggak melihatnya, dia tersenyum padaku lalu duduk tanpa permisi.

"Nikmatin suasana, Ka." jawabku sembari sedikit menjauhkan diri darinya.

Sudah seminggu lebih aku menghindarinya, untuk sekedar tersenyum saat bertemu pun tidak kulakukan.

Dan sekarang dia berada di dekatku, sedang tersenyum sembari memainkan bola basket di jari-jarinya.

Aku senang Ka Albyan di sini.

"Lo jarang keliatan, kemana aja?"

"Banyak tugas, Ka, jadi di kelas mulu deh." dustaku padanya.

Faktanya aku selalu mencoba melihatnya dari jarak yang jauh.

"Oiya, sebentar lagi kita ujian kenaikan kelas, lo pasti belajar mulu ya, kan?"

"Iya Ka."

"Bagus deh, nanti gue doain lo masuk kelas unggulan, hehe." katanya dengan senyum manis yang aku rindukan.

"Amin, makasih Ka." singkatku.

Canggung. Aku membuat suasananya menjadi canggung.

"By the way, gimana lemparan basket lo? Udah jago belum?" kali ini dia memberhentikan aktifitasnya dan menengok ke arahku.

Aku tersenyum padanya, "Lumayan Ka, dibanding yang waktu itu,"

"Kalo gitu temenin gue latihan, yu, nanti pas pulang sekolah. Sekalian gue kasih tips yang lebih banyak, mau gak?"

Deg.

Jantungku berdebar, berpacu lebih cepat.

Aku ingin, aku ingin sekali menerima ajakannya, ini pasti akan menjadi kenangan berharga untukku.

Tapi,

"Maaf Ka, bukannya nggak mau, tapi gue udah ada janji pulang sekolah nanti," ujarku ragu.

Aku beranjak dari tempat duduk, "Kayaknya udah mau bel, gue duluan ya Ka. Maaf sekali lagi." tuntasku sembari menunduk lalu tanpa melihat ekspresinya lagi, aku bergegas pergi secepatnya.

*

Setelah melarikan diri, aku tidak benar-benar ke kelas.

Aku malah di sini, di toilet. Memandang diriku sendiri dihadapan cermin yang berembun.

"Sok jual mahal!" makiku pada diri sendiri.

Aku terlalu bodoh untuk menolak ajakannya.

Dan aku kesal karena menyayangkan itu.

"Kenapa menghindar?" suara seseorang terdengar, ketika bilik pintu ke tiga berderit normal.

"Vita?"

Dengan wajah datar, dia mencuci tangannya tepat di sampingku.

"Gue nggak minta lo menghindar atau menjauh dari Ka Albyan, jadi nggak usah nyiksa diri lo sendiri." ucapnya sembari melirikku dari cermin.

Only HopeWhere stories live. Discover now