Part 35

62.5K 4.7K 115
                                    

"Kau sedang mengandung, Eve. "

Aku sedang hamil... Begitu kah maksudnya?
Entah reaksi apa lagi yang harus ku berikan. Rasanya jantungku mau copot mendengarnya. Tatapanku masih saja datar,  tapi tentu tidak dengan pikiranku yang sudah meledak. Tuhan, kali ini apa lagi?
Tidak, bukannya aku tidak mensyukuri nikmat yang sudah diberikan. Tapi mengapa harus sekarang? Disaat aku tengah berduka atas kepergian suamiku. Disana aku telah benar-benar berpisah dengannya. Disaat tak ada lagi sosok yang mulia disampingku.

"Eve, apa kau baik-baik saja? " Aku menoleh pada Luna. Dapat ku pastikan dia bingung dengan rautku yang tak jelas ini. Aku segera mengulas senyum palsuku, "Ah benarkah? Syukurlah. Akhirnya aku bisa punya anak. "

Luna tersenyum menatapku, "Fufufufu tak ku sangka aku akan menjadi bibi secepat ini. "

Aku hanya terkekeh sejenak kemudian kembali membaringkan tubuhku membelakanginya, "Sudah dulu, ya aku istirahat dulu. " ucapku. Ku dengar ia menggumam mengiyakan dan kembali mendudukkan dirinya di sofa.

Aku langsung menarik selimut hingga menutupi wajahku. Tanganku meremas perutku sendiri yang masih rata ini. Tak dapat ku bayangkan, di dalam sini ada kehidupan. Ada perasaan senang bercampur gelisah di hatiku. Aku senang, akhirnya aku bisa menjadi ibu walau di umur yang sangat muda ini. Tapi disisi lain, aku gelisah. Aku tak ingin anakku lahir tanpa sosok ayahnya. Apa yang harus ku lakukan? Benar-benar tak dapat dipercaya. Oh tuhan, kumohon jangan sekarang. Ini bukanlah waktu yang tepat.

Aku segera memejamkan mataku erat. Ini memang sudah memasuki pagi hari, jadi sebaiknya aku istirahat saja dan menenangkan pikiranku. Tak terasa, butiran itu kembali menerobos keluar, membanjiri pipiku. Apa hidup memang sekelam ini?

.
.
.

Normal Pov

Sudah dua minggu berlalu sejak kabar kehamilan Eve sampai ke telinga gadis itu. Dan semuanya terjadi seperti semula. Eve menjalani hidupnya layaknya biasa. Bekerja di kafe bersama sahabatnya, Luna. Hanya saja gadis itu sedikit risih dengan Luna yang terlalu membatasi aktifitasnya. Dan tentu saja Eve adalah gadis keras kepala yang sangat suka membantah. Sehingga tak jarang ada pertengkaran dikarenakan masalah sepele diantara mereka berdua.

Rasa mual serta gejala-gejala kehamilan yang dialami Eve mulai membaik. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang sampai mengakibatkan gadis itu kesulitan untuk melakukan sesuatu. Eve juga sudah mendapatkan kembali warna kulitnya. Tidak lagi seperti mayat hidup. Namun gadis itu masih saja sering merasa kelelahan, walaupun ia selalu menutupi hal itu agat tak memancing kecerewetan Luna.

Saat ini pun begitu. Eve dengan segenap tenaganya, berusaha menutupi rasa lelahnya dan tetap tersenyum saat melayani pelanggan. Berdiri di meja kasir itu sesekali menghembuskan napas berat.

Seorang pelanggan, lebih tepatnya seorang pria bersurai blond yang mengenakan topi fedora. Surainya yang agak panjang itu ia ikat. Tak lupa pula sebuah kacamata hitam yang bertengger diatas hidungnya. Pria yang mengenakan mantel cokelat itu berjalan memasuki kafe, dan segera menghampiri meja kasir, sekaligus meja tempat pemesanan.

"Selamat datang. Ingin pesan sesuatu, tuan? " ucap Eve dengan senyuman hangat.

Pria itu tampak mengulas senyuman tipis sejenak sebelum pada akhirnya menatap Eve, "Ice blend mocca. " balasnya.

Eve mengangguk paham, "Baik, tolong tunggu sebentar. " gadis itu tampak membisikkan pesanan Pria tersebut pada seorang wanita, dan wanita itu langsung mengangguk seraya mulai membuatkan pesanan pria iru. Tak memakan waktu lama hingga akhirnya wanita tersebut menghampiri Eve dengan satu cup ice blend diatas nampan. Eve menerimanya dan menyodorkannya pada pria tersebut, "Ini pesanan anda tuan. Totalnya tertera di nota. " ucap gadis itu kemudian menyodorkan selembar kertas.

Royal Blood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang