Tampilan punggungnya berada disana. Jihoon tidak tahu kapan seungcheol mengambil fotonya, atau kapan seungcheol memasang gambar ini untuk menjadi tampilan layarnya. Itu adalah gambarnya di backstage salah satu acara musik mingguan. Dengan rambut pink dan pakaian jeansnya, ia tampak mungil di foto itu. Oh, jihoon lupa seberapa sering seungcheol mengingatkannya betapa ia sangat lucu, kecil, dan menggemaskan.

Jihoon terus memandangi foto dirinya di layar ponsel seungcheol, sampai ia mendengar suara tawa soonyoung yang menggema di lorong.

Ah, mereka kembali.

Dan mengingat itu, rasa kesal jihoon muncul lagi. Ia memasukkan ponsel seungcheol kedalam sakunya, dan memasang wajah datar lagi. Ia tidak ingin seungcheol mengetahui perubahan emosinya ini. Sebab, menurut leadernya itu, ia sangat mudah dibaca.

"Hey, ji," Seungcheol menaikkan alisnya begitu melihat jihoon yang terduduk di sofa. Disebelahnya, maknaenya terlihat tidur. "Kau menjaganya tidur?"

Jihoon menggelengkan kepalanya pelan. "Aku hanya tidak suka berada diluar,"

Seungcheol mengerutkan alisnya. Ia menatapnya lekat. Sekarang, jihoon tahu ekspresi apa itu. Seungcheol tengah membacanya.

"Ah, sayang sekali." Seungcheol mengedikkan bahunya, sambil berjalan memutar. "Mereka punya games menarik tadi,"

Jihoon melebarkan matanya. Ia menatap punggung seungcheol yang mengambil minum didepannya dengan tatapan tidak percaya.

Apa itu tadi? Hanya bicara seperti itu? Tidak ada ucapan maaf?

Jihoon membuang wajahnya. Ia mengepalkan tangannya erat. Sejak beberapa minggu terakhir, emosinya tidak stabil. Ia tidak tahu ini efek lelah atau apapun, tapi rasanya ia bisa meledak kapan saja.

Ia melihat seungkwan, seokmin, soonyoung, dan mingyu yang masuk. Mereka masih tertawa akan hal yang menjadi topik pembicaraannya itu.

Mingyu tersenyum kearahnya. "Hai, hyung! Aku tidak melihatmu sejak—"

"Darimana saja kalian?!"

Seisi ruangan tiba tiba terdiam. Mingyu dan yang lain menatapnya kaget. Beberapa staf memutuskan untuk keluar dari ruangan.

Jihoon tidak menyangka akan keluar seperti itu. Ia niatnya hanya bertanya dengan sentakan sedikit. Ia tidak menyangka akan terdengar memekik seperti itu.

Dari posisinya, seungcheol menatapnya lekat. Ia beranjak mendekat kearah jihoon. "Ji, apa yang-"

"Kalian tidak seharusnya meninggalkanku disini. Jika kalian keluar dan bersenang senang seperti itu, mana bisa kalian meninggalkanku duduk disini?"

Jihoon tidak tahu untuk siapa itu sebenarnya ditujukan. Mata dan tubuhnya masih mengarah kedepan, tempat para dongsaengnya itu tadi masuk. Sedangkan disampingnya, ada sosok leadernya.

"Mian, hyung," Mingyu menggumam kecil didepannyan. Ia menundukkan kepalanya menghindari tatapan jihoon.

"Lain kali akan kuajak, hyung. Aku janji," Seungkwan tersenyum kecil kepadanya. Meskipun sorot matanya masih menunjukkan ia takut.

Jihoon menghela nafas lelah. Ia memejamkan matanya sesaat. Tangannya meraih satu botol air disampingnya, dan beranjak keluar dari ruangan. Ia bisa melihat seungcheol yang menyuruh dongsaeng dongsaengnya masuk dan duduk, menenangkan mereka, sebelum seungcheol ikut keluar bersamanya.

Jihoon berjalan lebih cepat. Ia tahu seungcheol tepat di belakangnya. Ia hanya tidak ingin bertemu siapapun sekarang. Ia menuju pojok lorong, dimana terdapat jendela besar yang menampakkan pemandangan seoul dari sana.

[✔️] Dear, Woozi ; JicheolWhere stories live. Discover now