Kim - Another Him

Start from the beginning
                                    

"Kamu belum ke butik lagi?" tanya Tian mengalihkan pembicaraan.

"Sudah, kemarin aku ke butik. Pelanggan sedang banyak. Aku banyak mengerjakan sketsa saat sedang di rumah."

"Aku harus kembali ke kantor. Jaga diri, ya? Jangan lupa makan. Ingat akan maagmu."

Kim mengangguk sekilas.

"Siap."

"Aku serius. Jangan lupa makan. Kamu akan merepotkan orang lain jika pingsan tiba-tiba. Get it?" Tian memastikan Kim benar-benar melakukan permintaannya. Kim mengangguk kesal.

"Got it!"

"Satu lagi, Kimmy,"

"What?"

"Jaga hatimu baik-baik, aku tidak ingin melihatmu hancur nanti karenanya. Sakit hati memang konsekuensi dari mencintai, tapi apa kamu benar sanggup menanggungnya nanti? Pikirkan baik-baik. Selalu ada jalan kembali, sebelum semuanya terlambat," begitu menyelesaikan kalimatnya, Tian segera berlalu. Membuat Kim termenung akan perkataan laki-laki itu. Kemudian bibirnya membentuk senyum miris.

Aku tidak memiliki satupun tujuan hidup selain bersama dengan Aldwin. Jika memang harus mati karena menanggung sakit, kenapa tidak?

***

"Aku pulang!!" teriak Kim kencang pada rumahnya. Kim pulang agak malam hari ini karena ada pelanggan yang ingin mengkonsultasikan desain gaun pada Kim. Kim juga sudah mengirimi pesan pada Aldwin, yang tentunya tidak dibalas, agar pria itu mencari makanan sendiri khusus malam ini.

Kim mendesah saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Dia belum bertemu dengan Aldwin sekalipun hari ini, karena Aldwin sudah pergi pagi saat ia bangun tadi. Kim merindukannya. Merindukan pria itu. Namun biasanya, Aldwin sudah berada di kamarnya pada saat ini. Satu minggu sudah dia tinggal dengan pria itu, dan Kim puas mengetahui lebih banyak mengenai pria yang dicintainya.

Aldwin tidak terlalu suka bangun pagi jika tidak ada pekerjaan, namun selalu masuk kamar cepat di malam hari. Biasa tengah malam, pria itu akan keluar dari kamarnya. Entah melakukan apa, Kim tidak berani keluar karena takut mengganggu waktu sendiri pria itu. Jika ingin mendapatkan hatinya, Kim tidak boleh tergesa-gesa, bukan?

Aldwin tidak pemilih dalam makanan, nyatanya pria itu selalu memakan apapun yang Kim sediakan tanpa komentar. Baju pria itu didominasi warna hitam dan putih. Ukuran kemejanya cenderung XL (terberkatilah Kim yang mengurus cucian sejak ia datang). Aldwin memiliki banyak sekali celana panjang berwarna hitam.

Titik rangsang pria itu adalah leher.

Kim memerah memikirkan yang terakhir. Dia meringis dan memukuli kepalanya yang mendadak cabul jika menyangkut Aldwin.

Kim berjalan menuju kamar Aldwin, berniat ingin menanyakan apakah pria itu sudah makan sebagai kedok karena rasa rindunya. Ia perlu melihat wajah prianya, meski hanya sebentar, agar ia bisa tidur tenang malam ini. Ah, meskipun Kim sudah lupa kapan terakhir dia bisa tidur tenang. Bukankah hidupnya dari kecil selalu sengsara? Hanya Aldwin yang menjadi alasannya untuk belum mengakhiri hidupnya hingga hari ini.

Kim mengetuk pintu kamar pria itu. Sekali, dua kali, tiga kali. Tidak terdengar suara apapun di dalam sana. Kim ingin membuka pintu kamarnya, namun teringat pria itu selalu mengunci pintu kamarnya setiap malam.

Ah, mungkin sudah tidur, desah Kim kecewa dalam hati.

Kim pun menyeduh teh untuk dirinya sendiri. Badannya terasa sedikit pegal karena sibuk menggambar dari siang hingga sore tadi sebelum akhirnya melayani pelanggannya, dan teh cukup ampuh untuk merilekskan badannya. Begitu tehnya selesai diseduh, Kim bermaksud ingin menikmati tehnya di teras belakang rumah.

Gone Baby, Gone (completed)Where stories live. Discover now