Part - 8

293 130 56
                                    

Pulang sekolah aku langsung merebahkan tubuhku dikasur. Menatap langit-langit kamarku, menghela napas lelah.

Kejadian semalam benar-benar diluar dugaanku. Itu, itu terlalu tiba-tiba. Bahkan otakku saja belum bisa mencerna dengan baik apa yang terjadi pada Giovan dan tangannya. Lalu dengan begitu cepatnya dan tanpa aba-aba ada suatu hal lain yang terjadi pada saat itu.

Sesuatu hal yang sama-sama mengejutkannya untukku.

Mungkin, untuk Giovan dan Kakek juga.

Sore ini, Kakek sudah berjanji untuk menjelaskannya kepada kami. Iya, Killa juga. Killa sudah tahu semenjak kalung miliknya mengeluarkan cahaya terang dan suara menggema, ada sesuatu hal yang perlu dipertanyakan. Killa juga sudah melihat walaupun masih tampak tak percaya, bahwa aku bisa membekukan dan Giovan bisa mengeluarkan api.

Aku juga yakin Killa pasti kaget bukan main jika saja aku bisa melihatnya pertama kali memakai kalung itu.

Kakek memberi catatan bahwa kami bertiga harus sudah mengetahui apa kekuatan yang kami dapatkan. Baru setelah itu Kakek bisa menjelaskan semuanya pada kami. Aku juga sudah sangat penasaran, memangnya Kakek akan menjelaskan apa sampai harus menunggu kekuatan itu muncul?

Dan untuk ini masalahnya satu. Killa memberi tahuku bahwa dia tidak tahu apa kekuatannya. Maksudku, kalung bulan Killa memang bersinar sama seperti kalungku dan Giovan. Tapi, setelah itu benar-benar tidak ada suatu hal aneh yang terjadi pada Killa yang menunjukkan suatu kekuatan miliknya.

Aku bangkit dari tidur terlentangku. Memperhatikan keluar jendela. Percaya atau tidak tapi aku memiliki kekuatan. Aku tersenyum tipis, keinginanku terkabul. Kini, aku benar-benar percaya—maksudku lebih dari sekedar percaya bahwa keajaiban itu memang nyata adanya.

Jika di ingat-ingat, apa pada saat Mama terkejut karna dingin itu memang benar-benar karna mengenai tanganku? Bukan karna piring yang habis di cuci?

Aku memutuskan untuk turun dari kamarku setelah berganti pakaian. Kulihat Giovan berada di ruang keluarga ditemani oleh siaran tv yang sama sekali tidak lebih menarik daripada untuk lebih memperhatikan kalungnya. Yang jika ditatap seberapa lama pun, pastinya sama saja.

"Oh, hai Va." Sapanya ramah. Matanya masih tetap fokus terhadap kalung mataharinya itu.

Aku memutuskan untuk duduk di sofa sampingnya tanpa berniat untuk membalas sapaan Giovan barusan. Hanya malas percayalah.

"Va, mau kutunjukkan sesuatu?" Bisiknya pelan.

Aku memicingkan mata menatapnya, "apa?"

"Aku punya kekuatan lain, Va." Katanya masih dengan nada berbisik. Aku tentu saja refleks melotot padanya. Jika bercanda ini benar-benar tidak lucu.

"Aku serius." Giovan meyakinkan masih dengan nada berbisik.

"Killa, Killa saja belum tahu apa kekuatannya. Mana mungkin kamu bisa mengetahui punya kekuatan lain dalam waktu yang singkat!" Pekikku tertahan.

"Aku tidak berbohong, Va. Petir. Selain api aku bisa mengeluarkan gemuruh petir." Katanya masih mencoba meyakinkan.

"Va, Giovan. Apa kalian tidak dengar sedari tadi Killa memanggil dari luar?"

Aku refleks menoleh ke arah Mama yang berasal dari pintu depan. Di sampingnya ada Killa yang menatapku cemberut. Aku meringis seolah meminta maaf padanya. Kuperhatikan rambutnya mengembang-ngembang kecil.

"De-dengar kok, Ma."

Mama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya prihatin, kedua tangannya penuh oleh kantong belanjaan. Dapat ku pastikan Mama tidak mendengar apa yang Giovan ucapkan. Karna selain Giovan berbicara dengan nada berbisik, jarak Mama dengan kami juga lumayan jauh.

BASEMENT (HIATUS)Where stories live. Discover now