Janji 1 - Sial Pangkat Sejuta

80.9K 7.1K 1K
                                    

"Ugh! Ini kenapa toilet sekolah baunya kayak Bantar Gebang sih? Busuk banget!" seloroh seorang gadis berambut hitam bergelombang, seraya menutup hidungnya dengan tisu yang dia genggam sedari tadi.

Gadis lain yang baru masuk bersama gadis itu, menyatakan hal serupa. "Iya, nih! Pewangi ruangan aja nggak mempan. Pasti ada yang lupa nyiram nih!"

Kedua gadis itu melongokkan kepalanya ke bagian bawah pintu toilet yang memang tak tertutup penuh. Nihil. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Mereka berdua tak tahu, di toilet paling ujung, Nirma mati-matian menahan suara dan menaikkan kakinya ke atas kloset untuk menyamarkan keberadaannya.

"Udah yuk, kita ke toilet lantai dua aja." Ajakan salah satu gadis itu pada temannya, membuat Nirma menghela napas lega. Saking leganya, suara kentut yang berusaha dia tahan sedari tadi, akhirnya ikut terlepas juga.

"Tuh, kan! Ada orang!" pekik salah satu gadis itu jengkel. "Eh, yang di dalam. Disiram yang bener dong! Baunya bikin nafsu makan hilang nih!"

Nirma membisu, tak berani mengeluarkan suara. Dia hanya bisa merapal doa sampai akhirnya terdengar suara pintu toilet dibanting dengan keras.

"Kenapa sih toilet ini nggak full music aja? Paling nggak kan bisa nyamarin suara kentut gue!" gerutu Nirma tertahan. "Huh! Gara-gara bakso sialan nih!"

Gadis itu berdecak sebal, sembari mengingat kembali kebodohannya saat istirahat pertama, pagi tadi.

"Dua bakso beranak buat Non Nirma sama Non Alya." Pak Jamil, menyajikan dua mangkuk bakso beranak, lengkap dengan sawi, tauge, dan bihun. Dengan sigap, Nirma langsung membelah sebuah bakso berukuran jumbo hingga terbuka dan menampakkan isinya berupa beberapa bakso berukuran kecil.

Sepertinya ulangan matematika telah menguras habis pikiran dan tenaga gadis itu. Buktinya, baru beberapa menit, bakso-bakso kecil yang ada di mangkuk itu sudah habis dan hanya menyisakan bakso berukuran jumbo yang telah terbelah.

Kunyahan Nirma terhenti seketika, tatkala manik matanya melihat objek favorit gadis itu, berada di kantin seberang, bersama dengan kawan-kawannya.

Dia Rajendra. Cowok berambut hitam short spike itu tengah menikmati nasi kebuli kesukaannya, sembari sesekali mendiktekan sesuatu dalam bahasa Inggris, pada teman-temannya. Cowok itu tak mau meladeni protes teman-teman yang meminta mengulang kalimat yang tidak mereka mengerti.

Selalu saja seperti itu. Nirma kerap kali melihat cowok itu, memberikan sontekan dengan cara mendiktekan tugas yang telah dikerjakannya, tapi enggan mengulang atau menjelaskan lebih lanjut jika temannya ada kurang mengerti.

"Duh, manis banget sih," gumam Nirma sangat rendah, tapi ternyata masih mampu ditangkap indra pendengaran Alya, yang mungkin memiliki kemampuan setara dengan lumba-lumba.

"Hah? Manis?"

"Oh, ini es tehnya kemanisan. Gula lagi murah kali ya, sampai Pak Jamil jorjoran banget sama kita." Kebohongan terucap lancar dari mulut Nirma.

"Es tehnya atau Kak Jendra?" Pertanyaan Alya membuat bakso yang tengah Nirma kunyah, tersangkut di tenggorokan. Gadis itu buru-buru menenggak es teh yang ada di depannya.

"Nir! Itu es teh gue kali!" sembur Alya yang tak terima es tehnya berkurang separuh. "Kalau lo salting kayak gini, gue jadi beneran curiga deh."

Nirma yang telah berhasil menelan baksonya yang sempat tersesat di tenggorokan, tertawa canggung dan tampak sekali dibuat-buat. "Gue kalo naksir liat-liat juga kali, Al. Kemungkinan Kak Jendra notice gue aja kayak nungguin Upin-Ipin daftar wisuda, alias mesti nunggu seribu tahun lagi."

JANJI [Completed]Where stories live. Discover now