02 - Gadis keras kepala.

Start bij het begin
                                    

Sebelum Andre beranjak, dia kembali berucap, "Gue saranin mending lo besok-besok makannya nasi aja, jangan toak!"

Anaya mengambil dan melempar botol sabun yang berada di dekatnya, mendarat tepat mengenai kepala Andre. Pria itu meringis, sakit.

"Dasar cewek bar-bar!" geram Andre. Anaya memanyunkan bibirnya. Kemudian, tanpa malu dia berkata, "Gendong gue! Gue gak berani turun sendiri." Dengan nada sedikit merengek.

Andre berdecih, menatap kesal pada Anaya. Memang tidak tahu malu, umpatnya dalam hati. "Ogah!" tolak Andre, kemudian segera beranjak meninggalkan kamar mandi, dan menutup pintunya sedikit keras.

"ANDREEEE!!!!"

****

"Orang jahat pendek umurnya!" sindir Anaya melirik dari cermin meja riasnya ke arah Andre yang sedang sibuk dengan benda pipihnya.

"Huh, dasar sok ganteng!"

"Sok dingin, muka kayak tembok gitu sombongnya minta ampun!"

"Moga cepat kelar hidupnya ya Tuhan," lanjutnya dengan nada yang terdengar seperti benar-benar memohon kepada Tuhan.

Andre yang awalnya tak menggubris sindiran demi sindiran yang dilontarkan Anaya merasa jengkel, dan angkat bicara, "Gue mati, lo jadi janda, Anaya! Lo pikir enak jadi janda, ha?!"

"Ah! Kayak ada yang ngomong, tapi kok ya gak ada wujudnya!" balas Anaya tak mau kalah. Segera dia beranjak dari meja riasnya, melangkahkan kaki meninggalkan Andre yang sedang menatap tajam ke arahnya. Anaya mengangkat bahu, tidak peduli.

Gadis itu melangkah menuju dapur. Daripada berdiam diri di kamar, membuat darahnya cepat naik, lebih baik membantu orang rumah menyiapkan sarapan.

Walaupun manja dan tidak pernah memasak sebelumnya, mau tidak mau akan ada saat di mana Anaya harus melakukan kegiatan itu untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai seorang istri, memasakkan makanan untuk sang suami. Anaya tidak menolak dan mau-mau saja melakukan pekerjaan yang akan menjadi kewajibannya setelah menikah, bahkan dia berniat akan belajar memasak setelah ini. Anaya tidak ingin dianggap istri tidak becus oleh sang suami, bagaimana pun caranya Anaya harus bisa memberikan kesan yang baik. "Siapa tahu si pria sok dingin itu jatuh cinta sama gue," batinnya tersenyum jahat.

Meski kelebihannya mengurus rumah masih jauh di bawah rata-rata, jangan panggil Anaya kalau tidak bisa menghandle semuanya pekerjaan rumah tangganya.

"Pagi, Sayang," sapa Maya pada Anaya. Senyum wanita itu membuat hati Anaya lebih baik. Untung saja Anaya mendapat ibu mertua sebaik ibunya Andre. Wanita itu tidak jauh beda dengan ibunya. Anaya bisa merasakan kalau Maya juga sosok wanita penyayang.

Anaya balas tersenyum. "Pagi juga, Mami," sahut Anaya. Mami, itulah panggilan Anaya untuk sang mertua, sama seperti Andre.

"Naya bangunnya kesiangan ya, Mi?" tanya Anaya sedikit tidak enak hati, sebab makanan sudah tersaji rapi di atas meja makan.

"Sudah tahu pakai nanya lagi!" balas Andre lebih dulu dari Maya, pria itu berjalan ke arah meja makan, mengambil ropi selai kacang miliknya yang sudah disediakan oleh Maya di setiap pagi.

"Aduh ... aduh, Andre! Sudah Mami bilang kalau habis mandi itu dikeringkan dulu rambutnya! Gak malu, huh, sama istri kamu?" tegur Maya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nanti juga kering sendiri, Mi," jawab Andre dengan santai, kemudian meminum segelas susunya hingga tandas.

"Anaya, kamu keringkan dulu rambut suami kamu. Mami mau ngurusin Papi dulu ke kamar," ucap Maya lantas berlalu menuju kamarnya.

ANDRENAYA (SUDAH TERBIT)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu