Silvia : The Worst is Yet To Come

Start from the beginning
                                    

"Aku mau tahu kondisi Saka!" Air mataku mengalir deras.

"Kemaren-kemaren kemana aja?" sindir Bima kesal. Aku terisak.

"Sudah, sudah. Jangan dimarahin, Bim..." Kale menatap Bima. Bima balas memelototi Kale.

"Lo lagi! Gila ya lo! Silvia itu istri orang! Lo main bawa kabur aja!"

"Gue nggak bawa kabur, kali. Dia kabur sendiri," jawab Kale kalem. Bima mendelik.

"Kale nggak salah, Bim. Gue emang kabur," ujarku pelan. Bima menatapku dan menghela napas.

"Kok bisa Saka dirampok orang, Bim? Ngapain dia di situ?" tanyaku.

"Nyariin lo, Nek! Gue yakin dia puter-puter nggak jelas, just in case bisa ketemu lo. Makanya nyasar ke situ. Polisi masih menyelidiki kenapa. Tadi sekitar jam setengah 3, ada yang lapor kalau Saka tergeletak di jalan. Kaca mobilnya pecah. Dompet dan ponselnya hilang, makanya dugaan sementara ini perampokan. Polisi ngelacak pakai plat mobilnya, terus telepon ke rumah Tante Sarina karena alamat Saka tercatat ke sana. Tante Sarina panik, nelepon lo nggak bisa, terus nelepon ke rumah gue. Gue ke sini, sementara Mama sama Nania nemenin Tante Sarina," jelas Bima.

Astaga, Mama! Ya Tuhan, Mama pasti panik sekali...

"Aku mau telepon Mama dulu," ujarku.

Aku menyingkir, menelepon Mama, yang diangkat olehnya di dering pertama.

"Halo?" suara Mama basah.

"Ma, ini Silvia," aku terisak lagi.

"Silvia! Saka, Sil..." Mama menangis. Aku jadi ikut menangis.

"Mama do'ain ya... Silvia juga baru sampai di RS. Mama di rumah aja, do'a ya Ma..."

"Mama mau ke sana," isaknya.

"Iya, nanti biar Pak Imran jemput Mama, ya..."

"Saka ngapain ke Jatibening malam-malam begini, Sil?"

Aku terdiam. Masa iya aku jawab, nyariin aku yang minggat? Huft.

"Ada kerjaan, Ma. Ma, Silvia tutup ya. Mama siap-siap, nanti Pak Imran jemput Mama, ya..." Aku memutus pembicaraan. Perasan bersalah menyerbuku. Saka nggak akan ada di tempat itu kalau dia tidak sedang mencariku!

"Sil..." Kale menghampiriku. Aku menatapnya sendu.

"Ini salah gue, Le..." bisikku lirih.

"Nope. Ini salah perampoknya. Jangan salahin diri lo, Sil..." hibur Kale.

"Tapi kalau gue nggak kabur, pasti nggak ada kejadian kaya gini," isakku.

Kale menghela napas.

"Gue mau cari mushola dulu, udah shubuh. Lo nggak apa-apa gue tinggal? Nanti gantian yang jaga disini," ujar Kale. Aku mengangguk pelan.

Kale pergi dengan Bima, sementara aku terduduk di bangku ruang tunggu IGD yang keras, berdoa. Doa yang sama aku panjatkan seusai sholat Shubuh, doa yang aku ulang-ulang sepenuh hatiku...

Semoga Saka baik-baik saja...

***

"Sil!"

Aku menoleh. Mbak Padmi. Dan Mas Bayu. Tangisku pecah sekali lagi.

"Mbak..." Aku berdiri dan menghambur ke pelukan Mbak Padmi. Menangis keras-keras.

"Saka gimana?" tanyanya. Aku menggeleng lemah.

"Belum tahu, Mbak. Sejak aku datang tadi, Saka masih di dalam. Dan nggak ada sama sekali dokter yang keluar untuk kasih keterangan. Tanya ke suster yang jaga di situ, katanya suruh tunggu. Kita sama sekali nggak tahu kondisinya gimana," ujar Bima. Mbak Padmi menghela napas, lalu menatap Mas Bayu.

SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUWhere stories live. Discover now