Saka : Oh My God! Look At That Face!

39.4K 4.8K 232
                                    

Author's Note :D


Ish, pendek nih. Yang di awal emang lebih banyak POV Silvia. Semoga tetap sabar menanti.


Selamat Menikmati! :D


_____________________________________



Aku terkesiap saat akhirnya aku memastikan siapa yang sedang berbicara dengan Bima. Aku pikir aku salah lihat! Oh My God! Look at that face! Itu kan... Itu kan...??? Apa yang dia lakukan di siniiiii! Mampus gue! Ingatanku langsung melayang pada kejadian 109 hari yang lalu (yes, I'm counting every single second of it), dan bulu kudukku meremang. Juga bulu-bulu lainnya. Ugh! Apa yang terjadi padakuuuu!!! 

"Saka! Kamu itu ditanya Tante Ratih kok diem aja..." Suara Mama dan senggolan pelannya di lenganku mengembalikanku ke masa kini. Aku meringis.

"Tante nanya apa? Maaf, Saka nggak dengar..." ujarku salah tingkah.

"Duuuh, Tante dicuekin! Emang kamu lagi lihat apa sih..." Tante Ratih mengikuti arah pandangku. Mati gue!

"Ooooowww... Pantes. Jelas aja Tante dicuekin kalau saingannya cewek itu..." Tante Ratih terkikik. Aku bisa merasa wajahku merona.

"Mmm, nggak kok, Tante... Saka cuma haus... Liat es buahnya jadi pengen..." aku berkelit. Tante Ratih tergelak.

"Lihat yang pegang gelasnya juga boleh kok, pengen..." Tante Ratih mengedipkan mata.

"Siapa sih, Tih?" tanya Mama penasaran.

"Itu lho, yang lagi ngobrol sama Bima. Sepupunya Bima. Namanya Silvia," ujar Tante Ratih. Aku mengernyit. Silvia?  Lho? Namanya kan Laksmi? Apa aku salah orang? Aku kembali menoleh ke perempuan itu, yang masih berbicara dengan Bima. Lebih tepatnya, berdebat, kalau melihat ekspresi ngotot Bima.

"Mmm, Saka kenal kok sama dia. Saka ke sana ya," ujarku.

"Pacar kamu, Ka?" Mama memegang lenganku, dan menatapku penuh harap. Aku meringis. Aduh. Waktunya nggak tepat buat nagih pacar, Maa...

"Mmmm... Saka ke sana dulu deh ya," aku berkelit lagi. Saat pulang ke Indonesia, aku sudah mempelajari  jurus-jurus ngeles terkini. Walaupun sepertinya tidak terlalu berhasil.

Aku menghampiri Bima dan perempuan itu. Silvia atau Laksmi? Hm. Mari kita mencari tahu.

"Hai, Laksmi..." ujarku sambil memasukkan tanganku ke saku. Perempuan itu menoleh, lalu menatapku tajam dari ujung rambut ke ujung kaki, dengan tatapan yang melecehkan seperti sedang melihat seekor bekicot. Aha. Dia memang Laksmi! Pertama kali kami bertemu, dia juga menatapku seperti itu. Aku tersenyum.

"Do I know you?" ujar Laksmi sambil mengernyitkan dahinya. Aku tertegun. Sial, masa dia lupa padaku?

"Mungkin. Kita ketemu di Air France beberapa bulan yang lalu," aku berusaha mengingatkan.  Laksmi mengernyit lagi.

"Aku ketemu banyak orang di Air France. Nggak ingat," dia tersenyum angkuh. Astaga! Masa iya kamu lupa sama orang yang udah menjelajahi badan kamu! Di toilet pula! Aku jadi  merasa sedikit kesal.

"What's your name again? Really sorry, aku lupa," Laksmi mengulurkan tangan.

"Saka," ujarku sambil menyambut tangannya. Dan aku terkesiap. Tangannya begitu dingin!

"Tanganmu dingin. Kamu sakit?" tanyaku. Laksmi menarik tangannya.

"Habis minum es buah," ujarnya. Aku mengangguk-angguk.

"Silvia..." Bima menatap sepupunya, gemas.

"Apa, Bima..." Laksmi melirik Bima, tajam. Bima menghela napas. Aku menatap mereka berdua. Tingkah dua orang ini terlihat aneh sekali.

"Kata Tante Ratih, kamu sama Bima sepupuan? Dunia semakin sempit ya," ujarku, berusaha membuka obrolan. Aku merindukan perbincangan seru kami. Jarang-jarang, aku bisa mengobrol seperti itu dengan orang yang baru saja aku kenal. Laksmi menatapku.

"Jumlah penduduk dunia saat ini sekitar 7,2 miliar. Jadi wajar aja kalau semakin sempit," ujarnya dingin.

Aku mendesah kecewa. Dia bersikap seakan dia tidak pernah kenal denganku! Memang sih, dulu di awal pertemuan dia juga sombong dan menyebalkan. Tapi setelah itu kami menghabiskan berjam-jam mengobrol dan tertawa bersama. Dan... Yah. Berbagi cairan tubuh bersama juga. Ups. Aku mengingat dengan jelas setiap detilnya. Jangan-jangan, pertemuan itu tidak berharga baginya, tidak seperti bagiku... Entah kenapa, aku merasa ada yang menyesaki dadaku. Tidak nyaman.

"Kalian ketemuan di pesawat kan ya? Pas itu juga garing gini ngobrolnya? Silvia emang garing sih," sindir Bima sambil menatap Laksmi. Laksmi mendelik garang. Aku mengernyit, heran. Kenapa mereka?

"Diem deh, Bim," Laksmi menatap Bima kesal.

"Kenapa Bima sama Tante Ratih, bilang kalau nama kamu Silvia?" tanyaku bingung.

"Laksmi itu nama panggungku. Di sini, aku dipanggil Silvia," jawab Laksmi sambil menatapku.

"O ya? Tapi Laksmi memang terdengar lebih eksotis. I prefer Laksmi than Silvia..." aku tersenyum. Laksmi menarik sudut bibirnya sedikit.

"Thanks," jawabnya pendek. Aku menghela napas.

Laksmi tampak begitu jauh, tak terjangkau. Dia seperti sengaja menjaga jarak. Apa dia merasa tidak nyaman karena kita pernah... Yah. We're totally strangers at that time. Mungkinkah dia sebenarnya berharap, kita tetap asing? Bukannya terjebak dalam situasi canggung seperti ini.

"Kamu ngapain di Indonesia? Liburan?" tanyaku, masih mencoba membuka percakapan. Laksmi menatapku, tampak enggan.

"Mmm, begitulah," jawab Laksmi.

"Lama?" tanyaku lagi.

"Mmm, begitulah," jawab Laksmi lagi sambil menatap kukunya yang dimanikur dan diberi perwarna berwarna merah muda cerah. Aku mendengus. Oke, sekali lagi gue tanya dan dia masih jawab begitulah, gue kasih payung cantik nih!

Aku menoleh ke arah Bima, yang sedang menatapku dengan ekspresi tak terbaca. Aku mengernyit. Kenapa ni anak ngelihatin gue begini? Naksir?

"Kenapa, Bim?" tanyaku langsung. Bima langsung gelagapan.

"Nggak, nggakkk... Mendung ya, mau hujan," Bima melihat ke luar jendela. Astaga. Ilmu ngeles Bima payah sekali!

"Bim, gue mau pulang," ujar Laksmi sambil berbalik membelakangiku.

"Telponin taksi, gue mau pamit sama Tante Ratih dan ambil tas," Laksmi mengerling ke arah Bima, lalu berjalan mantap ke arah Tante Ratih. Mengabaikanku, seakan aku hanya pajangan kupu-kupu. Brengsek nih cewek! Sombong banget!

"Sepupu lo songong banget," omelku kesal. Bima meringis.

"Yaah, gitu deh. Mmm... Ka..." Bima menatapku. Aku menatapnya.

"Apa?"

"Nggak jadi deh," Bima meringis salah tingkah.

"Bikin penasaran tuh dosa tau, Bim!" ujarku kesal.

"Ennng... Nggak. Lo ganteng," Bima meringis. Aku berjengit. Ih! Biar kata aku gay, aku bukan pagar makan tanaman!

"Inget Bim, jangan naksir gue. Lo suami Nania," ujarku serius.

"Siapa juga yang naksir lo!" Bima mendelik.

"Lhah! Tadi lo bilang gue ganteng?" tanyaku. Ini anak gimana sih!

"Hiiiih! Tau ah! Silvia bego!" Bima bergegas pergi sambil bersungut-sungut, membuatku sukses terbengong-bengong.

Mereka berdua tuh kenapa sih???

***

SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUWhere stories live. Discover now