Part 12

1.3M 41.1K 818
                                    

Fany tidak mendengar apa - apa lagi, namun ia sempat menoleh ke kuburan milik papa Axel.

Semula disana kosong, dan saat ini ada sebuah buket bunga disana.

Jadi B itu... Kakak Axel?

***

Part 12

Fany termenung sepanjang perjalanan.

Benarkah itu kakak Axel? Lalu kalau memang iya, mengapa harus menghindar? Fany yakin sekali Bella mengenali dan menyadari kehadiran mereka tadi. Sebetulnya ada apa ini? gumamnya dalam hati.

Fany menatap Axel yang masih serius menyetir. “Xel, ngomong - ngomong kak Bella kemana ya? Udah lama nggak keliatan.”

Axel melirik Fany sekilas. “Bella yang mana?”

“Emang ada berapa Bella?” Fany melongo. “Maksud aku, kakak kandung kamu.”

“Hm,” Axel mengangkat bahu. “Nggak tahu.”

Fany menatap Axel lekat. “Apa maksudnya nggak tahu, Xel? Bukannya mami sering cerita?”

Axel menghela nafas. “Dia... ”

Tiba - tiba handphone Fany berdering.

Sial, makinya. Ia menslide handphonenya dengan kesal.

“Apa?!” sahutnya galak ditelepon. Axel sampai mendelik—kaget istrinya bisa segalak itu.

“Woah, santai babe...” jawab suara diujung sana.

Fany memutar bola mata. “Aduh cepet deh, Deb. Lo ada perlu apa?”

Debby tertawa. “Oke sori, sori.” Kemudian terdengar ia berdeham. “Lo-lo boleh gue tanyain pendapat?”

“Bolehlah, udah kenal berapa lama kita?” Fany mengernyit. “Apaan sih? Bikin penasaran deh...”

Debby tertawa kikuk. “Ha-ha, lo kan pinter, terus gue ng—”

“Buruan, to the point,” potong Fany.

“Eh iya iya.” Debby menghela nafas. “Um-ehm gue lagi butuh dukungan secara mental nih,” ujarnya.

Fany sedikit khawatir. “Oke, apa? Lo baik - baik aja kan?”

“Gu-gue...”

“...”

“...”

“Deb?”

“Ka-kalo udah 2 minggu telat mens—”

“Jangan bilang lo...” Fany melongo.

“Gue nggak tahu Fan!” teriak Debby histeris. “Gue... Nggak... mungkin kan? Gue nggak berani beli test pack. Bilang nggak Fan, gue butuh dukungan. Please...”

Fany mendesah pasrah. Astaga.... batinnya. “Belom tentu Deb, tenang aja. Bisa aja memang lo ada kendala lain—”

“Syukurlah, gue... gue nggak tahu gimana jadinya hidup kalo sampai ini terjadi....” lirih Debby.

Fany hanya bisa meringis dan saat sebuah tangan besar menggenggam tangannya untuk menenangkan, ia tersenyum—pikirannya menjadi lebih relax. “Gini aja. Tidur, tenangin diri dulu, jangan mikir yang nggak - nggak. Oke? I'll be there immediately.”

Fany mematikan sambungan dan sadar bahwa tangan Axel masih menggenggam tangannya. Ia menatap Axel dengan senyum mengembang—senang atas perhatian dan kehangatan yang diberikan Axel.

Marriage With(out) SexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang