Part 2

1.7M 52.8K 2.1K
                                    

Axel menatap nanar kearah jalanan yang macet. Menggeram karena tubuhnya yang sudah lelah, kali ini masih harus berlama- lama di mobil. Hell, Jakarta sekali aja kagak macet napa? gerutunya.

Perlahan tapi pasti ia menatap kearah handphonenya. Men-scroll dan tatapannya tertuju kearah sebuah nama. Tiffany Audrelle.

Entah sudah berapa lama ia mengenal sosok wanita itu. Dari pertama kali melihatnya, atmosfer kehidupannya seolah- olah terserap ke satu pusat. Menarik, pikirnya saat itu. Melihatnya yang selalu ceria dan tersenyum, cerdas dan aktif dalam kelas, berbakat dalam segala bidang, dan sosoknya yang hangat.

Masih jelas dalam pikirannya, sosok Fany yang berjalan dengan anggun mengenakan kebaya saat acara wisuda SMP. Mengenakan baju renang yang membalut tubuh indahnya. Merona saat laki- laki yang ia sukai menyapanya. Seluruh potongan kejadian 8 tahun yang lalu pun melintas dipikirannya dan perlahan memenuhi otaknya.

Damn, napa jadi ngaco gini pikiran gue? Axel mengacak- acak rambutnya frustasi. 

"Hayooo.....Siapa disana yang belum nyatain cintanya? Hati- hati lho, sebelum diambil sama yang lain...." 

"Radio sialan!!!" Geram Axel. Buru- buru ia mengganti frekuensi radio.

Terlambat ku sadari kau teramat berarti

Terlambat tuk kembali

dan tuk menanti

"SIAL!!!"

***

Axel melangkah masuk rumah dengan lemas. Udah jam 1 pagi, dia pasti udah tidur, gumamnya. 

"Xel?"

Panggilan itu mengagetkan Axel. Ia menoleh kearah sumber suara dan meliriknya sekilas. 

"Hmm," jawabnya enggan. 

"Lo pasti capek kan? Gue bikinin green tea kesukaan lo ya," ujar Fany dan segera berjalan ke arah dapur.

Axel menatap istrinya dengan frustasi. Kenapa harus pake tanktop dan celana pendek doang sih? Gak ada yang laen? 

Bayangkan, sejak pertama kali ia serumah dengan Fany, pikiran kotor selalu memenuhi otaknya. Well he's normal, yang obviously akan terangsang melihat gerak- gerik wanita yang menarik hatinya ini. 

Axel diam- diam menengok ke arah istrinya yang dengan telaten menyeduh teh untuknya. Payudara yang menantang untuk disentuh dan bokongnya yang kencang terlihat dari balik busana Fany. Lehernya yang jenjang. Bibirnya yang merah ranum. Axel kembali mengacak rambutnya dengan geram.

"Xel? Nih tehnya," ucapan Fany membuyarkan pikiran Axel.

"Thanks," jawabnya dingin tanpa menoleh kearah Fany. Bisa gawat kalo gue kelepasan gumamnya.

***

Fany menatap cowok dihadapannya ini dengan frustasi. Gile, gue dikacangin udah nasib kali ya. Nggak di rumah lama, di rumah ini juga.

Ia masih tidak habis pikir dengan ide gila sahabat dumb-assnya, Debby yang menyarankan dirinya untuk mengenakan pakaian yang 'mengundang'. Jujur, ia bukanlah perempuan polos yang tidak mengerti hal- hal berunsur dewasa. Tapi membayangkan Axel tergoyah hanya karena melihat pakaiannya jelas tidak tergambar dipikirannya. 

"Mana mungkin sih Deb, jelas- jelas dia benci sama gue! Gila ya lo. Adanya gue malah diangap bitchy sama suami sendiri. Nggak banget lah."

"Denger ya dear, body lo jelas- jelas bagus. Cowo mana yang nggak ngiler? Dan denger ya, dia itu suami lo. Berhak melihat dan menikmati. Jadi dengerin aja saran gue ini atau lo bakal jadi perawan tua, punya suami tapi nggak pernah dilirik!"

Fany mendengus mengingat percakapan tersebut. Kalau saja Debby bukan sahabatnya sejak mereka masih berwujud janin atau bahkan embrio, ia pasti langsung mencekiknya tanpa ampun.

Marriage With(out) SexWhere stories live. Discover now