ORIGINAL 6

983 127 3
                                    


Noca Terlajur Benci

Bahwasanya membenci itu terlampau mudah
Bahkan membenci lebih mudah dari menyayangi

😠😤😥

“Ayo, Kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Ayo, Kak. Kita berangkat.”

Noca memandang horor adik laki-lakinya yang sudah berdiri dan memanggul tas.

“Berangkat aja sendiri.” titah Noca.

“Kalau gue berangkat sendiri, lo berangkat sama siapa? Kunci motor lo kan ada sama gue.” Ananta memamerkan sebuah kunci dengan gantungan bola bilyard warna hitam.

Mampus! Noca baru ingat!

Sekalipun terkejut, Noca dengan tenang menikmati roti selainya. “Emang mobil Mama belum selesai dibenerin?”

“Udah, tapi gue suruh Papa jual. Biar kita berangkat bareng dan gue yang ngendarain."

Noca mendelik. “Anan, lo gila!”

“Noca,” peringat Papa akan teriakan Noca yang over dosis. Sedang Ananta hanya memamerkan giginya.

Padahal kemarin cowok itu bilang nggak mau melanggar peraturan.

“Ma… beli mobil atau beliin Anan motor, Ma. Noca enggak mau satu motor sama Anan….” rengek Noca.

Daripada meminta dengan Papa, Noca lebih suka meminta dengan Mama.  Biarpun kenyataannya, sumber uang itu dari Papa.

Dibanding Papa, Mama lebih pro terhadap Noca. Dan lagi Noca sudah teramat lelah mencoba bicara Papa. Sekeras apapun Noca berusaha, selalu saja ada penolakan untuknya.

“Kamu bareng Anan saja, Sayang. Anan sudah cerita kalau kamu sering nyasar dan ternyata tidak bisa mengingat jalan. Lagipula, bagus kan kalau satu motor, biar kalian bisa akrab. Selain itu jadi hemat pengeluaran. Jadinya enggak double ngeluarin uang transport.”

Mendengar ucapan Mama, Noca menghentakkan kaki. Ekspresinya berubah kusut seperti benang. Dia berdiri dan menendang kursi. Buru-buru melesat keluar rumah.

Bahkan Ananta yang menatapnya dengan senyum pun di lewatinya dengan sengaja membentur bahu tanda ia tak suka akan sikap adiknya.
Walau sebenarnya hanya bahu Noca yang berbenturan dengan lengan Ananta. Bukan bahu benturan dengan bahu. Efek pendek.

"Anak kamu tuh. Udah dibilangin, aborsi saja sebelum lahir." ujar Papa cuek.

"Papa!" pekik Mama tidak terima. Tapi Papa tetap cuek.

Celingukan, Ananta memilih menyusul Noca.

“Kak, tunggu!” pekik Ananta saat kakaknya tidak menunggunya mengambil motor malah menyetop taksi. “Kakak!”

😠😤😥

“Ca, lo marah sama gue?”

Noca bergeming. Sibuk dengan ponselnya, tak peduli daya ponselnya kian menipis.

“Ca,”

Masih. Noca sibuk berperang dalam game.

“Noca, gue minta maaf.”

Hening.

Indra menyerah. Barangkali mood Noca memang buruk. “Gue keluar dulu, ya.”

Haaah. Noca menghela napas. “Sayangnya gue paling nggak suka dibantu!”

Meletakkan ponsel di atas meja kemudian menaikkan kaki ke kursi disebelahnya yang kosong, lalu menyenderkan kepala ke dinding,  Noca memijit pelan kepalanya.

Tidak Indra, tidak keluarganya, apalagi si Murid Baru. Kenapa mereka tidak mengerti Noca dan malah membuat Noca kian benci? Mengapa mereka tidak menerima dan memahami saja apa yang Noca inginkan? Kenapa harus dibuat rumit begini?

“Makanya, jadi cewek itu, cari kerjaan yang enggak buat pusing. Kayak mereka, tuh, bersolek ria biar cantikz. Bukannya main game sampai pusing!”

Geeezzz. Baru saja dipikirkan, Jelmaan Planet Sebelah sudah muncul mengganggu. Dan Noca lebih memilih mengabaikan kemudian kembali fokus berperang.

“Yeh malah dicuekin!”

Dan Noca tidak peduli. Terserah si Manusia Planet Sebelah ngoceh apa, yang penting Noca tidak dengar dan tidak mau dengar. Sebuah colekan di bahu, akhirnya membuat Noca menoleh. Bukan Naren, tapi Indra.

“Lo disuruh ngumpulin tugas cerpen anak-anak sekarang.”

Indra… sakit? Pucat banget. Padahal tadi enggak pucat banget.

“Ca?”

Noca menggeleng. Mengembalikan fokus pada dunia nyata.

Bukannya bilang ‘iya’ pada Indra atau ‘permisi mau lewat’ pada Naren, Noca lewat begitu saja dan mulai menagih tugas dari teman-temannya satu per satu.

“Woi, kumpulin tugasnya ke depan kelas!” pekik Naren. Berniat memudahkan Noca dalam tugasnya.

“Nggak usah! Biar gue yang kumpulin!” pekik Noca setelahnya.

“Tapi, Ca!”

Stop, Ren!”

Noca memandang tak suka pada Naren dan Indra. Dan itu cukup membuat Indra mengalihkan pandang.

“Apa gue bilang, Ren. Lo harusnya dengar apa yang gue bilang.” bisik Indra.

Naren jadi bingung dan memandang dua orang aneh itu.

###

Gimana? Gimana?
#nungguinkomentar

ORIGINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang