ORIGINAL 2

1.9K 157 0
                                    


Hangout

Aku lakukan semampuku. Berjalan terus dan mengikuti alur. Terseret. Terombang-ambing. Kemudian lelah sendiri.

😠😤😥

Kelas riuh rendah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelas riuh rendah. Penghuninya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Beberapa membentuk gerombol yang kemudian menjadi zona-zona tertentu. Di pojok kanan kelas, kawasan cowok-cowok update teknologi. Gerombol di meja tengah depan, kawasan cewek-cewek gosip. Gerombol tengah-tengah belakang, kawasan paling menjijikkan, cewek-cewek berias, adu kecantikan mulai dari kuku, wajah, hingga rambut.

“Mau nyoba, Ca? Biar warna-warni gitu kuku lo,” Noca menatap tak suka Indra.

Cowok berkulit pucat itu tercengir. Memamerkan dua jari tengah. “Habisnya lo liatinnya sampai segitunya. Kayak… ‘kalau gue pakai itu, bagus nggak ya?’. Coba gih, siapa tahu cocok.”

“Huek! Bagus apanya? Norak iya.” ujar Noca yang langsung mendapat tatapan tak suka dari cewek-cewek itu. “Apa liat-liat? Mau gue larang aja sekalian sampai lo bosan natap buku?”

Cewek-cewek itu langsung kembali pada kegiatannya.

“Sabar bisa kali, Ca.”

“Sabar cuma buat orang-orang kayak lo.” balas Noca yang dibalas senyum dari Indra.

“Ca, nanti kita mau ngumpul dekat SMA Nusa Cendana. Lo ikut nggak?” ujar Argana, cowok yang duduk di depan Noca.

“SMA Nusa Cendana? Itu kan lumayan jauh, perbatasan kota ini sama kota sebelah.” ujar Erlangga, cowok yang duduk di belakang Noca.

“Iya. Angkringan baru, katanya tempatnya enak buat nyantai sambil main game online. Kemarin gue dikasih tahu Anan, lo tahu kan, Ketos SMP yang satu yayasan sama SMA kita ini. Minggu lalu katanya dia kesana sama teman-teman OSIS-nya.”

Mendengar sebuah nama keramat disebut, Noca meringis, dan tambah meringis saat melihat daya ponselnya yang tinggal 5%.

“Lo mau ikut tapi daya hape lo habis? Nih, gue bawa power bank. Lo bisa pakai sampai daya ponsel lo penuh, jadi lo bisa ikut. Lo pasti mau banget ikut kan?”

Noca memandang Indra yang sudah siap siaga dengan power bank lengkap kabelnya. Cowok ini, kenapa dia begitu peduli pada Noca? Padahal Noca tidak begitu mau terikat berteman dengan siapapun.

Thanks, tapi gue enggak perlu. Nanti gue nyarger di sana aja.”

“Tapi lo kan enggak pernah bawa carger, Ca? Lo mau minjam dimana? Kalau gitu lo nggak usah ikut. Lain kali aja lo ke sana. Kalau perlu, biar gue anter nanti, khusus nganter lo doang.”

Lagi, Noca memandang cowok berwajah pucat itu. Apa cowok itu tahu tentang masalahnya? Masalah kalau dia tidak bisa pulang tanpa google maps yang walau ada google maps pun Noca tidak jamin dirinya bisa pulang dengan baik.

Noca sendiri tidak pernah bilang apapun tentang pribadinya pada siapapun.

“Nggak, gue maunya sekarang.”

“Tapi, Ca….” Indra menelan kata-katanya saat melihat Noca yang kekeuh dengan kemauannya.

“Jadi kita langsung ke sana pas pulang sekolah, kan?”

Argana mengangguk.

“Okay, gue tunggu kalian di depan gerbang sekolah kalau gitu.”

Indra memandang khawatir Noca. “Ca, mendingan lo nggak ikut deh!”

“Apa sih, Ndra?! Urus aja diri lo sendiri. Jangan urus gue.” ujar Noca Final.

😠😤😥

Hampir dua jam, tapi Noca belum juga menemukan jalan pulang. Padahal jarum jam sudah menunjuk di angka 9 malam. Rasa lelah, penat, dan takut bercampur menjadi satu.

Bagaimana jika ia tidak menemukan jalan pulang sampai besok pagi atau bahkan hari-hari berikutnya? Bagaimana jika ia malah kecelakaan akibat kelelahan dan mengantuk? Bagaimana jika ia dibegal di jalan sepi? Bagaimana bila ia dibunuh oleh perampok? Bagaimana bila mayatnya dibuang di sungai hingga tak tertemukan? Bagaimana bila….

“Cewek kok keluyuran sampai malam? Dikira pakai jaket cowok sama sepatu cowok aman? Mana masih pakai seragam sekolah pula! Dih, masih pakai celana abu-abu pula, cewek itu harusnya pakai rok, Nona! Mana pakai motor sport lagi. Ckckckck. Nggak ada cewek-ceweknya. Nih, contoh yang dibelakang gue, cewek tulen, asli, enggak pakai pura-pura.”

Tubuh yang sudah lelah dua jam mutar-mutar di jalan, tambah lelah saat Noca harus bertemu spesies Cowok Mulut Cabai. “Dih, sendirinya yang keluyuran malah ngata-ngatain orang. Ngajak cewek pula, hamil, tahu rasa lo!”

Mata Naren dan kakaknya sontak membulat. Bisa-bisanya Noca berkata begitu. Setelahnya, tawa meledak dari cewek yang dibonceng Naren. “Dik, jangan cemburu gitu dong. Saya Kakaknya Naren. Naren bukannya keluyuran, tapi jemput saya dari kantor.”

Noca dan Naren yang kini mendelik.
“Ih, apa sih, Kak. Ogah dicemburuin sama orang jadi-jadian.” jawab Naren.

Rasanya ada aliran panas yang muncul ke permukaan kulit seiring ruas-ruas jari yang memegang setang motor kuat-kuat. Kalau bukan di tempat umum apalagi Noca sedang amat lelah, Noca amat rela mencabik-cabik Naren hingga ke tulang-tulangnya. Lalu memberikannya pada anjing-anjing yang kelaparan.

Tapi tunggu. Tadi kakak Naren bilang kalau dia habis dijemput Naren pulang kerja. Jadi otomatis sekarang mereka menuju rumah, dan rumah Naren persis sebelum dusun rumah Noca.

BINGGO!

Mengikuti Naren sama artinya ia pulang. Dengan begitu ia bisa mutar-mutar sedikit untuk mencari gang rumahnya.

YES!

“Apa liat-liat?!”

Sorak gembira di pikiran Noca lenyap. Noca mencebik. Menunjuk dengan dagu.

“Udah lampu hijau, jalan!” titahnya.

ORIGINALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang