Wrong Opinion - Part 39

Mulai dari awal
                                    

"Boo!" seseorang yang kuabaikan beberapa hari terakhir, sukses membuat jantungku berpacu cepat.

"Hahaha," ya, Dio tertawa seperti biasanya.

Berusaha bersikap normal, aku berjalan melewatinya begitu saja.

"Kei, lo masih marah?" katanya seraya mensejajarkan posisinya berjalan di sampingku.

Aku tidak menjawabnya, hanya mengendikkan bahu kurasa cukup untuk membuatnya mengerti.

"Aku beneran gak bermaksud rahasiain hubungan mereka, Kei. Serius deh," ujarnya sembari menunjukkan jarinya yang berbentuk V.

Aku memberhentikan langkahku, "Terus maksud kamu apa, Di?" pertanyaan yang sama aku lontarkan padanya lagi.

Walaupun kejadian itu sudah berlalu, tetapi efek yang diakibatkan sangatlah besar, terutama pada hubungan persahabatanku.

"Eum, nggak enak kalo ngomong sambil berdiri ... Kita ke rooftop yuk, biar nggak diganggu orang." ajaknya dengan tersenyum.

Aku memutar bola mata malas dan beralih memandang yang lain.

"Hm, aduh enak banget nih, segerrr."

Aku menoleh kembali padanya, di tangannya sudah ada dua ice cream strawberry dan coklat yang terpampang nyata.

Dio menggoyangkan kedua ice cream itu dengan bersiul bercanda.

Sejenak aku tergiur dan memikirkan tingkat kemarahanku padanya yang sebenarnya sudah mulai mereda.

"Rooftop?" katanya.

Jelas sekali ice cream itu adalah umpan untuk menggiringku mengikutinya.

Aku sedikit berpikir, lalu mengangguk pasti, "Oke!" kemudian kurampas kedua ice cream itu dengan cepat.

"Satu aja woy," keluh Dio tak terima.

Aku tersenyum jahil padanya, "Thank you." dan langsung pergi mendahuluinya.

"Dasar." satu kata yang diikuti iringan tawa Dio, menandakan kepasrahannya atas keinginan jahilku.

Good boy hehe.

*

Beberapa menit sudah berlalu sejak aku dan Dio duduk di rooftop yang biasa ku datangi dengan Vela.

Bunyi detakan detik dari jam yang melingkar di tanganku seperti sebuah sountrack yang mengiringi waktu kami.

Dio menjelaskan semuanya, secara rinci tetapi sedikit berongga.

Sesekali Dio berhenti, sampai-sampai aku harus memandang lurus matanya agar dia mendisplinkan otak untuk terus mengingat lalu berbicara.

Akhirnya semua teka-teki terjawab dari ceritanya. Dio yang selalu bersama Reihan, membuatnya tau segala sesuatu menyangkut kejadian itu.

Aku terkejut saat mengetahui sebuah fakta bahwa Reihan menyukai Aurel lebih dulu daripada Niken.

"Kata Reihan, awalnya dia cuma suka biasa sama Aurel karena sifatnya yang easy going itu, tapi Reihan gak terlalu anggap serius perasaannya ke Aurel."

"Terus?"ujarku karena lagi-lagi Dio membuatku penasaran.

"Terus dia mulai deket sama Niken karena mereka sama-sama pengurus kelas, kan?"

"Hm, iya." aku mengangguk, membenarkan pernyataannya.

"Nah, dari situlah Reihan beneran ngilangin perasaan ke Aurel dan beralih ke Niken yang udah buat dia nyaman, senyaman selimut tetangga haha...." katanya diselingi candaan.

Only HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang