- P S E U D O -
Batu paving hexagon dan aspal kasar di sekitar bangunan asrama tampak basah seolah hujan deras telah mengguyur Edinburgh semalaman. Gadis muda dengan rambut yang diikat tinggi keluar melalui pintu utama dengan pakaian tebal, ia berjalan santai seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel.
Di tengah jalan Mikaela mengambil ponselnya dari salah satu saku ketika merasakan benda kecil itu bergetar.
Nama Jace muncul di layar ponselnya, gadis itu mengerutkan alis. Untuk apa pria itu meneleponnya pagi ini? Apa dia sedang butuh bantuan? Mikaela yakin Jace tidak akan mencari keberadaannya di sekitar danau seperti kemarin. Dengan ekspresi datar, ia menggeser layar ponselnya dan meletakkan benda itu ke telinganya.
"Apa?" ucapnya dengan suara tak berselera.
"Kau sudah bangun, Rawdon?"
"Apa yang kau inginkan?"
Tiba-tiba sambungan telepon itu terputus, Jace mematikan tanpa menjawab pertanyaan Mikaela atau sekedar bertanya mengenai sesuatu yang penting. Pria aneh. Gadis itu memutar bola mata seraya menggeleng pelan.
Jace mungkin hanya sekedar iseng untuk menganggu pagi harinya, pikirnya.
Ia kemudian menyimpan kembali ponselnya di saku mantel dan berjalan menuju gerbang asrama. Mikaela berbelok sedikit setelah melewati gerbang.
"Selamat pagi," sebuah suara yang terdengar sama dinginnya dengan udara pagi ini mengejutkannya. Gadis itu nyaris saja melompat sambil menggenggam tali tas selempang kuat-kuat.
"Astaga! Jace?" Jawabnya tak mengira, matanya terbelalak. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Pria itu mengenakan mantel selutut berwarna biru navy yang tampak hangat dan nyaman. "Kau pikir aku pencopet yang ingin merebut paksa tasmu?"
Mikaela dapat merasakan sarkasme dari nada bicara pria itu. "Aku hanya terkejut."
"Jika memang pencopet aku tidak akan mendatangi mahasiswa, Rawdon. Mereka bahkan malas membawa buku dan alat tulis, bagaimana mungkin aku akan mendapatkan barang berharga dari tas mereka?"
"Jika mahasiswa itu adalah kau dia pasti tidak beruntung."
Jace memutar bola matanya dengan malas.
Mikaela menyipitkan kedua matanya. "Kenapa kau di sini?"
Jace menggendikkan bahunya. "Sepertinya ini adalah hari yang cocok untuk berangkat bersama."
"Berangkat bersama?"
Jace menatap sekeliling, "Apa aku kurang jelas mengatakannya? Atau kau lupa jika kita selalu berada di kelas yang sama?"
"Diam! Sudah berapa lama kau menungguku di sini?"
Jace menoleh pada arlojinya dengan malas, Mikaela yakin pria itu sedang kembali menyindirnya. "Lima belas menit dan kau adalah orang kelima yang keluar dari gerbang ini."
Mikaela menghembuskan napas kasar. "Seharusnya kau menghubungiku terlebih dahulu."
"Tidak perlu," Jace kembali memasukkan tangan kirinya ke saku mantel. "Aku sendiri tidak merencanakannya."
Keduanya mulai berjalan beriringan, dengan adanya jarak tentu saja. Mikaela tidak tahu apakah 'berangkat bersama' ada dalam daftar kesepakan yang mereka buat minggu kemarin, tetapi ia rasa Jace tidak memperdulikan itu. Jadi dirinya juga akan bersikap demikian.
Kabut pagi terasa menemani langkahnya sekaligus mempertegas suhu dingin pagi ini. Mikaela melihat Jace yang terus saja memperhatikan sekeliling seolah ia baru pertama kali menginjakkan kaki di sini.
YOU ARE READING
PSEUDO
RomanceMikaela Rawdon tidak mau buru-buru memiliki pacar dan tidak mau pula pacaran dengan pria seperti Jace Locksmith. Sedangkan Jace Locksmith ingin segera memiliki pacar dan tak punya pilihan selain Mikaela Rawdon. Semuanya berubah ketika keduanya terj...
