Aku Bertemu Dengan-nya (Lagi)

98 5 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu, orang tua gue terus membahas hal yang sedari awal enggak pernah ingin gue bahas. Dia bilang, kalo kuliah itu adalah unsur yang sangat-sangat penting di zaman posko modern ini. Lulusan SMA hanya akan menjadi sampah yang berserakan disetiap sudut jalan Indonesia. Orang tua gue juga mulai melakukan hal yang sama seperti layaknya orang tua lainnya. Dia mulai membanding-bandingkan anaknya sendiri dengan orang lain. Beberapa kali gue coba untuk memberikan sebuah pengertian, jika seseorang itu memiliki kelebihan dan kekurangan pada masing-masing pribadinya dan enggak akan bisa dibandingkan dengan orang lain. Tapi itu menjadi hal yang percuma, maklum orang tua selalu berpikir primitif menurut gue.

Gue sering menghabiskan waktu untuk sekedar nongkrong sembari membicarakan hal-hal yang entah berbobot atau tidak. Disini gue merasa enggak ada tekanan yang mengharuska gue melakukan hal yang enggak pernah gue suka sama sekali. Bahasan disini sangat ringan, mulai dari membahas permasalahan Cinta, selera, humor, makanan, minuman, rokok, hingga pada akhirnya sampai pada bahasan yang enggak pernah gue inginkan. Mereka mulai membahas tentang sekolah baru. Mereka memaparkan jurusan, tujuan, hingga kesempatan mereka untuk sukses dikemudian hari. Gue mulai merasa muak dengan bahasan disini. Memang, mereka enggak mendorong gue untuk segera mengikuti tes lagi di universitas. Tapi secara tidak langsung gue merasa bahwa gue harus kuliah. Gue mulai kedoktrin dengan obrolan mereka.

Akhirnya gue memutuskan untuk kuliah. Entah gue akan kuliah di universitas apa, itu enggak penting buat gue. Setidaknya, gue enggak akan dipaksa lagi untuk kuliah atau gue enggak akan mati kutu lagi ketika ada seseorang yang membahas tentang universitas. Semuanya berjalan lancar, hingga gue ditemukan dengan satu masalah tentang jurusan. Gue enggak tau harus memilih jurusan apa. Ekonomi? Semasa SMA gue anak IPA, enggak akan nyambung kalo tiba-tiba gue ambil jurusan itu. Teknik? Motor gue mogok di jalan pun gue harus ngerepotin orang lain supaya gue bisa sampai rumah. Sekretaris? Gue enggak pernah suka nulis dengan buku yang sangat-sangat tebal, kalo gue liat buku yang tebal pasti gue akan kena migran. Sastra? Orang-orang bilang, gue enggak akan ada prospek dijurusan ini dan jurusan ini enggak jelas. Menarik, sesuatu yang enggak jelas pasti akan bebas. Kayaknya gue udah menemukan jurusan gue, lagian juga gue enggak peduli, tujuan gue bukan prospek, tapi tujuan gue supaya enggak mati kutu ketika ada yang membahas tentang universitas.

Waktu ke waktu, gue mulai terbiasa dengan kondisi di universitas, ternyata kondisi di universitas enggak seburuk yang gue bayangin. Mereka semua asik-asik dan enggak jarang ada beberapa orang yang ternyata memiliki hobi yang sama kaya gue. Namanya Putri, Putri Mayang Sari. Dia punya hobi tentang photography, tapi dia enggak pernah paham bagaimana caranya mengambil sebuah gambar dengan indah. Putri hobi dengan photography karena dia akan merasa bahagia ketika momen dia selalu diabadikan. Apalagi jika hasil gambar yang diabadikan itu memperlihatkan bahwa dia tidak gendut. Sebenarnya Putri enggak gendut, dibilang berisi pun engga. Dia kurus, sama kaya gue, tapi itulah anehnya perempuan, sekurus apapun mereka, tetap aja akan merasa gendut jika hasil gambar yang diabadikannya tidak bagus. Memang perempuan itu benar-benar aneh. Sungguh.

Hari demi hari gue lewati, disetiap pergantian hari menandakan hubungan gue yang semakin erat dengan Putri. Memang benar-benar mudah, ketika kita mempunyai hobi yang sama dengan seseorang, kemudian kita saling menyimpan sebuah perasaan, maka perasaan itu akan tumbuh dan terus tumbuh hingga nanti akan mencapai puncaknya. Layaknya orang normal yang sedang jatuh cinta, gue benar-benar merasakan kebahagian. Setelah sekian lama kebahagian mempermainkan gue, kali ini gue merasakan bahwa bahagia adalah sahabat baru. Bahagia kali ini bukan bahagia yang sekedar untuk bersandar beberapa menit, dia bertahan lama bersama perasaan gue. Ada segelintir harapan saat itu, walaupun gue merasakan bahwa bahagia adalah sahabat, namun ada ketakutan yang gue rasakan. Sahabat mungkin aja untuk pergi, bahkan ketika kita kehilangan sahabat, akan benar-benar terasa menyakitkan. Harapan gue, bahagia enggak akan pergi secara tiba-tiba.

Akhirnya, gue dan Putri memutuskan untuk saling menjaga. Menjaga perasaaan, menjaga diri kita, mungkin menjaga masa depan. Ahhh, Kejauhan. Putri benar-benar membuat gue bahagia untuk melaksanakan segala hal, gue mulai rajin untuk kuliah, photography? enggak akan pernah gue tinggalin, tapi sekrang objek gue berubah. Objek photography gue sekarang adalah Putri. Perempuan cantik yang enggak pernah bisa gue definisikan melalui kata-kata. Putri selalu bilang, kenapa gue enggak pernah membuat puisi-puisi yang romantis untuk dia padahal gue anak Sastra Indonesia. Gue coba menjelaskan kepada Putri, bahwa setiap orang punya cara romantisnya tersendiri, bahkan untuk orang yang sudah berkali-kali mengganti kekasihnya, dia akan punya cara untuk memberikan keromantisan yang berbeda kepada orang yang berbeda juga.

Beda sama gue, gue cuma bisa memberikan keromantisan lewat gambar. Jika setiap orang akan menciptakan momen yang indah kemudian mereka akan lupa, disana peran gue. Putri seharusnya merasa beruntung karena mendapatkan perhatian gue. Kenapa? Karena enggak banyak orang yang seperti gue, punya 1 cara untuk memberikan kesan romantis untuk 1 perempuan yang gue Cintai. Sayangnya, bukan Putri orangnya. Gue enggak akan pernah mencintai orang yang enggak bisa menerima gue secara keseluruhan. Bukan berarti gue enggak bisa dikritik, tapi disini gue ingin orang-orang sebelum mengkritik harus memikirkan terlebih dulu objeknya. Sama seperti foto, sebelum kita mengambil sebuah foto kita harus memikirkan objek apa yang akan kita ambil, background, suasana, pokoknya banyak. Tapi Putri enggak melaksanakan itu. Dia mengatakan kalo dia enggak bisa menerima cara berpakaian gue. Entah apa yang salah dengan pakaian gue. Gue juga gak ngerti.

Semuanya terjadi secara tiba-tiba, Putri mendadak mengomentari pakaian gue, Putri mendadak hilang, dan Putri mendadak dapat kebahagian yang baru. Kesekian kali bahagia pergi meninggalkan gue, tapi gue beruntung. Gue sempat mengabadikan momen-momen gue bersama Putri, gue masih bisa merasakannya. Hal yang sama yang pernah gue rasain sebelumnya. Gue sempat berpikir kalo kali ini gue bertemu orang yang baru, menemukan suasana baru, bahkan kebahagian yang baru. Nyatanya, gue bertemu orang yang sama, suasana yang lama, kebahagian yang lama, kejadian yang lama, dan jalan cerita yang sama dengan Cinta.

Puisi Terakhir Untuk CintaWhere stories live. Discover now