0.6. LunatiC : Sisi Gelap

Start from the beginning
                                    

"Mungkin, aku hanya melihat saat kau membenturkan kepalanya. Kau terlihat menyeramkan saat itu, jadi aku berlari dan melaporkanmu."

"Aku melakukan itu?" Gilang menatap wajah Kevin dengan tatapan tidak percaya.

"Gilang, aku lupa membicarakan ini padamu... tapi apakah ada orang lain yang pergi ke sana selain kalian bertiga?" tanyaku. Gilang dan Kevin menggeleng.

"Kalau begitu, mungkin memang aku yang membunuhnya..." ucap Gilang. matanya terlihat sendu.

"Kau tidak boleh menyimpulkannya begitu saja!" kata Nina, terdengar seperti membentak.

"Lalu bagaimana?! Akulah satu-satunya orang yang berada disana! Dan Kevin juga melihat bahwa aku membunuhnya!" Balas Gilang.

Aku menatap Gilang yang saat ini menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Kalau memang tidak ada seorang pun yang berada disana selain mereka. Maka, Gilang benar-benar telah membunuhnya. Tapi, apa alasannya.

"Gilang, apa kau lupa dengan kejadian itu?" tanya Kevin.

"Aku tidak mengerti... tapi jika itu benar aku, lalu apa alasan ku membunuhnya?"

"Apa kau...... memiliki sesuatu yang tidak kami ketahui?" tanyaku.

"Maksudmu rahasia?" tanya Rudi.

"Mungkin saja ini ada sangkut pautnya dengan kejadian ini"

"Entahlah..." begitulah jawabannya.

"Itu jawaban yang tidak pasti!" sahut Dave. Kami semua mengangguk membenarkan.

"Sudahlah, intinya aku adalah tersangka disini" Gilang berdiri dari duduknya. "Akulah yang membunuhnya"

"Apa kau benar-benar membunuhnya?" tanyaku sekali lagi.

"Mereka tidak boleh menuduh mu atas perbuatan yang tidak kau lakukan!" sahut Nina.

"Lalu apa yang harus kulakukan? Mengatakan jika aku tidak ingat apa yang terjadi disana? Itu tidak masuk akal!"

"Tapi-"

"Gilang benar! Jika dia mengatakan itu, mereka akan menganggap Gilang hanya mencari-cari alasan, itu akan menyulitkannya..." Ucapku memotong pembicaraan Nina.

Nina menundukkan wajahnya.

"Kita pulang" Ucap Gilang. Kami pun pergi bersamanya.

Kami berjalan bersama dikoridor sekolah yang sepi. Sesampainya di Gerbang, kami mulai berjalan terpisah karena arah rumah kami yang berbeda. Disepanjang jalan, aku terus memikirkan Gilang. Masih banyak yang belum aku ketahui tentangnya.

"Erick, Rudi, mau main kerumahku?" tawar Gilang ketika teman-teman kami yang lain sudah pergi.

Aku tidak yakin harus menjawab apa.

***

Akhirnya Aku dan Rudi menerima tawarannya. Aku sudah menghubungi Ibu kalau aku dan Rudi akan mampir kerumah temanku sebentar, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sekarang, kami berada di kamar Gilang. Kamar pribadi dengan ruangan yang menurutku terlalu luas untuk ditempati sendiri. Disana juga ada sofa dan meja untuk bersantai. Kami duduk disana dengan tiga cangkir teh hangat dihadapan kami.

Aku pikir semua baik-baik saja. Tapi saat kuperhatikan, wajah Gilang terlihat sendu. Seperti wajah seseorang yang tengah menyembunyikan kesedihannya.

"Kau kenapa?" tanyaku pada Gilang.

"Ada yang ingin kuberitahu kepada kalian. Tapi, berjanjilah untuk merahasiakannya pada orang lain." Katanya dengan nada serius.

"Hm, baiklah" Aku dan Rudi hanya bisa menyanggupinya.

"Sebenarnya, dulu kejadian seperti ini pernah terjadi..."

Aku menatap Gilang dengan ekspresi terkejut.

"Saat aku disekolah dasar, aku mematahkan lengan temanku. Dia tidak menyukaiku, karena itulah dia selalu menggangguku. Saat dia hendak mengunciku di kamar mandi, aku menarik lengannya. Setelah itu aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Penglihatanku gelap dan ketika aku membuka mata, lengannya memerah.

"Dia menangis dan salah satu guru datang menghampiri kami. Anak itu berkata bahwa aku telah mematahkan tangannya. Menjepitnya berkali-kali pada pintu toilet. Tapi saat itu aku benar-benar tidak ingat apapun. Karena teman-temanku yang lain sudah tahu kalau dia sering menggangguku, maka sekolah menganggap ini sebagai kecelakaan. Tidak ada yang percaya bahwa aku melakukan hal itu. Kedua orang tuanya tidak terima dan menuntut ku, tapi dengan uang yang orang tuaku berikan, kasus itu ditutup." Ucap Gilang. Dia berhenti sejenak, menyesap teh nya yang mulai dingin.

"Saat aku menjadi Siswa di Sekolah Menengah Pertama, aku mulai mengalami kejadian aneh. Aku selalu mencium bau bangkai dipagi hari dan menemukan tikus mati, kadang burung, kadang juga kucing berada dalam loker di kamarku. Setelah aku menceritakan hal itu pada kedua orang tuaku, mereka membawaku ke rumah sakit"

Aku selalu mendengarkan apa yang Gilang ceritakan pada kami. Dan sejauh ini, aku masih ragu untuk menyimpulkan sesuatu.

Gilang berdiri dari duduknya. Membuka lemari pakaiannya lalu mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Ini", Gilang meletakkan 'sesuatu' yang terlihat seperti map itu diatas meja.

Aku dan Rudi saling berpandangan.

"Bukalah,"

Dengan ragu, aku mengambil map itu dan mulai membukanya. Membaca apa yang ditulis didalamnya dengan pelan dan penuh perasaan.

Hasil Pemeriksaan Psikologi


Tunggu, apa ini?

Nama : Verrianto Gilang Rama




Apakah dia benar-benar...



Menyatakan bahwa pasien...



"... Mengidap DID*?" aku membaca kalimat itu tanpa sengaja.

"Sekarang, kalian mengerti bukan?"

Setiap orang memiliki Rahasia masing-masing. Termasuk Gilang. Dan Rahasia yang dia sembunyikan itu adalah sisi gelapnya yang tidak kami ketahui selama ini.

.

.

TBC

(*) DID : Dissociative Identity Disorder

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Where stories live. Discover now