1 : Fasis Yang Teriak Naga

55 1 5
                                    

*juga dirilis di storial dan kemudian.

Chapter 1

Seseorang menyelinap keluar dari ruang ganti ketika manajer memberi arahan. Tisya kepalang penasaran. Tadi, sebelum pertandingan dimulai, ia mendengar dua kabar. Pertama, kabar yang seharusnya bisa dibilang kabar buruk, dan kedua, sebuah kabar baik. Kabar baiknya, ia menang taruhan.Sebagian rekan-rekannya sudah mentransfer dana ke rekening Tisya sebelum pertandingan tadi.

Tisya tertawa-tawa kecil. Keringatnya masih menetes-netes dari kening. Tangan kanan memegang botol yang isinya belum diminum sama sekali; tangan kiri menggenggam ponsel, jempolnya bergerak-gerak menggeser layar, menelusuri riwayat transfer yang masuk; belum semuanya mentrasfer. Tisya menghela napas, lalu menenggak minumannya hingga habis. Ia kemudian melangkah kembali ke ruang ganti dengan seringai. Manajer meliriknya, lalu menggeleng-gelengkan kepala. Tisnya menyambut tatapannya dengan mengedipkan sebelah mata.

Sesungguhnya Tisya ingin terkejut. Ia juga ingin menggali konsep kehilangan. Bagaimanakah rasanya mencerna abrasi suatu tumpang tindih ingatan? Bagaimanakah pedih dari luruhnya gugus-gugus narasi dan sensasi yang pernah menjadi sendi-sendi identitas sesosok figur yang dulu ia sayangi? Sulit, karena ia justru sudah memperkirakan bahwa hal seperti ini akan terjadi. Tisya telah bertaruh dengan rekan-rekannya, apakah kakaknya akan kembali ke bumi dengan selamat?

Segulung benang peristiwa mengusutkan aturan, tatanan, dan mimik peradaban. Kadang tarik-tarikkan benang itu kuat dan singkat, kadang juga perlahan-lahan namun menguat sepanjang zaman. Fondasi-fondasi kebudayaan terhuyung kanan-kiri saat wajah-wajah tersembunyi kerap tersingkap. Tapi pertandingan olah raga, apa lagi final piala dunia sepak bola, tetap dilaksanakan dengan segala kebisingannya yang tamak. Sementara itu, kekusutan yang terjadi telah menarik kembali armada-armada eksplorasi dari penjuru tata surya. Kepulangan dari Enceladus sampai tadi pagi. Kakak Tisya tidak berada di antara orang-orang yang kembali.

Riuh manusia menghujam bumi. Para pemain berbaris satu-satu memasuki lapangan. Tisya menyusul paling belakang. Ia mengecup ujung-ujung sarung tangannya lalu melayangkan kecupan tersebut, ke arah penonton di kursi sebelah kiri, kanan, depan, dan atas. Jerit-jerit atas nama Tisya samar-samar terdengar di antara sorak-sorai nama-nama pemain lain yang memenuhi kubah gelanggang pertandingan.

Mengenakan seragam tim nasionalnya, Tisya berjalan menuju gawang. Langkahnya ringan tanpa beban. Tiga pemain belakang setimnya yang sedari tadi saling tatap, bergerak menghadang Tisya.

"Tisya. Bisa kau serius? Kita tertinggal 1 - 3," tanya seorang pria berjanggut yang mengenakan ban kapten. Ia berdiri di antara dua pemain lainnya. Tangannya berkacak pinggang.

"Manajer minta babak ini kita ke depan bantu serangan," tambah seorang pria yang tinggi menjulang berdiri di samping kapten, "hati-hati serangan balik."

Tisya memejamkan mata. Jika ia serius menyelamatkan gawang dari mulainya babak kedua, sebagian besar agen-agen perjudiannya kemungkinan akan merugi. Jika ia sengaja membiarkan timnya minimal tambah tertinggal 3 gol lagi, maka potensi keuntungannya akan sebanding dengan potensi kerusakan karirnya. Tapi sebelum mempertimbangkan untung rugi lebih jauh, Tisya melirik satu pemain lagi yang berdiri di samping kapten, juniornya.

Tisya terkadang mendambakan seorang sosok adik, dan sosok itu selama ini diisi oleh Gauri, juniornya. Mungkin jika hanya karir sepakbolanya saja yang terancam, ia tak akan berpikir dua kali untuk terus bersandiwara. Tapi bagaimana dengan Gauri? Sejak pertama kali Gauri bergabung dengan timnas, ia selalu mengagumi dan mengikuti Tisya ke mana-mana, mereka sering berlatih bersama, dan Tisya tahu Gauri berlatih dengan sangat keras. Meski awalnya menyebalkan, belakangan Tisya dapat memaklumi dan menikmati keadaan tersebut; mengingatkan Tisya atas kekagumannya sendiri kepada kakaknya saat ia kecil dulu.

Sengketa Angkasa ManusiaWhere stories live. Discover now