0.5. LunatiC : Burung Gagak

Start from the beginning
                                    

"Kalau begitu aku juga IPA" kata Rudi.

"Aku juga IPA" Kata Nina dengan senyum bahagia. "Wah, kita semua akan mengambil jurusan yang sama! Hebat!"

"Belum tentu, kalau kau akan memilih apa, Rika?" tanya Gilang. Kami semua menoleh kearah Rika yang kemudian menundukkan wajahnya.

"Apa kau belum memiliki rencana apapun?" tanyaku.

Rika menggeleng. Dahi kami berkerut melihatnya. Tidak satu pun diantara kami mengerti apa yang Rika sampaikan. Apa itu berarti "Tidak, aku tidak memiliki rencana" atau "Tidak, aku sudah memiliki rencana" mana yang benar?

"Ehm, begini saja..." Gilang mengambil pena disaku dadanya dan memberikannya pada Rika.

"Kau hanya perlu menulis apa yang ingin kau katakan..." katanya.

Rika membuka tutup bolpen dan mulai menulis pada permukaan meja. Tapi, aku mencegahnya.

"Jangan disitu!" Refleks aku memegang pergelangan tangannya.

"Ini," aku menunjukkan telapak tanganku. "Tulis disini" tunjukku.

Rika mengangguk. Dia mulai menuliskan sesuatu pada telapak tanganku.

"IPA" begitulah kami membacanya.

"Jadi, apa kalian memilih tinggal di asrama?" tanya Nina.

"Sudah pasti iya!" Jawabku dan Gilang serempak.

"Eh? Kau akan masuk asrama? Kalau begitu aku juga!" Sahut Rudi.

"Tidak mungkin,..." kata Nina. "Kau harus menjadi anak pintar dulu jika ingin tinggal di asrama"

"Itu hanya tinggal menunggu waktu! Aku memiliki Erick yang akan menjadi guru privat ku!".

Aku hampir saja tersedak saat Rudi mengatakan sesuatu yang melibatkanku. Dia dengan seenaknya mengatakan hal itu tanpa persetujuan apapun dariku.

"Aku juga akan tinggal diasrama sih," kata Nina.

Kami semua sibuk dengan pembicaraan ini sampai tidak menyadari Rika yang menunduk dalam ditengah pembicaraan. Termasuk aku.

"Kalau Rika bagaimana?" tanya Nina. Kami semua menoleh kearah Rika.

Rika menulis sesuatu pada telapak tangannya sebelum menunjukkannya kepada kami.

.Aku tidak akan tinggal di asrama.

Aku menatapnya dengan tatapan kecewa.

"Hei, kenapa? Aku akan mengajarimu kalau kau mau" tawarku.

Rika menggeleng lemah. Sangat mudah membaca ekspresinya saat ini. Dia terlihat sedih.

Tiba-tiba Gilang berdiri dari duduknya.

"Aku ingin ke Toilet" katanya.

"Ngapain?" tanya Rudi.

"Pup"

"Ewwwhhh, jorok!"

"Salah sendiri bertanya!"

"Pergi sana!" Rudi menendang kaki Gilang sebelum pemuda itu benar-benar pergi. Yang ditendang hanya tertawa kecil.

Rudi hendak meminum minumannya ketika sebuah tangan merebut minuman itu darinya.
"Apa lagi ini?!" Rudi menoleh dan mendapati Dave meneguk habis minumannya.

"Ya Tuhan, Dave! Kenapa kau mengambil minumanku?! Kau bisa beli sendiri kan?!"

"Aku haus!" Dave duduk pada kursi kosong yang ditempati Gilang tadi.

"Wah, apa aku tidak salah lihat?! Itu Rika kan?!"

"Benar, ini adalah pertama kalinya dia berkumpul bersama kami. Jadi tolong jangan menjahilinya" kata Rudi.

"Tenang saja, aku hanya akan menjahili orang yang aku suka" Dave melihat kearah Rudi.

"Dave..."

"Ada apa, Rudi?"

"Kau membuatku takut"

***

"Dalam persamaan Bernouli yang dibahas pada buku paket kalian terdapat istilah 'Fluida'. Kalian semua pasti pernah mendengar kata 'Fluida' benar?" tanya Pak Dimas, guru Fisika kami.

"Sekarang, apa itu Fluida?"

"Pak!" Iqbal mengangkat tangannya.

"Ya, silahkan!"

"Fluida adalah zat yang dapat mengalir atau disebut juga dengan zat alir"

"Benar, Fluida adalah zat alir... bla bla bla"

Aku hanya mendengarkan penjelasan Pak Dimas dengan bosan. Kenapa pelajaran terakhir hari ini adalah Fisika? Akan lebih baik jika pelajaran yang membuat otak salto seperti ini ditempatkan pada pelajaran pertama. Dengan begitu, aku tidak akan merasa lelah dan mengantuk.

"Sekarang, saya akan menjelaskan kepada kalian, buka contoh soal satu!" perintah pak Dimas.

Semuanya membuka halaman berikutnya.

Pak Dimas mengambil spidol dan mulai menulis rumus-rumus dengan lancar. Wah, guru memang hebat.

"PERHATIAN! UNTUK SISWA BERNAMA VERRIANTO GILANG RAMA KELAS SEBELAS B SEGERA PERGI KE RUANG BP SEKARANG JUGA! SEKALI LAGI..."

Semua berhenti dari kegiatan masing-masing ketika mendengar pengumuman ini. Begitu juga dengan Pak Dimas.

"Gilang? Kenapa ini?" tanya Nina. Wajahnya tampak gelisah. Begitu pun denganku.

Tiba-tiba Pak Dimas meletakkan spidol hitam itu dan bergegas pergi keluar ruangan. Beliau bertemu dengan guru lain yang tidak aku kenal. Mereka sedang membicarakan sesuatu.

"Ketua kelas, ada apa ini?" satu per satu dari kami mulai panik dan bertanya apa yang sedang terjadi.

Tetapi, tidak satu pun dari kami mendapatkan jawabannya.

Kami mendengar suara langkah kaki dan segerombolan orang berseragam polisi berjalan dengan tergesa-gesa. Menemui Pak Dimas, lalu pergi begitu saja.

Pak Dimas masuk dengan wajah pucat. Menatap kami dengan mata sendu.

"Kalian semua diperbolehkan pulang untuk saat ini"

Kenapa?

"Apa yang terjadi, Pak?" tanya Iqbal.

"Pak, kami semua merasa takut! tolong katakan apa yang terjadi!" sahut siswi lain.

"Benar, ada apa ini?!"

"Kenapa ada polisi?"

"Mungkin ada masalah serius!"

Kelas mulai ramai. Kami semua membicarakan tentang apa yang terjadi saat ini dengan hipotesa kami masing-masing. Itu membuat Pak Dimas menundukkan kepalanya dalam. Keringat mengucur didahinya.

"DIAM!" Bentak Iqbal, dan kelas menjadi hening kembali.

"Salah satu kakak kelas kalian..."

Yang dapat kudengar saat ini adalah suara Pak Dimas, denting jam dinding...

"Kakak kelas kalian meninggal dunia. Mayatnya ditemukan siang ini di Toilet laki-laki"

...dan suara kepakan burung gagak yang kian bertambah.

.

.

TBC

Ternyata cerita ini nggak ada keren kerennya sama sekali >_>

Kritik dan Saran sangat diperlukan^^

LunatiC : Deep World Dark Side [END]Where stories live. Discover now