Part 27 : My Mom Story 2

23.1K 1.6K 130
                                    

Meski aku besar di Jakarta, tapi aku lahir di kota BREBES.

Ibuku bercerita, bahwa aku lahir pada malam jumat kliwon. Sekitar pukul tujuh malam aku lahir di salah satu rumah sakit milik pemerintah di sana.

Berbeda dari Ibu-ibu lain, ibuku melahirkan ku saat kandungan nya menginjak usia sepuluh bulan kurang sedikit. Ibu sering di bilang kalau ia tengah hamil kebo, karena siklus hamil nya yang tak pernah mual berlebihan. Tak merasakan rasa letih yang luar biasa. Dan persalinan nya pun berjalan dengan sangat lancar.

Sejak lahir juga, aku memiliki tanda di area kening. Tanda yang berbeda dari anak kebanyakan. Tanda seperti bekas luka dan berwarna gelap. Tepat di atas mata sebelah kanan.

Tanda itu masih ada sampai aku dewasa sekarang. Warnanya masih gelap dan tidak pudar. Kata beberapa orang, tanda lahir yang kumiliki ini sangatlah spesial. Aku tidak tahu dimana letak spesial nya, tapi jika orang lain berkata seperti itu aku hanya bisa mensyukuri tanda yang kumiliki. Ku anggap sebagai doa, atas ucapan mereka mengenai tanda yang kumiliki.

Oke kita lupakan tentang tanda lahir di kening ku.

Aku memiliki sebuah cerita yang di ceritakan oleh ibuku. Tentang pengalaman nya saat mengurus ku sewaktu bayi di kampung.

Kalau kalian berani, kalian bisa membaca nya sampai habis. Cerita ini mungkin tidak terlalu panjang seperti biasanya. Tapi semoga kalian suka dengan apa yang aku ceritakan.

°°°

Bapak ku saat itu bekerja sebagai seorang supir ekspedisi yang tiap hari nya selalu berada di luar rumah. Membawakan sebuah mobil truk besar dan melintasi berbagai macam jalanan di pulau jawa. Bahkan terkadang, beliau sampai membawa mobil hingga ke pulau Sumatera dan Kalimantan.

Ibuku saat itu, tengah mengurusi aku yang baru menginjak usia satu bulan. Beliau tinggal di rumah orangtua nya di siasem. Mengurusi anaknya sendirian, karena sang suami tengah mencari nafkah. Tinggal sendirian di dalam rumah, sementara keluarga ibu yang lain tinggal berdampingan dengan rumah ibu ku.

Kata ibu, aku sejak kecil itu jarang sekali menangis. Aku termasuk anak yang tenang saat masih bayi, tidak rewel seperti kebanyakan bayi pada umumnya.

Aku sudah pernah bercerita pada kalian, kalau kampung tempat tinggal ibuku itu sangat angker bukan?

Ibuku bilang, waktu aku masih bayi. Di kampung nya itu masih banyak sekali manusia yang melakukan pesugihan demi mendapatkan kekayaan sesaat. Mereka biasanya mencari tumbal seorang anak bayi yang baru lahir untuk mereka ambil dan di tukarkan dengan kekayaan yang mereka inginkan.

Jadi para ibu di sana harus benar-benar waspada menjaga anaknya. Terutama pada malam hari. Tidak boleh lengah sedikit pun, sebab katanya jika para ibu itu lengah. Bayi-bayi mereka bisa di ambil oleh para makhluk tak kasat mata.

Saat itu, ibu memiliki seorang saudara yang keseharian nya bekerja sebagai dukun beranak dan spesialis tukang urut bayi. Saudara ibuku tersebut, memiliki kemampuan untuk melihat mereka yang tak kasat mata. Namanya mbah wadriah, seorang nenek tua yang terkenal akan kemampuan nya di kampung halaman ibuku.

Mbah wadriah selalu mengingatkan ibuku, jika dia harus benar-benar menjaga anaknya dengan baik agar tidak di ganggu oleh makhluk halus. Harus tetap terjaga saat malam dan tak boleh lengah.

Suatu malam, saat ibuku tengah asyik menggendong ku dalam pelukan nya. Saat itu ibu sedang sendirian di rumah, karena bapak ku sedang berada di luar kota.

Indigo Stories - Telah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang