DUA PULUH

472 53 11
                                    

🍁 You In My Memories 🍁


Matahari tenggelam, langit biru lantas menghilang
Hari esok tak kunjung datang hingga matahari tetap tak terlihat
Aku menunggu
Berdiri bersama kesepian dan berbalut kerinduan
Aku menutup mataku
Membiarkan gelap menyebar
Berharap agar malam lekas menghilang
Agar matahariku kembali
Agar matahariku tak mati
Semesta, tak bisakah keajaiban itu ada?
Tak bisakah kau kembalikan matahari?
Hanya matahariku
Matahariku.. Selamat ulang tahun!

Yoona menatap pantulan dirinya sendiri di sebuah cermin panjang. Pandangannya kosong sejenak, lantas dadanya sesak. Ia memotong rambut panjangnya hingga di atas bahu. Ingatannya masih terpenjara. Terbelenggu oleh kenangan yang terus berputar di dalam kepalanya. Air mata bahkan tak mampu lagi membuat sesaknya hilang atau bahkan hanya sekadar berkurang.

"Potongan ini sangat cocok untuk anda, benar-benar cantik." Pujian dari seorang pegawai salon itu membuat senyum samar Yoona terkembang.

Yoona mengangguk. Tatapannya menerawang sejenak, "Dulu pernah ada seseorang yang mengatakan kalimat itu untukku." Ujarnya lirih. Suaranya seperti tercekik, "Seseorang yang juga menjadi alasanku memotong rambut sama seperti waktu itu. Agar ia memberikan kalimat itu lagi padaku." Sambungnya dengan suara yang kian lirih. Suaranya seperti tertelan oleh sesuatu yang menyesakkan.

Pegawai salon itu nampak menyentuh bahu Yoona lantas mengusapnya penuh pengertian, "Apa yang akan kembali pasti akan tetap kembali. Meski sedikit terlambat, dia akan kembali." Ujar pegawai dengan rambut sebahu itu dengan senyum hangat.

Yoona mendongak. Berusaha menormalkan kembali jalan napasnya yang sempat sesak lantas memberikan senyumnya pada pegawai salon itu. Senyum yang lebih lebar, "Itu yang selalu aku bisikkan pada semesta." Sahutnya lantas beranjak dari kursi. Ia meraih satu paper bag berwarna coklat tua yang sebelumnya telah ia letakkan di dekat kursi. Ia kemudian mengangguk sopan pada pegawai salon untuk berpamitan.

Langkah Yoona rasanya berat. Seperti ada sesuatu yang menahan kedua kakinya yang jenjang agar tak lagi mampu melangkah. Agar tak lagi datang ke tempat itu dengan harapan yang sama setiap hari. Sejak hari itu. Sejak dunianya hening. Sejak kerinduannya seperti tak bertuan. Kakinya lemas. Setiap kali ia teringat akan hari itu, tubuhnya seolah luruh.

Ini rasanya tidak adil!

Yoona berseru dalam hati tepat ketika ia baru saja masuk ke dalam mobil. Ia menyadari tangannya kembali bergetar. Tatapannya lantas terarah pada sesuatu yang ada di jok belakang. Sebuah kotak kaca berukuran sedang.

"Surat keempat belas." Gumamnya sembari menatap secarik surat beramplop warna pearlmint yang berdiam di sisi kanan kotak kaca, "Aku akan membacakannya kali ini, Oppa." Sambungnya dengan suara bergetar hebat. Yoona berusaha keras menahan tangisnya lantas mulai menyalakan mesin mobil dan bersiap untuk pergi. Untuk menemui seseorang.

***

"Dengan rambut sependek ini, leherku pasti terlihat panjang seperti angsa, kan?" Yoona menyentuh area lehernya yang tak tertutup helaian rambut setelah ia memotong rambutnya kemarin. Tatapannya lantas terarah pada pria pecinta langit biru yang sedang sibuk bermain gitar akustik.

Keduanya tengah duduk di sebuah kursi panjang di bawah naungan pohon dengan dedaunan yang mulai gugur. Berlindung dari silau matahari sekaligus menikmati langit yang biru. Langit yang cerah.

Pemandangan langka yang dapat ditemukan di pertengahan musim gugur.

"Oppa! Oppa tidak mendengarkanku bicara?" Yoona melayangkan sebuah pukulan kecil pada lengan pria yang mengenakan kaus polos putih dipadukan dengan kemeja kotak-kotak yang kancingnya tak dikaitkan itu. Bibir Yoona mengerucut sebal.

Shall We Marry? [LEE SEUNG GI & YOONA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang